Bahrein

(Daulah al-Bahrain)

Bahrein adalah sebuah negara monarki konstitusional yang terdiri dari satu pulau besar dan sejumlah pulau kecil di Teluk Persia. Luas: 692,4 km2. Penduduk: 1.800.000 (data 2022). Kepadatan penduduk: 2.239/km2. Ibukota: Manama. Bahasa resmi: Arab. Agama resmi: Islam. Satuan mata uang: dinar.

Bahrein terdiri atas lebih dari 30 pulau; pulau utamanya adalah Bahrein, al-Muharraq, Sitra, Umm Nassan, dan Hawar, yang terdiri atas dataran rendah berbatu kapur tandus. Suhu udara 38° C pada Juni-September; pada musim hujan 10–27°C. Curah hujan rata-rata 80 mm/tahun.

Penduduk kebanyakan tinggal di bagian utara Pulau Bahrein; 92% penduduk hidup di perkotaan. Mayoritas adalah orang Arab; lainnya India, Iran, dan Pakistan. Penduduk asli 100% muslim (sekitar 70 persen Syiah). Selain bahasa resmi Arab, digunakan juga bahasa Persia, India, Pakistan, dan Inggris. Koran dan majalah diterbitkan dalam bahasa Arab dan Inggris.

Tingkat pendidikan rakyat merupakan yang terbaik di antara negara Teluk. Semua anak usia sekolah bersekolah, antara umur 6 hingga 15 tahun diwajibkan belajar. Pendidikan di semua tingkat bebas biaya. Di Manama terdapat Universitas Bahrein yang didirikan pada 1986.

Institusi pendidikan tinggi lainnya antara lain adalah Institut Ilmu Kesehatan. Pelayanan kesehatan diberikan cuma-cuma. Sistem suplai listrik bagi penduduk merupakan salah satu yang terbaik di Timur Tengah.

Bahrein merupakan salah satu negara yang memiliki standar hidup tertinggi di Teluk. Perekonomiannya tergantung pada industri minyak. Kilang minyaknya di Pulau Sitra termasuk yang terbesar dan termodern di dunia, memproses produk minyak dari negara tetangga. Hasil pertanian: gandum, sayur-mayur, jeruk, alfalfa, beras, dan udang.

Manufaktur dan industri meliputi aluminium, bahan bangunan, minyak bumi; juga terdapat pengolahan makanan dan minuman, serta galangan kapal tanker. Pergudangan modern dan fasilitas pelabuhan membuat Bahrein sebagai pusat perdagangan besar di Teluk Persia. Bandara di al-Muharraq menghubungkan negara itu dengan negara lain.

Bahrein aktif dalam organisasi perekonomian, baik regional maupun internasional. Meski termasuk negara yang menghasilkan minyak, Bahrein tidak menjadi anggota OPEC (Organization of Petroleum Exporting Countries), tetapi anggota OAPEC (Organization of Arab Petroleum Exporting Countries), yang menetapkan kebijakan minyak Arab.

Selain itu Bahrein juga menjadi pendiri dan anggota GCC (Gulf Cooperation Council) dan berpartisipasi sebagai dewan inisiatif dalam kerja sama ekonomi antar-anggotanya. Bahrein menjadi anggota Bank Dunia dan IMF (International Monetary Fund), setelah merdeka pada 1971 dari tangan Inggris.

Sejarah. Bahrein telah menjadi pusat perdagangan dan perhubungan besar di wilayah Teluk selama berabad-abad. Suku Arab (Iyad dan Azad) telah lama menetap di wilayah itu. Kemudian suku itu dikalahkan suku Arab lain (Bani Abdul Qais, Bani Bakar bin Wail, dan Tamim) yang datang dari Tihamah (Arab Saudi selatan). Suku ini menguasai Bahrein di bawah Persia hingga datangnya Islam.

Menurut sebuah riwayat, ketika pemerintahan Islam sudah stabil di Madinah setelah Perjanjian Hudaibiyah (6 H/628 M) atau sesudah penaklukan Mekah atau Fath al-Makkah (8 H/630 M), Rasulullah SAW mengutus al-Ula bin Abdullah al-Hadramike ke Bahrein untuk mengajak penduduknya masuk Islam.

Al-Ula membawa dua pucuk surat Nabi SAW kepada penguasa Bahrein, al-Munzir bin Sawa at-Tamimi dan al-Mirbazan, untuk mengajak keduanya masuk Islam. Kedua tokoh itu menerima surat Nabi SAW dengan baik dan menyatakan diri masuk Islam. Teladan itu diikuti oleh semua orang Arab dan sebagian non-Arab di Bahrein. Mereka yang bertahan tetap dalam agamanya adalah orang Majusi, Yahudi, dan Nasrani.

Sejak itu al-Munzir melepaskan diri dari Persia. Nabi Muhammad SAW menetapkan al-Munzir tetap memegang jabatannya sebagai wali Bahrein hingga wafat (10 H/632 M). Ia didampingi oleh beberapa orang sahabat Nabi SAW untuk mengajarkan Islam kepada penduduk. Setelah al-Munzir wafat, Nabi SAW mengangkat al-Ula sebagai penggantinya, tetapi tidak lama kemudian Nabi SAW menggantinya dengan mengangkat Aban bin Sa‘id bin As.

Pada masa Khalifah Abu Bakar as-Siddiq, al-Ula diangkat kembali menjadi wali Bahrein atas permintaan penduduknya. Pada periode ini kaum muslimin Bahrein dari keluarga Bani Qais bin Sa‘labah, Bani Rabiyah Khala al-Jarud bin Basyar al-Abd, murtad dari Islam di bawah pimpinan al-Hatam dari Bani Qais.

Golongan murtad ini ditumpas oleh al-Ula. Sebagian di antara mereka kembali ke Islam, dan yang tetap dalam kekafiran dihukum oleh al-Ula, sehingga umat Islam Bahrein kembali tenang. Penumpasan golongan murtad tersebut dibantu oleh umat Islam Bahrein yang telah menerima kebenaran Islam.

Pada masa Khalifah Umar bin Khattab, Usman bin Abi al-As diangkat menjadi wali Bahrein. Ia adalah salah seorang tokoh terkenal penakluk Persia, yang kemudian meninggalkan saudaranya, Mugirah bin Abi al-As, untuk menggantikannya di wilayah itu untuk meneruskan perjuangannya dalam menaklukkan Persia.

Masa berikutnya, Bahrein diperintah seorang gubernur. Sejak Usman bin Affan menjadi khalifah, banyak sahabat Nabi SAW yang keluar dari Madinah. Mereka pergi ke berbagai negeri taklukan Islam, termasuk Bahrein, untuk mengajarkan Islam kepada penduduknya. Islam pun semakin berkembang. Pada masa Dinasti Umayah, Bahrein menjadi salah satu pusat gerakan Khawarij an-Najdah (salah satu sekte Khawarij) yang menguasai daerah itu hingga 105 H/724 M.

Pada masa Dinasti Abbasiyah, Bahrein bersama wilayah lain diperintah oleh seorang wali. Abu Abbas as-Saffah (khalifah pertama) mengangkat Daud bin Ali menjadi wali untuk Mekah, Madinah, Yaman, Yamamah (Irak), dan Bahrein. Tetapi sejak masa pemerintahan Khalifah Abu Ja‘far al-Mansur (754–775), Bahrein diperintah oleh seorangwali.

Setelah periode pertama dinasti ini berakhir dan kekuasaan politik berpindah ke tangan Turki, Bahrein menjadi pusat Gerakan az-Zanj, gerakan pemberontakan (di bawah pimpinan Ali bin Muhammad) terhadap penguasa Dinasti Abbasiyah pada 870–883. Kemudian Bahrein juga menjadi pusat Gerakan Qaramitah.

Memasuki abad ke-5 H, Dinasti Abbasiyah kembali menguasai Bahrein, dan penduduk membangun banyak masjid. Pada 469 H/1077 M gerakan Qaramitah dihancurkan tentara Abbasiyah.

Sejak abad ke-16, Bahrein dikuasai Usmani Turki; sejak 1782 dikuasai keluarga al-Khalifah, setelah sebelumnya dikuasai Arab Saudi pada masa Saud bin Faisal; tahun 1861 menjadi protektorat Inggris. Tahun 1971 Inggris menarik diri dari Teluk Persia.

Bahrein merdeka tahun itu juga di bawah pimpinan Syekh Isa al-Khalifah dan bergabung dengan Liga Arab. Tahun 1973, Bahrein memiliki konstitusi dan membentuk majelis nasional yang anggotanya dipilih oleh rakyat. Tetapi pada 1975 parlemen tersebut dibubarkan dan konstitusi dibekukan.

Juni 1995 terjadi kerusuhan akibat ketidakadilan distribusi kekayaan, tingginya tingkat pengangguran, dan penguasa yang represif. Awal 1996 mayoritas Syiah melakukan protes yang berakhir dengan penangkapan 600 orang.

Sejak 1999 raja yang berkuasa adalah Hamad bin Isa al-Khalifa. Hamad bin Isa al-Khalifa pada 2001 melakukan sejumlah reformasi, antara lain amnesti untuk 400 tawanan politik, pembentukan kembali parlemen, dan hak memilih untuk wanita. Sejak 2002 Bahrein berbentuk monarki konstitusional dengan raja sebagai kepala negara.

Raja mengangkat perdana menteri dan Dewan Menteri. Dewan legislatif Bahrein berbentuk bikameral yang terdiri dari 80 anggota (40 dipilih oleh raja dan 40 lainnya oleh rakyat). Peradilan juga menyelenggarakan peradilan agama menurut syariat.

Bahrein diperintah oleh seorang raja Sunni, yang keluarganya memegang jabatan politik dan militer utama. Perpecahan antara mayoritas warga Syiah dan penguasa Sunni menyebabkan ketegangan yang berlangsung lama di kerajaan, yang secara sporadis memanas dan menjadi pembangkangan sipil.

Pemerintah Bahrein meminta bantuan militer Arab Saudi untuk meredam aksi protes para demonstran, yang menuntut suara yang lebih besar dalam pemerintahan pada awal 2011. Para tokoh Syiah telah lama menuduh adanya diskriminasi sistematis dalam pekerjaan dan layanan.

Pada 2022, Bahrein dipimpin oleh Hamad bin Isa Al Khalifa, yang mendeklarasikan dirinya sebagai Raja sejak 14 Februari 2002. Sebelumnya, ia menjadi Emir Bahrein sejak 6 Maret 1999. Sebagai Putra Mahkota merangkap Perdana Menteri adalah Pangeran Salman bin Hamad Al Khalifa. Salman adalah putra tertua dari Hamad bin Isa Al Khalifa dan Putri Sabeeka binti Ibrahim Al Khalifa.

Daftar Pustaka

Adams, Michael, ed. Handbook to the Modern World: The Middle East. New York: FackOn File Publication, 1988.
Landen, Robert Geran. “Bahrain,” The World Book Encyclopaedia. Vol. 2. London-Chicago-Sydney-Toronto: World Book Inc., 1986.
Mu’min, Mustafa. Qasamat al-‘alam al-Islam al-Ma‘asir. t.tp.: Dar al-Fikr, 1974.
Sheskin, Ira M. “Bahrain,” Grolier Academic Encyclopaedia. Vol. 3. t.tp.: Grolier International, 1983.
Syalabi, Ahmad. Mausu‘ah at-Tarikh al-Islamiwa al-hadarah al-Islamiyyah. Jil. VII. Cairo: an-Nahdah al-Misriyah, 1977.
https://www.worldometers.info/world-population/bahrain-population/, diakses pada 11 Maret 2022.
https://www.bbc.com/news/world-middle-east-14540571, diakses pada 11 Maret 2022.
https://www.mofa.gov.bh/AboutBahrain/Goverment/HHtheCrownPrince/tabid/139/language/en-US/Default.aspx, diakses pada 11 Maret 2022.

Suyuti Pulungan

Data telah diperbarui oleh Tim Redaksi Ensiklopediaislam.id (Maret 2022)