Abu Isa Muhammad at-Tirmizi adalah seorang ilmuwan Islam dan ahli hadis kanonik (standar, baku). Nama lengkapnya adalah Abu Isa Muhammad bin Isa bin Saurah bin Musa bin Dahhak as-Sulami al-Bugi. Sebagai ahli hadis, ia dinilai positif. Abu Ya’la al-Khalili, ahli hadis juga, menyatakan bahwa at-Tirmizi adalah orang siqah (tepercaya) dan hal ini disepakati para ulama.
Ibnu Hibban al-Busti (ahli hadis) mengakui kemampuan at-Tirmizi dalam hal menghafal, menghimpun, menyusun, dan meneliti hadis, sehingga ia menjadi sumber pengambilan hadis ulama terkenal, termasuk Imam Bukhari ketika menyusun hadisnya. Namun menurut Ibnu Hazm, at-Tirmizi adalah sosok yang tidak dikenal ulama (majhul). Ulama lain berpendapat bahwa anggapan Ibnu Hazm tersebut tidak mempengaruhi ketokohan at-Tirmizi dalam bidang hadis.
Kesungguhannya dalam penggalian hadis terlihat dari sumber (syaikh) yang digunakannya. Di samping banyak yang sama dengan karya lima imam lainnya (Sahih al-Bukhari, Sahih Muslim, Sunan Abu Dawud, Sunan an-Nasa’i, dan Sunan Ibnu Majah), at-Tirmizi juga banyak menggali dari sumber yang lebih tua, antara lain beberapa sumber yang lebih tua dari karya tersebut. Dalam bidang hadis, at-Tirmizi adalah murid Bukhari. Pendapat Bukhari tentang nilai hadis sering ditampilkan dalam karyanya, Sunan at-Tirmidzi atau Jami‘ at-Tirmidzi.
Kitab Sunan at-Tirmidzi menjadi sangat penting bagi studi hadis karena dalam kitab tersebut at-Tirmizi betul-betul memperhatikan ta‘lil (penentuan nilai) hadis dengan menyebutkan secara eksplisit hadis yang sahih. Kitab hadis ini menduduki peringkat ke-4 di antara al-Kutub as-Sittah.
Menurut pengarang Kasyf az-zunun (Menyingkap Keraguan), Hajji Khalfah (w. 1657), kedudukan Sunan at-Tirmidzi berada pada peringkat ketiga dalam hierarki al-Kutub as-Sittah. Bahkan Abu Isma’il al-Ansari, ahli hadis, memandang kitab at-Tirmizi lebih bermanfaat daripada kitab Bukhari dan Muslim dari segi penggunaannya. Kitab Bukhari dan Muslim hanya dapat dipahami seorang ahli, tetapi Sunan at-Tirmidzi dapat dipahami siapa pun.
Imam at-Tirmizi mempunyai pedoman pokok dalam menyaring hadis untuk bahan kitabnya, yaitu apakah hadis itu dipakai fukaha (ahli fikih) sebagai hujah atau tidak. Dengan demikian dalam kitabnya ini terhimpun hadis yang ma‘mul (praktis). At-Tirmizi tidak menyaring hadis dari segi sahih atau daif. Karena itulah, ia selalu memberikan uraian tentang nilai hadis, bahkan uraian perbandingan dan kesimpulannya.
Salah satu keistimewaan Sunan at-Tirmidzi adalah pencantuman riwayat dari sahabat lain mengenai masalah yang dibahas dalam hadis pokok (hadits al-bab), baik isinya yang semakna maupun yang berbeda, bahkan yang bertentangan sama sekali secara langsung maupun tidak langsung.
Di samping itu, Imam at-Tirmizi di dalam kitabnya banyak mencatat perbedaan pendapat di kalangan fukaha tentang istinbat hadis pokok dan menyebutkan beberapa hadis yang berbeda dalam hal itu serta memberikan penilaiannya. Inilah yang dipandang sebagai keistimewaan tertinggi Sunan at-Tirmidzi karena dalam hal ini terjangkau tujuan pokok ilmu hadis, yaitu memilih hadis yang sahih untuk kepentingan berhujah dan beramal.
Keistimewaan lain Sunan at-Tirmidzi yang langÂsung berhubungan dengan ‘Ulum al-hadits (ilmu hadis) adalah ta‘lil al-hadits. Nilai hadis yang dimuat disebutkan dengan jelas, bahkan nilai rawinya yang dianggap penting. Kitab Sunan at-Tirmidzi dinilai positif karena dapat digunakan untuk penerapan praktis kaidah ilmu hadis, khususnya ta‘lil al-hadits.
Di samping tiga keistimewaan yang tidak terdapat dalam kitab hadis lainnya, Imam at-Tirmizi menggunakan istilah khusus yang selama ini menjadi perbincangan ulama hadis. Yang paling populer adalah istilah hasan sahih yang mengundang kontroversi di kalangan ulama. Istilah ini sebenarnya bukan monopoli Imam at-Tirmizi, tetapi digunakan juga oleh Ali al-Madini, Ya’qub bin Syaibah, dan Abu Ali at-Tusi. Karena paling banyak menggunakannya, at-Tirmizi-lah yang dikenal dengan istilah itu.
Berbagai pandangan ulama mengenai istilah hadis hasan sahih itu adalah sebagai berikut.
(1) Istilah hasan yang dimaksud dalam kata hasan sahih itu adalah dalam pengertian lugawi (bahasa). Artinya, isi hadis itu baik sekali di samping sanadnya juga sahih. Alasan pandangan ini adalah bahwa at-Tirmizi terkadang memakai istilah hasan untuk hadis yang jelas daif bahkan maudu‘ (yang diada-adakan). Pendapat ini mengandung keberatan karena di kalangan ahli hadis tidak ada tradisi memakai istilah hasan dalam arti lugawi (bahasa).
(2) Istilah hasan sahih menunjukkan adanya dua sanad atau lebih untuk suatu matan hadis. Dengan kata lain, sebagian sanadnya berderajat hasan dan sebagian lainnya sahih. Namun, pandangan ini dianggap lemah karena di antara hadis yang dinilai hasan sahih oleh at-Tirmizi terdapat hadis yang garib (hadis yang dalam sanadnya terdapat hanya seorang rawi, di mana pun sanad itu terjadi).
(3) Istilah tersebut dipakai untuk hadis hasan yang telah meningkat menjadi sahih dengan menyebutkan dua sifatnya sekaligus, yaitu sifat dunya (rendah) dan ‘ulya (tinggi). Dengan demikian, hadis tersebut sebenarnya adalah hadis sahih. Namun ada keberatan mengenai syarat yang ditentukan Imam at-Tirmizi, yaitu hadis hasan itu tidak boleh garib, tetapi hadis sahih boleh garib. Tidak mungkin dua sifat itu menyatu dalam sebuah hadis.
(4) Istilah itu dipakai karena keraguan pihak penilai (Imam at-Tirmizi) mengenai derajat hadis itu. Penyebutan gabungan istilah itu merupakan derajat antara hasan dan sahih. Namun, ada keberatan mengenai pandangan tersebut, yaitu ketentuan semacam itu belum ada di kalangan ahli hadis karena tidak mungkin.
(5) Istilah itu dipakai untuk menunjukkan perbedaan penilaian ahli hadis. Dengan kata lain, ada yang menilai hadis itu hasan dan ada pula yang menilai sahih.
Daftar Pustaka
Abu Zahrah, Muhammad. al-hadits wa al-Muhaddits. Cairo: Matba‘ah Misr, t.t.
al-Al, Ismail Salim Abd. Dirasah fi ‘Ulum al-hadits. Cairo: Dar al-Hidayah li at-Tiba’ah wa an-Nasyr wa at-Tauzi‘, 1987.
al-Atar, Nuruddin. al-Madkhal ila ‘Ulum al-hadits. Madinah: al-Maktabah al-Islamiyah, 1972.
Azami, M.M. Studies in Hadith: Methodology and Literature. Indianapolis-Canada: American Trust Publication, 1977.
Faturrakhman. Ikhtisar Musthalah al-hadits. Bandung: al-Ma‘arif, 1978.
Hassan, Ali Abdul Fattah Ali. ath-thariq ila as-Sunnah fi ‘Ulum hadits. Cairo: Dar at-Tiba’ah al-Muhammadiyah, 1976.
al-Mabarkafuri, Abi al-Ali Muhammad. Muqaddimah Tuhfah al-Ahwadzi Syarh al-Jami‘ at-Tirmidzi. Cairo: Matba‘ah al-Majallah al-Jadidah, 1967.
an-Naisaburi, al-Hakim. Ma‘rifah fi ‘Ulum al-hadits. Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1988.
as-Salih, Subhi. ‘Ulum al-hadits wa Musthalahuh. Beirut: Dar al-‘Ilm li al-Malayiyyin, 1977.
at-Tirmizi, Abu Isa Muhammad bin Isa bin Surah. Sunan at-Tirmidzi. Beirut: Dar al-Fikr, 1978.
Asmaran As.