Fitnah dalam bahasa Arab berarti kekacauan, bencana, syirik, cobaan, ujian, dan siksaan. Al-Qur’an menyebut 34 kali kata fitnah untuk arti berbeda. Hadis umumnya memuat bab tertentu tentang fitnah. Kitab Shahih al-Bukhari misalnya, memuat 78 hadis tentang fitnah.
Dalam bahasa Indonesia, fitnah dipahami sebagai berita bohong atau desas-desus tentang seseorang, karena ada maksud-maksud yang tidak baik dari pembuat fitnah terhadap sasaran fitnah.
Diriwayatkan bahwa suatu kali sahabat Ibnu Umar ditanya tentang makna fitnah. Ia lalu mengutip ayat Al-Qur’an yang berarti: “Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) agama itu hanya untuk Allah belaka” (QS.2:193), kemudian menjawab, “Tahukah engkau apakah fitnah itu?” Ia menjawabnya sendiri seraya mengatakan, “Nabi memerangi orang-orang kafir (agar mereka mau memeluk Islam dan tidak kembali kepada agama mereka). Kembalinya mereka kepada agama mereka itulah fitnah, bukannya perang yang engkau perjuangkan untuk mendapatkan kekuatan duniawi” (HR. Bukhari).
Perang saudara di antara sesama umat Islam juga dikenal sebagai fitnah, yaitu fitnah tuli, buta, dan bisu. “Dan mereka mengira bahwa tidak akan terjad suatu bencana (fitnah) pun, maka (karena itu) mereka menjadi buta dan tuli” (QS.5:71).
Literatur sejarah mencatat bahwa peristiwa pembunuhan Usman RA, khalifah yang ketiga sepeninggal Nabi SAW, adalah peristiwa al-fitnah al-kubra (fitnah besar) yang pertama dan peperangan antara Mu‘awiyah dan Ali RA sebagai al-fitnah al-kubra yang kedua. Inilah gambaran fitnah buta dan tuli, karena mereka sama-sama Islam tanpa melihat siapa sebenarnya yang benar.
Al-Qur’an menggambarkan bahwa fitnah lebih kejam dan lebih besar daripada pembunuhan (QS.2:191 dan 217). Fitnah di sini digambarkan sebagai usaha menimbulkan kekacauan seperti mengusir sahabat dari kampung halamannya, merampas harta mereka, menyakiti atau mengganggu kebebasan beragama mereka. Juga berarti upaya-upaya penganiayaan dan segala perbuatan yang dimaksud untuk menindas Islam dan kaum muslimin. Surah al-Anfal (8) ayat 73 menegaskan:
“Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka menjadi pelindung bagi sebagian yang lain. Jika kamu (hai para muslimin) tidak melaksanaka apa yang telah diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi kekacauan (fitnah) di muka bumi dan kerusakan yang besar.”
Fitnah yang berarti “ujian” atau “cobaan” dijelaskan dalam surah al-Anfal (8) ayat 28 yang berarti: “Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allahlah pahala yang besar.”
Surah at-Tagabun (64) ayat 15 dan surah az-Zumar (39) ayat 49 menggambarkan bahwa orang yang beribadah kepada Allah setengahsetengah, apabila menerima kebaikan menjadi tenang hatinya, tetapi apabila menerima cobaan menjadi berbalik. Dijelaskan bahwa cobaan Allah SWT yang diberikan kepada manusia itu tidak hanya berupa kegagalan (kejelekan) tetapi juga berupa kebaikan (QS.21:35).
Fitnah yang berarti “siksaan” disebutkan dalam surah al-Anfal (8) ayat 25: “Dan peliharalah dirimu daripada siksaan (fitnah) yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya.”
Ayat senada juga ada dalam surah al-Muddatstsir (74) ayat 31. Dalam hadis riwayat Ibnu Majah dari Ibnu Umar, dikemukakan bahwa Nabi Muhammad SAW memerintahkan agar kaum muslimin menghindari fitnah (yang timbul karena pembicaraan yang salah) karena terpelesetnya lisan adalah ibarat terpelesetnya pedang. Mengenai munculnya fitnah, hadis riwayat Bukhari dari Abu Hurairah menjelaskan Nabi Muhammad SAW bersabda,
“Sudah dekat masa dan berkurang amalan, muncul kekikiran, muncul kekacauan (fitnah), dan banyak kekacaubalauan. Lalu para sahabat bertanya, ‘Apa itu ya Rasulullah SAW?’. Beliau menjawab, ‘Pembunuhan dan pembunuhan. Fitnah juga dapat muncul karena kebodohan merajalela, ilmu telah tercabut, dan banyak kekacauan serta pembunuhan’” (HR. Bukhari dari Abu Musa).
Pengertian fitnah yang menonjol adalah perpecahan yang timbul akibat saling permusuhan di antara sesama kaum muslimin, yang berakibat terjadinya saling membunuh dan akibat dari kebodohan serta kecongkakan. Al-Qur’an maupun sunah Rasulullah SAW memperingatkan kaum muslimin agar meminta perlindungan dari fitnah.
Surah al-Ma’idah (5) ayat 101, misalnya, mengimbau orang beriman agar tidak menanyakan (kepada Nabi SAW) hal-hal yang jika diterangkan justru akan menyusahkan umat Islam sendiri. Nabi SAW bersabda sembari memohon perlindungan kepada Allah dari akibat buruk fitnah, “A‘udzu bi Allahi min su’i al-fitani (Aku berlindung kepada Allah dari buruknya fitnah).”
Daftar Pustaka