Secara etimologis, Halal bi Halal berarti “halal dengan halal”, “boleh dengan boleh”, “saling menghalalkan”, “saling melepas ikatan”, dan “saling mencairkan hubungan yang beku”. Halalbihalal sudah menjadi tradisi orang Islam di Indonesia. Mereka berkumpul dan saling bersalaman sebagai ungkapan saling meminta dan memberi maaf agar yang haram menjadi halal. Kegiatan ini diselenggarakan setelah salat Idul Fitri.
Walaupun namanya mempergunakan bahasa Arab dan telah melembaga di kalangan penduduk Indonesia, tradisi halalbihalal pada zaman Nabi SAW dan juga sesudahnya tidak didapati. Hingga akhir abad ke-20 ini pun, baik di negara Arab maupun di negara Islam lainnya, kecuali di Indonesia, tradisi ini tidak memasyarakat atau tidak ditemukan. Adapun di Indonesia, tradisi ini baru mulai diselenggarakan dalam bentuk upacara sekitar akhir 1940-an dan mulai berkembang luas setelah tahun 1950.
Dewasa ini, halalbihalal diselenggarakan hampir oleh seluruh lapisan masyarakat muslim Indonesia, baik oleh kelompok masyarakat dari suatu daerah tertentu, keluarga besar, kelompok kerja, kelompok pengajian, kelompok profesi, organisasi sosial-politik, lembaga, perusahaan swasta, maupun instansi pemerintah. Dengan demikian yang tergabung dalam beberapa kelompok yang berbeda dapat saja mengikuti kegiatan halalbihalal dalam berbagai kelompok tersebut.
Kegiatan halalbihalal biasanya mulai diselenggarakan oleh kelompok masyarakat tersebut seminggu setelah Idul Fitri (lebaran) hingga akhir bulan Syawal. Namun ada juga yang menyelenggarakannya setelah bulan Syawal. Tata caranya biasanya dimulai dengan pembacaan ayat Al-Qur’an yang ada hubungannya dengan silaturahmi, ceramah tentang hikmah halalbihalal, saling bersalaman, ramah-tamah sambil menikmati hidangan, dan menyaksikan hiburan ringan (kasidah, atraksi anak-anak, lawak, atau drama sebabak).
Acara halalbihalal dibiayai bersama oleh seluruh anggota jika penyelenggaranya adalah kelompok keluarga atau organisasi, baik dalam bentuk uang tunai, peralatan maupun konsumsinya. Tetapi apabila penyelengga ranya adalah instansi, baik pemerintah maupun swasta, biayanya ditanggung instansi yang bersangkutan.
Asal-usul tradisi halalbihalal dan kapan kegiatan tersebut mulai diselenggarakan sulit diketahui dengan pasti. Karena, tradisi sembah-sungkem (datang menghadap untuk menyatakan hormat dan bakti kepada orangtua, orang yang lebih tua, atau orang yang lebih tinggi status sosialnya) sudah membudaya dan ada pada hampir semua suku dalam masyarakat Indonesia.
Tradisi halalbihalal adalah alternatif pemecahan praktis kunjungan silaturahmi yang biasanya membutuhkan waktu berhari-hari. Dengan menghadiri acara halalbihalal yang diadakan di satu tempat, seseorang sudah dapat bersilaturahmi dengan banyak orang.
Halalbihalal bersumber dari ajaran Islam mengenai hubungan antara manusia dan Tuhannya (hablun min Allah) serta hubungan antara manusia dan sesamanya (hablun min an-nas), baik yang berupa firman Allah SWT maupun sunah Rasul-Nya. Firman Allah SWT tentang hal ini terdapat dalam:
(1) surah an-Nur (24) ayat 22 yang berarti: “…dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu?” Dalam ayat ini pemberian ampunan dari Allah SWT tegas-tegas dikaitkan dengan pelaksanaan perintah memberi maaf dan berlapang dada atas kesalahan orang lain terhadap dirinya;
(2) surah al-Baqarah (2) ayat 237 yang berarti: “…dan pemaafan kamu itu lebih dekat kepada takwa….” Dengan memaafkan orang lain seseorang dapat mendekati dan menjadi manusia yang takwa; dan
(3) surah al-Ma’idah (5) ayat 13 yang berarti: “Maka maafkanlah mereka dan biarkanlah mereka, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.”
Orang yang mau memaafkan dan menjabat tangan orang yang bersalah terhadapnya adalah orang yang baik dan dicintai Allah SWT. Dalam hadis riwayat Ibnu Majah dan at-Tirmizi, Allah SWT berjanji melalui Nabi SAW:
“Bulan Ramadan, yaitu bulan yang diwajibkan kepada kamu berpuasa, dan Aku sunahkan kepada kamu menegakkan malamnya. Maka barangsiapa di siang harinya berpuasa dan di malam harinya mendirikan salat karena iman dan mengharapkan rida Allah maka ia keluar dari dosanya seperti pada waktu dilahirkan oleh ibunya.”
Hubungan manusia dengan Tuhan dan hubungan manusia dengan manusia selalu diselingi hal yang haram. Janji serta jaminan ampunan dari Allah SWT kepada manusia yang ikhlas melaksanakan puasa itu hanya untuk dosa yang berhubungan dengan Allah SWT, seperti meninggalkan salat dan puasa.
Adapun untuk dosa yang berhubungan dengan kesalahan terhadap sesamanya, ia harus meminta maaf kepada orang yang bersangkutan. Didasarkan pada ajaran agama dan tradisi sembah-sungkem tersebut di atas, tradisi silaturahmi yang dinilai sejalan dengan ajaran Islam dilaksanakan secara luas oleh masyarakat muslim Indonesia, baik yang berada di dalam atau di luar negeri.
Untuk pengganti sembah-sungkem kepada keluarga atau handai taulan yang jauh dan sulit ditemui, banyak kaum muslimin yang mengirim kartu lebaran.
Daftar Pustaka
al-’Ainiy, Mahmud bin Ahmad. ‘Umdat al-Qari Syarh Shahih al-Bukhari. Beirut: Dar al-Fikr, t.t.
Badan Pembinaan Rohani Pegawai Pemda DKI Jakarta. Bunga Rampai Bimbingan Rohani Islam. Jil. III dan V. Jakarta: t.p., 1989.
al-Kahlani, Muhammad bin Ismail. Subul as-Salam. Cairo: Syirkah Maktabah Mustafa al-Babi al-Halabi, 1950.
Ridlo Masduki