Hasad berarti “iri atau dengki”. Orangnya disebut hasid. Ulama sering mendefinisikan hasad dengan karahiyyah an-ni‘mah li al-gair atau “tidak senang dengan datangnya nikmat bagi orang lain”. Menurut Ragib al-Isfahani (w. 502 H/1108 M), ahli fikih dan tafsir, hasad berarti “mengharapkan lepasnya nikmat dari orang yang berhak bahkan mungkin berusaha menghilangkannya”.
Sebagian ulama membagi hasad menjadi tiga, yaitu:
(1) seseorang mengharapkan terlepasnya nikmat yang telah diperoleh orang lain seraya mengharap agar nikmat tersebut beralih kepadanya;
(2) seseorang mengharapkan terlepasnya nikmat dari orang lain walaupun ia tidak berharap memperolehnya; dan
(3) seseorang tidak mengharapkan hilangnya nikmat dari orang lain, tetapi ia tidak rela jika terungguli dari segi keberuntungan dan kedudukan, sekalipun rida apabila setingkat.
Lawan dari sifat hasad adalah Hubb al-khair (mencintai kebaikan) atau al-itsar (mementingkan orang lain). Seseorang dengan sifat al-itsar ini tidak hanya memberikan kepada orang lain apa yang dibutuhkannya, tetapi ia juga memberikan kepada orang yang membutuhkan walaupun ia sendiri memerlukannya. Al-itsar, sebagai salah satu akhlak terpuji bersumber dari firman Allah SWT dalam surah al-Hasyr (59) ayat 9 yang berbunyi:
“…dan mereka mengutamakan (orang-orang Mahajirin), atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.”
Secara tersirat, sifat hasad memang mengandung pengertian mementingkan diri sendiri dan berlawanan dengan sifat al-atsar. Hal itu terlihat pada harapan orang hasad agar nikmat yang diterima orang lain itu hanya diterima oleh dirinya. Ini dapat dipahami dari surah an-Nisa’ (4) ayat 54 yang berarti: “Ataukah mereka dengki kepada manusia (Muhammad) karena karunia yang Allah telah berikan kepadanya?…”
Hasad adalah “penyakit” hati yang besar. Tidak mudah menghilangkannya kecuali dengan meningkatkan ilmu dan amal. Ilmu paling bermanfaat untuk menghilangkannya adalah mengetahui bahwa hasad atau dengki itu mendatangkan kerusakan dari sisi agama dan kehidupan.
Dari sisi agama, dengki berarti mengingkari kepastian dan keadilan Allah SWT yang telah memberikan nikmat kepada orang lain yang berhak. Dari sisi kehidupan, dengki menyebabkan pemiliknya selalu merasa sakit karena melihat nikmat yang ada pada orang lain dengan melupakan nikmat yang diterimanya.
Dalam hal ini, Rasulullah SAW memberikan perumpamaan: “Hasad itu menghilangkan kebaikan-kebaikan seperti api membakar kayu” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah). Jadi, dengki itu dapat menghapuskan kebaikan yang dimiliki seseorang, baik yang bersifat materi maupun nonmateri. Tegasnya, hasad berarti sebuah penyakit yang berasal dari diri sendiri dan memakan diri sendiri.
Mengingat bahayanya, hasad, dalam segala tingkatannya, dilarang agama. Dalam surah al-Falaq (113), Allah SWT memerintahkan Nabi Muhammad SAW untuk meminta perlindungan dari kejahatan yang diperbuat manusia.
Di antara perlindungan yang dimintakan itu adalah “…dari kejahatan orang yang dengki apabila ia dengki” (QS.113:5). Ini menunjukkan bahwa hasad itu dilarang Allah SWT. Nabi Muhammad SAW juga melarang umatnya memiliki sifat hasad.
Dalam hadis yang diriwayatkan Muslim, Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah kamu saling dengki, saling marah, saling membuntuti, dan saling memutuskan hubungan. Sebaliknya, jadilah kamu sekalian sebagai hamba Allah yang saling bersaudara.”
Cara untuk menghilangkan sifat hasad antara lain adalah jika sewaktu-waktu melihat sesuatu yang mengagumkan, hendaklah mengucapkan “ma sya’a Allah la haula wa la quwwata illa bi Allah” (alangkah kuasanya Allah, tiada daya dan tiada kekuatan kecuali dengan Allah).
Dengan ucapan demikian, secara psikologis orang yang mengucapkan diingatkan bahwa semua yang menyebabkan kekaguman –termasuk nikmat yang diperoleh orang lain– tidak lepas dari kehendak Allah SWT. Akibatnya, ia dapat dijauhkan dari perasaan yang merusak dirinya sendiri, yaitu hasad.
Daftar Pustaka
Ibnu Manzur, Abi al-Fadl Jamalludin Muhammad bin Mukrim. Lisan al-‘Arab. Beirut: Dar as-Sadir, t.t.
Qutb, Muhammad. Qabasat min ar-Rasul. Beirut: Dar asy-Syuruq, t.t.
at-Thabathaba’i, Muhammad Husin. al-Mizan fi Tafsir Al-Qur’an. Beirut: Muas sasah al-‘Alami li at-Tiba‘ah, 1983.
Maksum Mukhtar