Ayat Kursi

Ayat kursi adalah nama untuk ayat 255 dalam surah al-Baqarah, karena di dalamnya terdapat kata kursi yang berarti kursi Allah yang meliputi langit dan bumi. Kata kursi mempunyai arti “takhta, singgasana, tempat duduk, kekuasaan, pengetahuan, dan simbol otoritas”.

Menurut para ahli tafsir, yang dimaksud dengan kursi Allah adalah gambaran tentang kekuasaan­-Nya yang maha besar dan kerajaan-Nya yang maha luas, dan bukan kursi yang kita kenal sehari-hari yang berbentuk materiil. Yang memberi nama ayat kursi ini adalah Nabi Muhammad SAW sendiri, sebagaimana diisyaratkan dalam hadis riwayat Ahmad dan an-Nasa’i yang membicarakan keagungan­ ayat tersebut.

Hadis ini dinyatakan dalam bentuk dialog yang panjang antara Abu Zar dan Nabi SAW. Dalam akhir percakapan, Abu Zar bertanya kepada Rasulullah SAW, “Ya Rasulullah, ayat apakah yang paling agung yang pernah engkau terima dari Tuhanmu?”Kemudian Nabi SAW menjawabnya, “Ayat kursi, yaitu Allah tidak ada Tuhan melainkan Dia yang hidup kekal lagi terus-menerus mengurus makhluk-Nya….”

Keagungan ayat kursi ini banyak dikemukakan dalam beberapa hadis Nabi SAW, antara lain diriwayatkan dari Ubay bin Ka‘b yang menjelaskan dialog antara Nabi SAW dan sahabatnya. Ubay bin Ka‘b berkata bahwa Nabi SAW pernah bertanya kepadanya, “Hai Abu al-Munzir (sebutan lain Ubay bin Ka‘b) Tahukah engkau, ayat manakah yang paling utama di antara sekian banyak ayat yang terdapat dalam Al-Qur’an yang ada padamu?” Kemudian Ubay bin Ka‘b menjawab, “Allah dan Rasul­Nya lebih tahu.”

Lalu Rasulullah SAW mengulangi lagi pertanyaan yang sama kepada sahabatnya dan Ubay pun menjawab, “Allah tidak ada Tuhan melainkan Dia yang hidup kekal lagi terus mengurus (makhluk-Nya).” Mendengar jawaban Ubay, Rasulullah SAW merasa senang sekali seraya bersabda, “Demi Allah semoga engkau dengan ilmumu akan selalu mendapatkan kebahagian dan keharuman nama.”

Apabila dibandingkan dengan ayat lain, ayat kursi lebih agung karena di dalamnya terdapat sejumlah nama dan sifat Allah SWT yang melebihi nama dan sifat-Nya yang terdapat di dalam ayat lain. Seperti dikatakan Nabi SAW, Allah SWT mempunyai 99 nama yang disebut al-asmaul Husna. Semuanya tercantum dalam Al-Qur’an, namun sebutan nama dan sifat-Nya yang disebutkan dalam satu ayat hanya ada pada ayat kursi ini.

Dalam hadis lain yang diriwayatkan Abu Bakar bin Mardawaih, dikatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda:

“Barangsiapa yang sering membaca ayat Kursi pada setiap melaksanakan salat fardu, maka baginya kelak tak akan mendapatkan rintangan apabila masuk surga, kecuali maut.”

Para ahli hadis menganggap hadis tersebut tergolong daif (lemah), namun dapat dimanfaatkan sebagai dorongan untuk berbuat baik (beramal saleh). Ibnu Kasir dalam kitabnya, Tafsir Al-Qur’an al-‘Anam, mengatakan bahwa ayat kursi mengandung sepuluh kalimat yang tersimpul menjadi satu dan dapat berfungsi jika dihayati dan direnungkan pembacanya.

Hubungan antara ayat kursi dan ayat sebelum dan sesudahnya mempunyai keserasian dalam makna. Pada ayat sebelumnya, Allah SWT menjelaskan situasi yang terjadi pada hari kiamat sebagai  hari pembalasan. Dalam ayat kursi disebutkan pula tentang tiadanya syafaat yang akan diterima­ manusia, kecuali orang yang menda­pat izin dari-Nya.

Pada ayat sesudahnya Allah SWT menegaskan perbedaan antara dua sikap mental yang saling bertentangan, yaitu sikap percaya kepada Allah SWT sebagai sikap yang benar dan percaya terhadap tagut sebagai sikap yang tidak terpuji dan sesat.

Daftar Pustaka

Ali, Abdullah Yusuf. The Holy Qur’an: Text, Translation and Commentary, New Revised Edition. Brentwood, Maryland: Amana Corporation, 1989.
al-Asqalani, Syihabuddin Abu Fadl Ibnu Hajar. Fath al-Bari fi Syarh al-Bukhari. Cairo: Mustafa al-Babi al-Halabi wa Auladih, 1951.
al-Bukhari. Sahih al-Bukhari. Beirut: Dar al-Fikr, 1981.
Hanbal, Ahmad bin. Musnad al-Imam Ahmad ibn Hanbal. Beirut: Dar al-Fikr, t.t.
Ibnu Kasir. Tafsir Al-Qur’an al-‘Azim. Beirut: ‘Alam al-Kitab, 1985 M.
Rida, Muhammad Rasyid. Tafsir Al-Qur’an al-Hakim (al-Manar). Cairo: Dar al-Manar, 1953.

A. Saifuddin