Delhi, Kesultanan

Delhi adalah sebuah kerajaan Islam di India utara yang berkuasa sejak awal abad ke-13 sampai dengan awal paruh kedua abad ke-16. Kesultanan­ Delhi tetap mengakui kekhalifahan Abbasiyah di Baghdad­ hingga dinasti ini runtuh pada 1258. Delhi sangat berperan penting dalam pengembangan Islam di India utara.

Islam sebenarnya telah memasuki India sejak 15 H/637 M, sesudah Nabi Muhammad SAW wafat­. Pada 711 tentara Bani Umayah berhasil menancapkan kekuasaannya­ di Lembah Indus di bawah pimpinan Jenderal Muhammad bin Qasim. Namun, jenderal yang telah mena­rik simpati penduduk India ini segera dipanggil Khalifah Su­laiman. Karena suatu alasan politis, ia ditawan dan dibu­nuh.

Meskipun demikian, batu pertama yang telah diletakkan­ Ibnu Qasim telah mempenga­ruhi kehidupan sosial-keagama­an di anak benua ini, ditambah lagi adanya­ kontak da­gang antara muslim Timur Dekat dan para pedagang­ pesisir Gujarat, Bombay, dan Deccan. Setelah­ itu, Islam terus mema­suki kawasan ini, tetapi lebih banyak dalam bentuk serbuan militer dari arah barat atau barat laut.

India utara kemudian dapat ditembus tentara muslim pada masa Dinasti Ghaznawi (Mahmud Ghaznawi). Mereka mampu menggulingkan dinasti Hindu, seperti Hindushah dari Wayhind pada 1026, mengurangi ke­kuasaan Rajput dengan kewajiban membayar jizyah, dan menerobos Kerajaan Somnath di Gujarat, Kalinjar, dan Benares (Varanasi).

Motivasi tentara Islam pada masa ini bukan membawa risalah dakwah, melainkan mencari keuntungan. Meski­pun demi­kian, mereka juga merobohkan patung berhala,­ membunuh para pemimpinnya, dan menghancurkan tempat peribadatan.

Suatu tindakan yang berpengaruh bagi pengembangan Islam di wilayah ini adalah pendirian sejumlah­ masjid dan pembentukan satuan tentara yang terdiri dari orang India. Sebelum­ diruntuhkan Dinasti Guri, Dinasti Ghaznawi telah berhasil menguasai Punjab dan menjadikan Lahore sebagai ibukota.

Dengan Punjab sebagai basis militernya, Mu’izzuddin Guri dan para jenderalnya terus mengadakan­ perluasan wilayah pada tahun-tahun terakhir abad ke-12. Raja lokal Rajput di­ tumbangkan: Prithvi Raj III, raja Chawhan dari Ajmer dan Delhi, ditaklukkan 1192 dan Jayachandra, raja Gahadavala dari Benares dan Kanawj, 1194.

Serangan selanjutnya dilancarkan terha­­dap Ganges Jumana Doab, Gujarat, Bihar, Benga­li, Gawr, dan Assam. Dalam­ serangan ini Qutbuddin Aybak dan Ikhtiya­ ruddin Muhammad Khalji mempunyai peranan yang sangat besar. Mereka­ pula yang mulai mengo­kohkan kedudukan Islam di India utara dan menjadi pendiri utama kesultanan ini.

Ketika kekuasaan Dinasti Guri yang berpusat di Khurasan (Afghanistan) melemah, Aybak (1206–1210) mengokohkan diri­nya sebagai sultan Delhi. Sejak itu hingga 1555 Delhi dikuasai para sultan yang secara berturut-turut terdiri dari dinasti: Mu’izzi atau Mamluk (1206–1290), Khalji (1290– 1316), Tugluq (1320–1414), Sayid (1414–1451), Lody (1451–1526), dan Suri atau Afgan (1540–1555).

Di bawah pemerintahan Iletmish (1211–1236), Kesultanan Delhi berhasil memasukkan Sind (Pakistan) ke dalam keku­asa­annya dan mengusir tentara Khawarizm dari wilayah kekua­saannya. Pa­da masa ini hubungan spiritual dan moral denga­n dae­rah Islam lainnya relatif kuat.

Karena itu, Iletmish meminta pengesahan kekuasaan­ dari khalifah Abbasiyah, al-Mustansir (1226–1242). Bahkan­ setelah terbunuhnya khalifah ter-akhir, al-Musta‘sim (1242–1258), para sultan dari Dinasti Mu’izzi tetap membubuhkan namanya dalam mata uang mereka. Itulah sebabnya, Islam pada masa ini mempunyai corak Suni dan ini berlangsung terus sepanjang sejarah Islam di India.

Hal penting yang mempengaruhi peradaban pada­ masa ini adalah gelombang para pengungsi dari Persia (Iran) dan Transoksania (Asia Tengah) yang datang sebelum tentara Mongol. Mereka­ masuk ke India selama masa pemerintahan Iletmish dan Balban (1266–1287). Di masa selanjutnya, seperti masa pemerintahan Muhammad bin Tugluq (1325–1351), percampuran darah di antara pen­duduk sangat­ berarti bagi peradaban Indomuslim.

Para sultan setelah Iletmish terlihat lemah. Mereka tidak mampu menghadapi serangan­ Mongol, sehingga wilayah kekuasaan terpecah­-pecah. Meskipun Balban berhasil menyatukan­ kembali daerah yang telah terpecah, kekuasa­ an Mu’izzi akhirnya melemah dan kekuasaan dipegang para sultan dari dinasti lain.

Pada 1290 Jalaluddin Firuz Syah II telah membentuk Dinasti Khalji atau Khalaj dalam kekuasaan kesultanan Delhi. Sejak masa Dinasti Guri, orang Khalaj telah turut ambil bagian dalam penyerbuan ke India. Bahkan salah se­orang di antara mereka, Ikhtiyaruddin, adalah orang pertama yang membawa Islam ke Bengali dan India selatan. etelah berkuasa, Sultan Firuz Syah II mempunyai tugas berat, yaitu mengusir orang Mongol. Meskipun demikian, pada masa pemerintahannya­ orang Mongol yang telah masuk­ Islam diizinkan­ untuk menetap di Delhi.

Tokoh lain dari Dinasti Khalji adalah Alauddin Muhammad Syah I (1296–1316). Dia sangat berambisi untuk menjadikan kesultanannya sebuah­ imperi­um yang besar. Namun, sejak awal dia harus berhadapan dengan tentara Mongol keturunan Chaghatay di front barat laut, sehingga Delhi sendiri terancam.

Ambisinya sedikit terpenuhi di India Selatan, tetapi daerah kaya di selatan Vindhya belum ter­kuasai tentara muslim. Serbuan terhadap Devagiri (sekarang disebut Dawlatabat) di sebelah barat Deccan (1926), ibukota Kerajaan Yadavas, telah memberikan keka-yaan yang banyak­. Kemudian ia mengirimkan tentaranya hampir ke seluruh perbatasan selatan Deccan.

Sementara itu, Alauddin masih menggunakan gelar Nasir Amirulmukminin. Satu-satunya pemerintahan muslim India yang menggunakan gelar kekha­lifahan

Amirulmukminin adalah putranya, Qutbuddin Mubarak Syah I (1316–1320). Kekua­saan­ Khalji berakhir dengan munculnya seorang Gujarat Hindu yang memeluk Islam, Khusraw Khan. Setelah murtad dari Islam, ia merebut Kesultanan­ Delhi.

Kendali pemerintahan muslim pulih kembali de­ngan munculnya seorang Turco-India, Gazi Malik Tugluq, dan putranya, Muhammad. Pada 1320 Tugluq memproklamasikan­ pemerintahan Dinasti Tugluq. Muhammad bin Tugluq (1320–1325) banyak memperbaiki stabilitas eko­nomi dan administrasi­.

Raja berikutnya, Muhammad (1325–1351), mempunyai banyak hubungan diplomatik dengan­ dunia Islam di luar India. Dia berhubungan dengan Mamluk Mesir dan meminta legitimasi­ dari para khalifahnya. Pada masanya terjadi pemindah­an pusat pemerintahan dari Delhi ke Devagiri. Pemindahan ini mengakibatkan kelemahan kekuasaan. Be­ berapa kera­jaan,­ baik muslim maupun­ Hindu, bermunculan.

Firuz Syah III (1351–1388) dapat memulihkan kekuasaan kesultanan di Sind dan Bengali, tetapi tetap belum berhasil menjangkau Deccan. Para sultan setelah Firuz Syah III terlihat tidak dapat menahan laju para pemimpin muslim yang mem­ proklamasikan­ kekuasaan independen di berbagai propinsi.

Pada 1451 seorang kepala suku Afgan dari Lody, Bahlul Khan Lody, membuat garis di­nasti ba­ru dalam Kesultanan Delhi. Di masa ini Kesultanan Delhi memperluas wi­layahnya ke India tengah. Ia berhasil menumbangkan raja Shargi dari Jawnpur pada 1477.

Keberhasilan juga tercapai dalam penyerbuan ke negara-negara Rajput. Di masa ini pula terjadi pemindahan pusat­ pemerintahan­ ke Agra. Sultan terakhir Dinasti Lodi, Ibrahim­ II (1517–1526), telah merenggang­kan­ hubungan­ di antara para komandan tentaranya,­ sehingga­ sebagian mereka mengundang Babur dari Kerajaan Mughal. Hal ini mengakibatkan­ Mughal melakukan banyak intervensi ke dalam kesultanan­ dan akhirnya merebutnya.

Selama 15 tahun Dinasti Suri atau Afghan berusaha mem-pertahankan Kesultanan Delhi. Akan tetapi, dinasti ini terlalu lemah untuk dapat mengalahkan tentara Mughal. Pada 1555 Mughal berhasil memasukkan seluruh wilayah­ Kesultanan­ Delhi ke dalam kekuasaannya.

Daftar Pustaka

Arnold, Thomas W. The Preaching of Islam: A History of the Propagation of the Muslim Faith. Lahore: Muhammad Ashraf, 1979.
Bosworth, Clifford Edmund. The Islamic Dynasties: A Chronological and Genealogical Handbook. Edinburg: Edinburg University Press, 1980.
Mujeeb, M. The Indian Muslims. London: George Allen and Unwin LTD, 1967.
Rizvi, Sayid Athar Abbas. “Muslim India: From the Coming of Islam to Independ-ence,” The World of Islam, ed. Bernard Lewis. London: Thames and Hudson, 1976.

Hery Noer Aly