Geografi

(Ar.: al-jugrafiya)

Geografi adalah ilmu yang mengkaji bumi secara ilmiah. Ilmu ini melukiskan serta menganalisis fenomena manusia, biologi, dan fisik di bumi, juga hubungan antar ketiganya serta pola regional yang signifikan. Kata “geografi” berasal dari bahasa Yunani geo ­(bumi) dan graphein (menulis), yang berarti gambaran bumi.

Cakupan geografi sangat luas, meliputi iklim, penduduk, flora, fauna, dan hasil yang diperoleh dari bumi; juga meliputi perkiraan bentuk, ukuran serta gerakan­ bumi, yaitu lintang dan bujur geografi, luas permukaan bumi, pemetaan, pembagian ciri-ciri fisik dan kebudayaan­ suatu tempat, serta hubungan­ antara­ ciri-ciri tersebut dalam mempengaruhi­ manusia.

Geografi dipelajari dari berbagai sudut pendekatan,­ di antaranya pendekatan sistematis, kedae­rahan,­ deskriptif, dan analisis. Pendekatan sistema­tis­ merupakan pengeta­ huan geografis dasar­ yang mencakup pengetahuan tentang seluruh dunia denga­n­ menyusun kategori-kategorinya­ secara tersendiri.

Pendekatan kedaerahan merupakan perpaduan antara hasil pendekatan sistematis­ dan hu­bungan antara kategori-kategori yang berbeda, tetapi­ dengan pusat perhatian pada suatu daerah tertentu (khusus) di dunia. Pendekatan­ deskriptif adalah uraian menyangkut letak ciri-ciri geografis dan penduduk, sedang­kan pendekatan­ analisis meru­pakan­ studi yang mencoba menemukan sebab-sebab ciri-ciri geografis tersebut.

Dikenal dua cabang utama geografi, yaitu geografi fisik dan geografi manusia. Cabang pertama didasarkan atas ilmu-ilmu fisik. Adapun cabang kedua mempelajari manu­ sia dan hubungannya­ dengan lingkungan fisiknya serta ke-giatan-kegiatan dalam menyesuaikan diri de­ngan­ling­kungan tersebut, dan dalam menyesuai­kan­ lingkungannya­ dengan kebutuhan-kebutuhannya.

Sejarah. Geografi tidak bisa dipisahkan dari sejarah awal mula hasrat besar manusia untuk menjelajahi bumi, yang lahir dari keinginan untuk me­lihat bagian bumi selain tempat tinggalnya.

Periode Yunani. Pada periode ini muncul se­orang yang dapat dise­but­ sebagai ahli geografi, yaitu­ Thales (w. 546 SM), yang meng­habiskan usianya sebagai seorang penje­lajah, di samping sebagai pedagang­. Di setiap­ tempat dan daerah yang dikunjunginya, ia rajin mengajukan pertanyaan kepada penduduk setempat dan mencatat dengan cermat setiap­ keterangan dan hal-hal yang ia amati.

Ia meneliti­ cara terbaik untuk mengukur suatu ja­rak dan kemudian menggambar-kannya dalam bentuk peta yang akurat. Ia juga menghimpun berbagai informasi dari para penjelajah lainnya mengenai tempat-tempat yang belum dan tidak sempat dikunjunginya.

Kemudian orang-orang Yunani sesudah Thales­ menambah­ dan mengembangkan pengetahu­an­ tentang geografi. Misalnya, Pytheas melakukan­ pengamatan­ terhadap ketinggian­ matahari pada siang hari untuk menentukan jarak dan arah yang akurat. Eratosthenes menyusun beberapa­ cara untuk mengukur­ garis keliling bumi dan membuat peta yang men-cantumkan garis lintang dan garis bujur.

Strabo menghasilkan karya Geography (17 jilid) yang memuat semua pengetahuan geografi Yunani sebelumnya; dianggap sebagai sebuah ensiklopedi geografi yang baik. Selain mereka, masih ada nama-nama besar lainnya, seperti Marinus dan Aristoteles.

Periode Islam. Sepanjang Abad Pertengah­an, geografi diambil-alih oleh orang Islam dan dikembangkan lebih pesat lagi. Kaum muslimin mengambil­ alih ilmu ini melalui penerjemahan­ karya-karya Yunani sejak masa Khalifah Abu Ja‘far al-Mansur (754–775) dari Daulah Abbasiyah, dan memuncak pada masa Khalifah al-Ma’mun (813–833).

Dalam bahasa Arab, istilah “geografi” ditulis al-jugrafiya. Istilah itu berasal dari karya-karya Marinus (70–130) dan Claudius Ptolemaeus (90–168), yang diterjemahkan ke dalam bahasa Arab, yaitu dhurah al-Ard.

Dalam banyak literatur, terutama yang ditulis oleh penulis Barat, istilah-istilah seperti “filsuf Arab”, “astronom Arab”, dan “ahli geografi Arab” sering digunakan. Padahal yang dimaksud adalah filsuf Islam, astronom Islam, dan ahli geografi­ Islam.

Sebab, bangsa Arab tidak akan pernah meraih kemajuan seperti yang dikenal dalam sejarah­ kalau bukan karena mereka menganut Islam; lagi pula, tidak semua mereka yang disebut “ilmuwan­ Arab” itu benar-benar berkebangsaan Arab.

Namun mereka semua adalah muslim. Umpama­nya, Ibnu Khurdazbih (w. 911), yang pantas disebut sebagai “Bapak Geografi” karena meletakkan­ dasar-dasar dan model penulisan geografi dalam bahasa Arab, adalah seorang ahli geografi Islam yang berkebangsaan Persia.

Sambutan dan minat yang sungguh-sungguh yang telah diberikan kaum muslimin selama lebih dari separuh abad terhadap kegiatan penerjema­h­an­ dan kajian-kajian terhadap geografi yang mereka­ temukan pada khazanah pengetahuan,­ baik dari Yunani maupun Persia dan India, melahirkan sebuah perubahan besar di bidang pemikiran­ geografi­ di dunia Islam.

Dari khazanah pengetahuan tersebut, kaum muslimin di masa itu, khususnya para ilmuwannya, sejak dini telah mengenal dengan baik, misalnya, konsep bahwa bumi ini bulat, tidak datar, dan bumi menempati posisi sentral da-lam sistem semesta.

Sejak itu, kaum muslimin me­mahami­ dan menghayati ayat-ayat Al-Qur’an dan sabda­ Nabi Muhammad SAW sebagai ajaran yang mendorong secara amat kuat agar para pemeluk­nya­ melakukan kajian­ dan pengamatan mengenai bumi.

Maka sejak abad ke-3 H (ke-9 M), dunia Islam telah menyiapkan dasar yang kuat bagi pertumbuhan karya-karya geo-grafi. Contoh dalam hal ini adalah as-dhurah al-Ma’muniyyah, sebuah karya geo­grafis mengenai peta bumi, yang dinilai lebih baik dari peta karya Ptolemaeus dan Marinus­.

Khalifah al-Ma’mun berhasil menggalang para­ ilmuwan­ seraya memayungi mereka dengan fasilitas­ dan kekuasaannya untuk melakukan ke­giatan-ke­giatan akade­mik. Pada masanya beberapa­ kontribusi­ yang amat penting di bidang geografi­ dibuat; misalnya, ukuran tentang garis lengkung­ bumi yang lebih akurat.

Seiring dengan pengambilalihan khaza­nah berbagai ilmu pengetahuan oleh kaum muslimin dari bangsa-bangsa yang mereka taklukkan, pe­ngaruh­ bangsa-bangsa tersebut­ ikut pula terserap ke dunia Islam.

Di bidang geo­grafi, di samping pengaruh Yunani,­ juga geografi­ Persia (Iran) dan India ikut memberi pe­ngaruh kepada geografi yang dikembangkan kemudian oleh para sarjana Islam. Me­nurut J.H. Kramers, sepanjang abad ke-9, pengaruh Yunani menonjol dalam karya geografi kaum muslimin­.

Akan tetapi, mulai akhir abad tersebut pengaruh­ tidak lagi dari Barat, tetapi­ lebih banyak dari Timur, yakni Persia. Di antara konsep geogra­fis Persia yang memberi pengaruh tersebut adalah konsep Tujuh Kisywar, suatu konsep geo­gra­fis yang membagi bumi ini atas tujuh garis lengkung bumi yang sebanding.

Pengaruh geografis India masuk ke dunia Islam melalui terjemahan pertama sebuah risalah berbahasa Sanskerta, yaitu Surya siddhanta, ke dalam bahasa Arab pada masa al-Mansur. Pengaruh­ India ter hadap ilmuwan Islam dalam bidang geografi tidak­ sedalam pengaruhnya di bidang astronomi. Da­lam bidang geografi, pengaruh Yunani­ dan Persia lebih kuat dan abadi. Namun konsep dan metode­ geografis India dikenal dengan baik oleh ilmuwan­ Islam.

Pengaruh-pengaruh tersebut sama sekali tidak men­ jadikan para ilmuwan muslim sebagai peniru murni. Sebab ternyata mereka mengkaji ulang geografi­ yang mereka­ ambil dari bangsa dan negeri­ yang mereka taklukkan. Mereka mel-akukan berbagai percobaan dan pengamatan. Selanjutnya la­ hirlah karya-karya dan teori-teori geografis yang merupakan perbaikan, atau malah sudah jauh berbeda, dari asal ilmu itu.

Banyak pakar muslim yang terkenal di bidang geografi, seperti Ibnu Rustah, al-Ya‘qubi, al-Mas‘udi, dan Ibnu Hawqal. Ibnu Khurdazbih me­nerbitkan seri laporan per­jalanannya dengan nama al-Masalik wa al-Mamalik, yang isinya me­ nyangkut topografi (ilmu pemetaan) dan telah dimanfaat-kan oleh Ibnu al-Faqih, Ibnu Hawqal, dan Hafiz Abdul Gani al-Maqdisi.

Pada masa itu juga terbit dua karya geografis dengan nama sama, yaitu Kitab Buldan, disusun oleh Ibnu Wazih al-Ya‘qubi (seorang­ Syiah yang tinggal di Armenia dan Khurasan) dan Ibnu Faqih al-Hamadani.

Dua buku lainnya dengan judul yang sama dengan judul buku Ibnu Khurdazbih diselesaikan oleh al-Istakhri dan Ibnu Hawqal. Buku al-Istakhri mengikuti­ sistem geografi Abu Said al-Balkiy­ (w. 934), tetapi ada tambahan negeri-negeri di luar wilayah kekuasaan Islam dengan peta berwarna­ untuk setiap negeri. Buku Ibnu Hawqal berisi antara lain revisi atas peta al-Istakhri, yang dibuatnya setelah melakukan perjalanan ke Spanyol.

Al-Maqdisi mengungkapkan informasi baru da­lam buku-nya Ahsan at-Taqasim fi Ma‘rifah al-Aqalim, hasil perlawatannya ke semua negeri Islam kecuali Spanyol, Sijistan dan India, se­lama 20 tahun­. Menjelang masa akhir Daulah Abbasiyah,­ muncul seorang sarjana geografi kenamaan, Yaqut bin Ab-dullah al-Hamawi (1179–1229), pengarang­ kamus­ di bidang geografi, yakni Mu‘jam al-Buldan.

Asy-Syarif al-Idrisi (1099– 1153), ketika memenuhi­ un-dangan raja Sicilia, Roger II, menggambarkan kepada raja itu sebuah peta dunia di atas bola yang terbuat dari perak. Sebelum al-Idrisi, telah hadir ahli geografi lain kelahiran Cordoba, Abu Ubaid Abdullah al-Bakri (w. 1094). Empat belas tahun sebelum al-Bakri wafat, di Granada lahir Abu Hamid Muhammad al-Mazini al-Andalusi,­ yang menulis buku Tuhfah al-Albab wa Tuhfah al-Æ‘jab.

Filsuf al-Kindi (w. 874) mengarang dua karya geografis yang masih sampai kepada kita, yaitu Rasm al-Ma’mur min al-Ara dan Risalah fi al-Bihar wa al-Madd wa al Jazr. Juga al-Fazari, Ahmad al-Fargani (w. 861), Abu Abdullah al-Battani (w. 929), dan lain-lain, merupakan rangkaian­ nama-nama ahli geografi muslim.

Geografi yang tetap terpelihara sampai masa Kerajaan Usmani membahas banyak aspek, di antaranya gambaran geografis tentang bumi, karya­-karya kosmologi, artikel-artikel khusus mengenai­ kota-kota dan tempat-tempat keagamaan yang penting, literatur dan kamus geografis, laporan perjala-nan, dan literatur maritim dan astronomi.

Periode Modern. Geografi pada masa modern­ ditandai oleh karya tiga ahli geografi pada abad ke-19. Dua dari mereka, Karl Ritter dan Alexander von Humboldt, berkebangsaan­ Jerman; yang satunya,­ John Wesley Powell, adalah seorang Amerika.

Pada permulaan abad ke-19 Humboldt menjelajah­ dan menyelidiki bagian-bagian wilayah tropis Amerika Selatan dan Amerika Tengah. Ia melintasi Pegunungan Andes dan memanfaatkan teknik ilmiah­ terakhir dalam penjelajahannya­ itu guna menghasilkan pengamatan dan peta yang benar-benar akurat.

Ia terkenal dengan catatan hasil penga-matannya tentang berbagai jenis tumbuhan di daerah yang dijelajahinya. Ia juga terkenal sebagai ahli geografi pertama yang membuat peta-peta yang menunjukkan pembagian penduduk pada wilayah yang dikunjunginya.

Powell membuat laporan-laporan perjalanan yang sangat terinci dan menjadi model yang amat baik untuk geografi lapangan. Di samping itu, ia juga masyhur karena peta-petanya yang amat cermat, menjadi standar dan diikuti oleh beberapa generasi pakar geografi Amerika.

Geografi kini telah berkembang sedemikian rupa­ sampai ke tahap perkembangan yang tak pernah dikenal oleh ma-sa-masa sebelumnya. Alat pe­mot­retan dan pesawat-pesawat penjelajah yang sangat canggih telah mampu menghasilkan gambar atau peta yang sangat akurat mengenai wilayah-wilayah dan lokasi-lokasi yang tidak da­pat dijelajahi de­ngan­ kaki manusia.

Daftar Pustaka

Ahmad, Nafis. Muslim Contribution to Geography. Lahore: Sh. Muhammad Ashraf, 1972.
Bakhsh, Salehuddin Khuda dan D.S. Margoliouth. The Renaissance of Islam. New Delhi: Kitab Bavan, t.t.
Fachruddin, Fuad Mohd. Perkembangan Kebudayaan Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1983.

Qasim Mathar