Burhanuddin adalah seorang ulama besar dari Ulakan, Pariaman, Sumatera Barat. Nama kecilnya adalah Pono. Ayahnya bernama Pampak dari suku Koto dan ibunya bernama Cukuik dari suku Guci. Burhanuddin termasuk suku Guci karena susunan kekerabatan Minangkabau berdasarkan garis ibu (matrilineal).
Pada usia 7 tahun Pono bersama orangtuanya merantau ke Sintuk, suatu daerah dekat Lubukalung. Mereka diberi sebidang tanah oleh seorang ninik mamak setempat yang bergelar Datuk Sati. Kemudian Pono merantau ke Tapakis untuk berguru kepada seorang ulama besar, Yahyuddin, yang dikenal sebagai Tuanku Madinah (w. 1043 H/1633 M).
Atas anjuran ulama itu, ia kemudian belajar kepada seorang ulama besar di Aceh, Syekh Abdur Rauf Singkel. Ia belajar agama Islam dari 1043 H/1633 M sampai 1073 H/1662 M. Sebelum meninggalkan Aceh, Abdur Rauf mengganti nama Pono dengan Burhanuddin, yang berarti “bukti agama”. Penggantian dilakukan dalam suatu upacara yang dihadiri teman seperguruan dan dipimpin langsung oleh Abdur Rauf.
Burhanuddin kemudian menuju Ulakan dan mendirikan surau di Tanjung Medan. Ia berhasil mengembangkan agama Islam di kalangan masyarakat Sumatera bagian tengah. Pengaruhnya yang paling besar berada di kalangan masyarakat pedalaman.
Burhanuddin menganut paham Syattariyah. Karena itulah, surau Ulakan dikenal sebagai pusat Tarekat Syattariyah. Sampai sekarang Ulakan yang terletak di pantai barat Sumatera (di sebelah utara kota Padang) mempunyai kedudukan khusus di kalangan masyarakat Sumatera Barat.
Syekh Burhanuddin secara fanatik dihormati para tokoh dan pengikut tarekat lain yang ada di daerah itu, misalnya Tarekat Naqsyabandiyah, Samaniyah, dan Kadiriyah. Mereka beranggapan bahwa ilmu agama yang mereka miliki merupakan hasil tuntunan Syekh Burhanuddin yang disampaikan muridnya yang telah berhasil mengembangkannya.
Aliran Syattariyah berhasil dikembangkan sampai ke peda laman Sumatera Barat (Minangkabau). Di Pamansiangan Luhak Agam didirikan pusat pengajian. Ulama (tuanku) yang berasal dari wilayah ini memperdalam ajaran Islam di Ulakan. Di antara ulama itu yang terkenal adalah Tuanku Koto yang berasal dari Nagari Ampat Angkat Luhak Agam.
Tempat tinggalnya menjadi pusat pengembangan agama Islam di Luhak Agam dan sekitarnya. Muridnya terkenal taat dalam menyebarkan agama Islam. Salah seorang muridnya yang terkenal adalah Tuanku Imam Bonjol (1772–1864), seorang pemimpin Perang Paderi.
Pengaruh Ulakan bagi perkembangan Islam di Minangkabau cukup besar, sehingga dalam tradisi sejarah di kalangan ulama kota kecil ini sering dianggap sebagai sumber penyebaran Islam pada abad ke-17. Tradisi surau sebagai pusat pengajaran dan pemupukan ilmu keagamaan diawali di kota ini dan dari sini pulalah silsilah atau mata rantai surau terkemuka dimulai.
Pada waktu Burhanuddin mendirikan surau di Ulakan yang didominasi Belanda sejak mundurnya kekuasaan Aceh, pantai barat masih berada dalam periode tradisi. Persaingan perdagangan dan perbuatan hegemoni terjadi, baik di antara pendatang maupun pribumi.
Periode ini juga ditandai dengan ketidakpastian politik. Pada saat inilah pantai barat Sumatera terlibat dalam suasana kultural dan keagamaan yang cukup kuat. Di kota ini Burhanuddin mengembangkan Islam selama 39 tahun.
Hingga saat ini setiap bulan Safar banyak peziarah dari Sumatera Barat berkunjung ke Ulakan untuk melakukan suatu upacara yang disebut “basapa gadang” (bersafar besar). Adapun setiap bulan selalu ada acara “basapa ketek” (bersafar kecil). Pada umumnya mereka adalah pengikut Tarekat Syattariyah dan Naqsyabandiyah. Para peziarah terdiri atas kelompok yang masing-masing dipimpin seorang guru.
Daftar Pustaka
Abdullah, Taufik. Islam dan Masyarakat. Jakarta: LP3ES, 1987.
–––––––. Modernization in the Minangkabau World: West Sumatera in the Early
Decades of the Twentieth Century. t.tp.: Claire Holtt, Culture, and Politics in Indonesia, Ithaca, London, Cornell Univ. Press: 1972.
Djaja, Tamar. Pusaka Indonesia: Riwayat Hidup Orang-Orang Besar Tanah Air. Jakarta: Bulan Bintang, 1966.
HAMKA. Ayahku. Jakarta: Djajamurni, 1963.
–––––––. Sejarah Ummat Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1981.
Mansur, M.D. Sejarah Minangkabau. Jakarta: Bharata, 1970.
Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah. Sejarah Sumatera Barat. Jakarta: Depdikbud, Proyek Penerbitan Buku Bacaan dan Sastra Indonesia dan Daerah, 1978.
van Ronkel, Ph.S. “Het Heiligdom te Oelakan,” TBG, No. 56, 1914.
Steenbrink, Karel A. Beberapa Aspek tentang Islam di Indonesia Abad ke-19. Jakarta: Bulan Bintang, 1984.
Vlekke, Bernard H.M. Nusantara: A History of Indonesia. The Hague W. van Hoeve Ltd., 1965.
Budi Sulistiono