Fada’il al-A‘mal

Fadhail al-a‘mal berasal dari kata fadha’il (bentuk jamak dari fadhilah) yang berarti “keutamaan dan kelebihan” dan dari kata al-a‘mal (bentuk jamak dari ‘amal) yang berarti “amalan”. Amalan dianjurkan Allah SWT dan Rasul-Nya dalam rangka mendekatkan diri kepada-Nya.

Fadha’il al-a‘mal dapat dibedakan dalam dua bentuk, yaitu dalam bidang ibadah dan di luar bidang ibadah (muamalah). Menjalankan fadha’il al-a‘mal bidang ibadah harus didasarkan pada tuntunan (dalil) yang terdapat dalam Al-Qur’an dan sunah Rasulullah SAW.

Dalam hal ini, kaidah fikih menyatakan “al-ashlu fi al-‘ibadah at-tauqif wa al-ittiba’” (prinsip dasar dalam permasalahan ibadah adalah menunggu [dalil] dan mengikuti [dalil]). Kaidah ini menunjukkan bahwa untuk melaksanakan suatu ibadah, umat Islam dituntut untuk mengetahui alasan ibadah itu dilaksanakan dan harus senantiasa mengikuti dalil tersebut.

Karena itu, ulama fikih menyatakan bahwa taklid dalam ibadah tidak dibenarkan. Jika kelebihan amal yang dikerjakan itu tidak ada tuntunannya dalam Al-Qur’an dan sunah Rasulullah SAW, tindakan tersebut dapat masuk dalam kategori bid’ah.

Fadha’il al-a‘mal bidang ibadah cukup banyak ditemui dalam Al-Qur’an dan sunah Rasulullah SAW. Prinsipnya adalah segala perbuatan ibadah sunah termasuk dalam kategori fadha’il al-a‘mal. Contohnya, salat sunah fajar, salat rawatib (salat), puasa sunah setiap tanggal 9 Zulhijah, puasa enam hari setelah hari pertama Idul Fitri, dan salat tarawih (qiyam Ramadhan) termasuk fadha’il al-a‘mal bidang ibadah.

Salat duha merupakan salah satu bentuk fadha’il al-a‘mal yang didasarkan pada hadis Nabi SAW yang diriwayatkan Bukhari, Muslim, dan Ahmad (Imam Hanbali). Puasa setiap hari Senin dan Kamis dianjurkan kepada umat Islam sesuai dengan hadis Rasulullah SAW yang diriwayatkan at-Tirmizi, Ibnu Majah, dan al-Baihaqi. Salat al-lail (salat malam) atau salat tahajud dianjurkan agar lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT, didasarkan pada hadis yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim.

Umat Islam sangat dianjurkan untuk mengerjakan fadha’il al-a‘mal. Rasulullah SAW bersabda, “Ikutilah perbuatan-perbuatan negatif itu dengan perbuatan-­perbuatan positif, semoga perbuatan negatif itu terimbangi” (HR. Bukhari, Muslim, dan Ahmad).

Yang dimaksudkan dengan perbuatan negatif (sayyi’ah) dalam hadis tersebut adalah seluruh perbuatan dosa, mulai dari yang terkecil sampai yang terbesar. Adapun perbuatan positif (hasanah) adalah seluruh perbuatan baik dalam ibadah maupun muamalah mulai dari yang terkecil sampai yang terbesar. Namun, seperti dalam ibadah lain, fadha’il al-a‘mal dalam bidang ibadah juga tidak boleh dikerjakan dengan maksud kias.

Fadhha’il al-a‘mal dalam bidang muamalah (non-ibadah) memiliki cakupan yang sangat luas, yaitu meliputi segala perbuatan baik antarsesama manusia. Fadha’il al-a‘mal muamalah ini termasuk dalam ibadah ‘ammah (umum).

Prinsip yang digunakan adalah “segala perbuatan baik dianjurkan dan segala bentuk perbuatan jahat dicegah”. Dalam Al-Qur’an hal tersebut dikatakan sebagai amar makruf nahi mungkar seperti yang terdapat pada surah Ali ‘Imran (3) ayat 104 dan 110.

Perbuatan baik atau fadha’il al-a‘mal dalam bidang muamalah tidak terbatas pada hubungan pribadi dan masyarakat saja, tetapi juga dalam hubungannya dengan negara. Contoh fadha’il al-a‘mal dalam hubungan pribadi dan masyarakat adalah saling membantu dalam kesulitan (misalnya: yang kaya membantu yang miskin, yang berilmu membantu yang tidak berilmu), seperti yang terdapat pada hadis Nabi SAW:

“…siapa yang membantu seseorang yang berada dalam kesulitan, maka Allah SAW akan membantu kesulitannya di dunia dan di akhirat…” (HR. Muslim dari Abu Hurairah).

Contoh fadha’il al-a‘mal dalam hubungan dengan negara misalnya tidak merusak fasilitas umum yang disediakan negara. Menjalin silaturahmi tanpa membedakan status sosial juga merupakan perbuatan fadha’il al-a‘mal. Perbuatan ini didasarkan pada hadis Nabi SAW: “Siapa yang ingin dilapangkan rezekinya, maka perbanyaklah hubungan silaturahmi” (HR. Abu Dawud dan an-Nasa’i dari Anas bin Malik).

Contoh lain dalam fadha’il al-a‘mal adalah membuang duri dan semacamnya dari jalan, membersihkan lingkungan, memelihara dan melindungi anak yatim, serta tersenyum kepada orang lain yang dikenal atau tamu. Fadha’il al-a‘mal dalam bidang muamalah akan memiliki nilai jika dilakukan dengan niat yang ikhlas untuk mendapatkan rida Allah SWT dan mengikuti sunah Rasulullah SAW (HR. Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar).

Jika fadha’il al-a‘mal tersebut dilakukan karena ria, fadha’il al-a‘mal itu tidak memiliki nilai. Dalam sikap dan tingkah laku yang baik, Nabi Muhammad SAW merupakan teladan. Allah SWT berfirman dalam surah al-Ahzab (33) ayat 21,

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) dia banyak menyebut Allah.”

Fadha’il al-a‘mal juga terdapat dalam bidang akhlak. Fadha’il al-a‘mal ini antara lain terdapat pada hadis Rasulullah SAW yang meliputi: bersikap Husn az-zann (baik sangka) antara sesama muslim, saling menasihati, berbuat baik sesama tetangga, berkata jujur dan benar, memegang amnah, tidak sombong dan dengki, saling memberi salam apabila bertemu, saling mendoakan antarsesama muslim, dan saling memaafkan.

Daftar Pustaka

Ibnu Hazm. Jawami‘ as-Sirah an-Nabawiyyah. Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, t.t.

al-Jauziyah, Ibnu Qayyim. Tafsir al-Qayyim. Beirut: Dar al-Fikr, 1988.

al-Khatib, Muhammad Ajaj. al-Mujaz fi Ahadits al-Ahkam. Damascus: Mat-ba‘ah al-Jadidah, 1975.

at-Tirmizi, Abu Abdullah Muhammad al-Hakim. Nawarid al-Ushul. Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1992.

Nasrun Haroen