Fatah, Raden

(Palembang, 1455 – Demak, 1518)

Raden Fatah adalah sultan pertama Kesultanan Demak, pemimpin pertama yang menjalin kerjasama yang baik dengan ulama di Nusantara, sebagaimana terlihat dalam kerjasamanya dengan para wali (Wali Songo) ketika memerintah Kesultanan Demak.

Menurut babad, Raden Fatah, yang nama kecilnya Pangeran Jimbun, adalah putra raja Majapahit, Kertabumi Brawijaya V (memerintah 1468–1478). Ibunya, Putri Campa, seorang muslimah. Sebagaimana ibunya, Raden Fatah menganut agama Islam.

Pada masa mudanya Raden Fatah memperoleh pendidikan yang berlatarbelakang kebangsawanan dan politik. Dua puluh tahun lamanya ia hidup di istana adipati Majapahit penguasa Palembang, Aria Damar. Sesudah dewasa ia kembali ke Majapahit.

Raden Fatah dilahirkan pada saat Majapahit sedang mengalami situasi yang tidak menentu setelah Hayam Wuruk meninggal. Sejak itu terjadi perebutan kekuasaan antara Wikramawardhana, menantu Hayam Wuruk yang memperoleh limpahan mahkota Majapahit, dan Wirabhumi, putra dari salah seorang selir Hayam Wuruk. Keadaan tersebut terus berlangsung hingga masa pemerintahan Brawijaya V, yang kekuasaannya selalu diincar Girindra Wardhana yang berkuasa di Keling.

Setelah berumur 20 tahun, Raden Fatah dikirim kepada Raden Rahmat (Sunan Ampel) untuk memperoleh pendidikan agama Islam. Ia mendalami agama Islam bersama dengan pemuda-pemuda lainnya, seperti Raden Paku (Sunan Giri) dan putra Raden Rahmat, Maulana Malik Ibrahim (Sunan Bonang), dan Raden Kosim (Sunan Drajat).

Setelah dianggap mampu oleh Raden Rahmat, Raden Fatah dikawinkan dengan cucunya, Nyi Ageng Maloka. Selanjutnya ia dipercaya untuk menjadi mubalig dan membuat pemukiman masyarakat muslim di Bintoro, yang kemudian menjadi Demak, dengan diiringi sultan Palembang, Aryadila, beserta 200 tentaranya.

Ia memusatkan kegiatannya di Bintoro karena daerah tersebut direncanakan Wali Songo sebagai pusat kerajaan Islam di Jawa. Di daerah itu ia mendirikan pondok pesantren. Penyiaran agama Islam di daerah itu sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Perlahan-lahan daerah tersebut menjadi pusat keramaian dan perdagangan.

Para wali bersepakat mengangkatnya sebagai sultan Demak dengan gelar Sultan Alam Akbar al-Fatah. Kemudian ia melepaskan diri dari kekuasaan Majapahit. Ia memerintah sampai 1518 dan Demak menjadi pusat penyebaran Islam di Jawa sejak pemerintahannya.

Dalam masa pemerintahannya, Raden Fatah menunjukkan keberhasilan dalam berbagai bidang, di antaranya (1) perluasan dan pertahanan kerajaan, (2) pengembangan Islam dan pengamalannya, dan (3) sistem musyawarah dan kerjasama ulama dan umara.

Keberhasilan Raden Fatah dalam perluasan dan pertahanan kerajaan bisa dilihat ketika ia dapat menaklukkan Girindra Wardhana yang merebut takhta Majapahit (1478) dan dapat mengambil alih kekuasaan Majapahit.

Selain itu ia juga mengadakan perlawanan terhadap Portugis, yang telah menduduki Malaka dan ingin mengganggu Demak. Ia mengutus pasukan di bawah pimpinan putranya, Adipati Muhammad Yunus atau Pati Unus (1511), tetapi gagal. Perjuangan Raden Fatah kemudian dilanjutkan Pati Unus yang menggantikannya pada 1518.

Dalam bidang pengamalan Islam dan pengembangannya, Raden Fatah telah mencoba secara perlahan dan bijaksana untuk menerapkan hukum Islam dalam berbagai aspek-aspek kehidupan. Di samping itu, ia juga membangun keraton dan mendirikan masjid (1489) yang sampai sekarang terkenal dengan Masjid Agung Demak. Pendirian masjid itu dibantu sepenuhnya oleh Wali Songo.

Daftar Pustaka

Fruin Mess, W. Sejarah Tanah Jawa, terj. Jakarta: Balai Pustaka, 1922.
de Graff, H.J. dan Th.G.Th. Pigeaud. Kerajaan-Kerajaan Islam Pertama di Jawa. Jakarta: Grafiti Pers, t.t.
Mulyana, S. Runtuhnya Kerajaan Hindu Jawa dan Timbulnya Negara‑Negara Islam di Nusantara. Jakarta: Bharata, 1968.
Watt, W. Montgomery. Kerajaan Islam, terj. Hartono Hadikusumo. Yogyakarta: Tiara Wacana, 1990.
Syahrin Harahap