Saifuddawlah

(Ar.: saif ad-daulah)

Saifuddawlah berarti “pedang negara”. Gelar Saifuddawlah diberikan oleh Khilafah (kekhalifahan) Abbasiyah kepada amir suatu negeri yang berdiri sendiri tetapi tetap membela dan mengakui khalifah yang berkedudukan di Baghdad.

Gelar Saifuddawlah mulai diberikan pada masa Khilafah Abbasiyah menjadi lemah karena persaingan antara orang Arab dan Persia yang saling berebut kekuasaan, sehingga muncullah dinasti kecil yang memisahkan diri dari pemerintah pusat di Baghdad.

Selain gelar Saifuddawlah, juga terdapat gelar Muhazzibuddawlah (Penasihat Negara), Aminuddawlah (Kepercayaan Negara), Nasiruddawlah (Penolong Negara), dan Amirul Umara (Pemimpin Pemerintahan), yang diberikan kepada amir yang mendukung dan mempertahankan Abbasiyah. Amir yang mendapat gelar Saifuddawlah ada dua orang, yaitu Abul Hasan Ali bin Hamdan dan Sadaqa bin Mansur bin Dubais bin Ali bin Mazyad.

Abul Hasan Ali bin Hamdan (303 H/916 M–356 H/967 M) adalah penguasa Bani Hamdaniyah dan amir kota Aleppo (Suriah). Ia mendapat gelar Saifuddawlah karena berjasa memadamkan pemberontakan terhadap Khalifah al-Muttaqi (329 H/940 M–333 H/944 M).

Setelah itu, Abul Hasan lebih dikenal dengan nama Saifuddawlah. Ia banyak melakukan peperangan terhadap pasukan Rum Bizantium (Kerajaan Romawi Timur) dan pasukan Ikhsyidiyah dari Mesir.

Abul Hasan akhirnya menjalin hubungan damai dengan Bani Ikhsyidiyah melalui sebuah perjanjian: Aleppo diserahkan kepada Bani Hamdaniyah dan Damascus kepada Bani Ikhsyidiyah. Adapun terhadap pasukan Rum, ia terus melancarkan perang sampai akhir hayatnya (selama 20 tahun).

Pada peperangannya dengan pasukan Rum pada 337 H/949 M, Saifuddawlah Abul Hasan Ali bin Hamdan menderita kekalahan dan pasukan Rum Bizantium dapat merebut kota Mar’asy dan membantai penduduk Tarsus.

Pada 339 H/951 M Saifuddawlah dapat merebut benteng pasukan Rum dan mendapat banyak harta rampasan perang. Tetapi sekembalinya dari medan perang, ia dan pasukannya dikepung dan diserang, sehingga ia terpaksa meninggalkan harta rampasan dan tawanan perang. Ia dan beberapa pasukannya dapat meloloskan diri dalam perang di Massisah ini.

Pada 342 H/954 M Saifuddawlah menghadapi pasukan Bizantium yang menghimpun pasukan Rusia, Bulgaria, dan Khazar, yang dipimpin oleh Barzos Focas. Ia dapat mengalahkan pasukan Barzos Focas di Mar’asy dan menawan Konstantin, putra Barzos Focas.

Konstantin dibawa ke Aleppo dan meninggal dalam tahanan. Saifuddawlah lalu menyuruh orang Kristen di Aleppo untuk menyelenggarakan prosesi penguburan yang meriah untuk Konstantin.

Pada 343 H/955 M Saifuddawlah Abul Hasan Ali bin Hamdan kembali menyerang pasukan Focas di dekat istana kota Hadas. Pada 347 H/958 M pasukan Bizantium menaklukkan Sumaisat, mengancam kota Aleppo, dan menangkap sejumlah besar pasukan berkuda Islam yang kemudian dibawa ke Constantinopel.

Pada 351 H/962 M Nicephoros, gubernur Bizantium pengganti Focas, memimpin 200.000 pasukan menyerang Aleppo. Pasukan Saifuddawlah dikalahkan dan 1.200 pasukannya ditangkap musuh lalu dibunuh semua. Saifuddawlah dapat menyelamatkan diri dalam benteng kota yang kokoh bersama sebagian pasukannya.

Pasukan musuh menjarah kota selama seminggu dan kemudian mengundurkan diri. Pada 352 H/963 M Saifuddawlah berhasil mengalahkan pasukan Bizantium di dekat Aleppo. Pada 355 H/966 M ia mengadakan perjanjian pertukaran tawanan perang dengan Rum Bizantium di tepi Sungai Eufrat.

Ia meninggal pada 356 H/967 M karena sakit dan dikuburkan dekat makam ibundanya di Maiyafariqin. Sesuai wasiatnya, di liang lahatnya diletakkan batu bata yang dibuat dari tanah dan debu yang melekat di pakaiannya dalam peperangannya.

Selain pemberani, Saifuddawlah juga dikenal menyenangi ulama dan para penyair. Ia juga dapat menggubah syair. Penyair terkenal yang banyak memujinya adalah Abu Tayyib al-Mutanabbi (penyair Suriah abad ke-10).

Abu Faraj al-Isfahani, seorang penulis dan sastrawan, mempersembahkan kitab al-Agani karangannya untuk Saifuddawlah. Ia juga berteman dengan al-Farabi, filsuf dan musikus ternama, yang meninggal pada waktu menyertainya ke Damascus.

Amir lain yang juga bergelar Saifuddawlah adalah Sadaqa bin Mansur bin Dubais bin Ali bin Mazyad. Ia adalah amir Hillah (kota antara Kufah dan Baghdad) di masa Khalifah al-Mustazhir (487 H/1094 M–512 H/1118 M).

Ia menjadi amir sejak ayahnya meninggal pada 479 H/1086–1087 M. Ia dijuluki rakyatnya sebagai Raja Arab (Malik al-‘Arab). Ia meninggal dalam peperangan melawan pasukan Bani Seljuk pada 501 H/1108 M.

DAFTAR PUSTAKA
Bek, Muhammad Khudari. Muhadarah Tarikh al-Umam al-Islamiyyah. Cairo: al-Maktabah at-Tijariyah al-Kubra, 1970.
Ibnu al-Asir. al-Kamil fi at-Tarikh. Beirut: Dar as-Sadir, 1966.
Omar, F. The Abbasid Caliphate. Baghdad, 1969.
Shaban, M.A. The Abbasid Revolution. Cambridge, 1970.
Stryzewska, Bojena Gajene. Tarikh ad-Daulah al-Islamiyyah. Beirut: al-Maktab at-Tijari, t.t.
Wajdi, Muhammad Farid. Da’irah al-Ma‘arif al-Qarn al-‘Isyrin. Beirut: Dar al-Ma‘rifah, 1971.
M. Rusydi Khalid