Faisal Bin Abdul Aziz

Faisal bin Abdul Aziz (Riyadh, 9 April 1906 – Riyadh, 25 Maret 1975) adalah raja Arab Saudi yang berkuasa pada 1964–1975. Ia adalah putra Abdul Aziz bin Sa‘ud, pendiri Arab Saudi. Faisal ikut dalam pemerintahan ayahnya. Ia menyertai ayahnya sewaktu menyerang Ibnu Rasyid di Hail di Nejd (1921), dan juga ketika mengepung kota Jiddah (1925).

Pada 1926 Raja Abdul Aziz mengeluarkan maklumat berkenaan dengan kekuasaan Kerajaan Arab Saudi di Hijaz. Dalam maklumat tersebut Raja Abdul Aziz menunjuk Faisal yang ketika itu masih berusia 20 tahun sebagai wakilnya di Hijaz dan sebagai pemimpin Majelis Permusyawaratan di sana. Setahun kemudian, ayahnya menunjuk Faisal untuk bertindak sebagai wakilnya dalam perundingan dengan Inggris yang diwakili Jenderal Clayton.

Pada 1930 Faisal diangkat menjadi menteri luar negeri pertama Kerajaan Arab Saudi. Pada 1932 ia juga terpilih menjadi ketua Majelis Perwakilan (Majlis al-Wukala’).

Pada 1953 Raja Abdul Aziz wafat. Sesuai dengan wasiatnya, putra sulungnya, Sa‘ud, diangkat sebagai penggantinya. Kemudian jabatan perdana menteri dipegang Faisal. Ketetapan ini secara diam-diam menimbulkan persaingan di antara mereka.

Raja Sa‘ud tampaknya menginginkan kekuasaan penuh. Akan tetapi, ia tidak memiliki kemampuan sebagaimana ayahnya dahulu. Sementara itu, Faisal terus berusaha menjaga keseimbangan demi kesatuan keluarga. Akan tetapi, persaingan tersebut sering kali muncul ke permukaan.

Di samping sebagai putra mahkota, Faisal juga memegang jabatan sebagai ketua kabinet. Namun, gagasan pembaruan yang disampaikan Faisal sering kali tidak diterima oleh Raja. Oleh karena itu, pada 1960 ia mengundurkan diri. Raja Sa‘ud kemudian mengambil alih kepemimpinan kabinet tersebut. Tetapi, dalam menjalankan tugasnya ia tidak mampu menyelesaikan banyak persoalan.

Untuk menenangkan suasana, pada 23 Maret 1964 ulama Arab Saudi mengeluarkan fatwa kepada Raja Sa‘ud, agar segala urusan pemerintahan diserahkan kepada Faisal, sedangkan Raja Sa‘ud hanya bertindak sebagai raja. Fatwa ini kemudian didukung para menteri. Raja Sa‘ud menerima fatwa tersebut.

Pada akhir Oktober 1964 ulama dan pembesar keluarga kerajaan mengeluarkan ke­tetapan baru, yaitu memberhentikan Sa‘ud dari jabatannya sebagai raja, dan kedudukannya digantikan Faisal. Sejak 2 November 1964 Faisal menduduki takhta sebagai raja Arab Saudi.

Kebijaksanaan politik dalam negeri yang dijalankan Raja Faisal antara lain meliputi penghapusan perbudakan, penyusunan Undang-Undang Perburuhan, serta pembaruan dalam bidang pendidikan, kesehatan, dan keadilan sosial. Ia juga melakukan pembagian wilayah kekuasaan menjadi beberapa propinsi dan membentuk majelis permusyawaratan tingkat propinsi.

Pada masa pemerintahannya, ia memelopori lahirnya konstitusi yang memberi kebebasan kepada warga negara untuk menyatakan pendapat dan bermusyawarah. Dalam bidang ekonomi, ia mencanangkan pembangunan industri dan pertanian agar tidak bergantung pada hasil pertambangan minyak.

Dalam hubungan luar negeri, ia menjalin hubungan diplomatik dengan negara-negara Islam, memerangi sisa kolonialisme di negara-­negara Islam, dan bekerjasama dengan negara-negara Arab lainnya dalam memerangi Israel dan mengukuhkan negara Palestina.

Dalam perang antara bangsa Arab dan Israel, Faisal mengambil keputusan pada 6 Oktober 1973 untuk melancarkan embargo minyak terhadap negara-negara yang menjadi sekutu Israel, terutama Amerika Serikat.

Ia kemudian menyerukan kepada negara-negara Arab penghasil minyak lainnya untuk melakukan tindakan yang sama. Langkahnya itu diikuti negara-negara Arab pada 17 Oktober 1973. Pada saat itu, ia menyerukan persatuan negara-negara Arab.

Dalam perang melawan Israel tersebut, Faisal juga berperan dalam bidang militer dan diplomasi. Dalam bidang militer, ia mengirimkan pasukan ke medan perang di dataran tinggi Golan, Sinai, serta wilayah perbatasan Yordania dan Israel. Dalam bidang diplomasi, ia melakukan perjalanan diplomatik ke negara-negara Eropa, Asia, dan Afrika untuk mendapatkan dukungan politik bagi negara-negara Arab melawan Israel.

Langkah-langkah politiknya ini memperlihatkan hasil yang gemilang. Negara-negara Eropa Barat mengeluarkan pernyataan yang menuntut agar Israel segera meninggalkan daerah-daerah Arab yang didudukinya.

Prestasinya ini membawa Faisal menjadi raja yang paling berpengaruh di dunia Arab dan Islam. Di kalangan pemimpin bangsa Arab, ia dipandang sebagai seorang tokoh yang mampu mempersatukan negara-negara Arab setelah mengalami perpecahan yang berlarut-larut. Sementara­ itu, sebagai seorang raja yang kuat, ia juga telah berhasil melakukan “revolusi menyeluruh” dalam masyarakat Arab Saudi. Keberhasilannya ini menyebabkan ia terpilih sebagai “Man of the Year 1974” di berbagai media massa tingkat dunia.

Faisal meninggal 25 Maret 1975, akibat penembakan yang dilakukan salah seorang keponakannya, Faisal bin Musa‘id bin Abdul Aziz. Jabatannya kemudian digantikan salah seorang sepupunya, Khalid bin Abdul Aziz, yang merangkap sebagai perdana menteri.

Daftar Pustaka

al-Bazzaz, Abdurrahman. “Islam and Arab Nasionalism,” Arab Nationalism. Barkeley: University of California, 1962.
Esposito, John L. The Oxford Encyclopaedia of the Modern Islamic World. New York: Oxford University Press, 1995.
al-Farsy, Fouad. Modernity and Tradition: The Saudi Equation. London: Kegan Paul International, 1991.
Houtsma, M. Th., et.al. First Encyclopaedia of Islam 1913–1936. Leiden: E.J. Brill, 1987.
Piscatory, James P. “Ideological Politics in Saudi Arabia,” Islam in the Political Process. Cambridge: Cambridge University Press, 1983.
Shadily, Hassan, ed. Ensiklopedi Indonesia. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1984.
Weekes, Richard V., ed. Muslim People, a World Ethnographic Survey. Westport, Connecticut: Greenweed Press, t.t.

Badri Yatim