Abu Hasan Ali asy-Syazili adalah seorang sufi dan pendiri Tarekat Syaziliyah. Ia dikenal dengan nama asy-Syazili. Tarekatnya dinisbahkan kepada namanya. Sejak kecil ia sangat tekun menuntut ilmu sampai-sampai matanya hampir buta. Ia mulai mencari ilmu di Fèz (Maroko) ketika berguru pada tokoh tasawuf, seperti Ali Muhammad bin Ali bin Harazim, murid Abu Madyan Syu‘aib at-Tilimsani (sufi terkenal).
As-Syazili mendapatkan cukup banyak pengetahuan tentang tasawuf dan tarekat dari gurunya, Abdussalam bin Masyisy, seorang sufi Marakisy (Marrakech, Maroko) yang terkenal. Wasiat yang diterimanya dari gurunya antara lain berbunyi:
“Bersihkanlah dirimu dari segala syirik dan setiap kali engkau merasa diri kotor, maka bersihkanlah dirimu dari segala kotoran karena kecintaanmu terhadap dunia. Manakala engkau cenderung mengikuti syahwatmu, maka perbaiki dirimu dengan melakukan tobat kepada Allah.”
Dengan modal ini ia pergi ke Tunisia, Afrika Utara, untuk menyebarkan dan mengembangkan pandangan tasawufnya. Namun, di sana ia tidak mendapat sambutan masyarakat. Karena itu, ia pindah ke Iskandariyah, kota di sebelah utara Cairo (Mesir), yang menyambut serta memperlakuannya dengan baik.
Keyakinan asy-Syazili bahwa dunia ini merupakan tempat peristirahatan sementara membuatnya selalu berusaha dan bersungguh-sungguh untuk berzikir dan berpikir agar dapat mencapai fana’ (kesatuan mistik) dengan Allah SWT.
Mendekatkan diri kepada Allah SWT menjadi tujuan hidupnya. Oleh karena itu, ia mengajari para muridnya untuk berzuhud dan mendorong mereka untuk selalu berzikir (mengingat Allah SWT). Ia memiliki banyak guru, antara lain Tajuddin bin Ataullah al-Iskandari (dari Iskandariyah; w. 709 H/1309 M) dan Abul Abbas al-Mursi (w. 686 H/1287 M), keduanya sufi terkenal dari Mesir.
Pada dasarnya ia tidak pernah menulis risalah tentang prinsip dan ajaran tarekat yang dibawanya. Pada umumnya para muridnya, yang senantiasa mengembangkan ajaran asy-Syazili, menulis berbagai risalah tentang ajaran guru mereka.
Ajaran tersebut lalu dinisbahkan kepada gurunya. Cukup banyak bacaan, hizb (kumpulan zikir), dan wirid, yang dinisbahkan kepadanya dan dipandang sebagai ajaran asy-Syazili. Wirid dan hizb itu harus dibaca secara teratur pada waktu tertentu dan diamalkan para pengikutnya, antara lain hizb al-bahr (pasukan laut), hizb al-barr (pasukan da rat), hizb an-naœr (pasukan penolong), dan hizb al-anwar (pasukan cahaya).
Pembacaan wirid dan zikir, menurut asy-Syazili, merupakan cara yang harus dipilih dan diikuti untuk mencapai tingkat hubungan paling dekat dengan Allah SWT, tujuan utama para sufi.
Di samping bacaan di atas, terdapat sejumlah wasiat yang disampaikan kepada muridnya untuk selalu diingat dan diamalkan. Ia berpesan agar selalu memuji Allah SWT dalam keadaan apa pun. Ia berpesan, misalnya,
“Wahai anakku, dinginkanlah air yang panas sebelum engkau meminumnya. Bacalah alhamdulillah jika eng-kau meminum air itu dalam keadaan hangat dan baca pulalah alhamdulillah jika engkau meminumnya dalam keadaan dingin.”
Tentang tarekat asy-Syazili ia berkata,
“Tarekat ini bukan cara kerahiban, melainkan bersikap sabar untuk melakukan perintah Allah dan meyakini akan datangnya hidayah-Nya. Barangsiapa meyakini bahwa Allah adalah pelindungnya, ia tidak akan takut mati.”
Ia memandang tasawuf sebagai latihan diri manusia untuk melakukan ibadah kepada-Nya dan mengembalikan jiwa kepada hukum yang telah ditentukan Allah SWT.
Ia berpandangan bahwa seorang sufi tidak hanya membaca wirid, berdoa, berzikir, dan beribadah, tetapi juga harus bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidup jasmaninya. Ia juga bertani, menjaga kebun, memetik buah, dan memelihara sapi sebagai sumber kehidupannya. Ia berpesan kepada muridnya,
“Jika engkau hendak menjadi sahabatku, janganlah meminta sesuatu dari orang lain dan jika diberi sesuatu tanpa diminta, janganlah engkau terima. Jika engkau pengikut Rasulullah yang sejati, jadilah pengikut yang baik yang mengetahui caranya mengambil dan mene rima. Rasulullah tidak mengambil sesuatu tanpa mem beri ganjaran kepada orang yang memberinya sesuatu atau tanpa menggantikannya dengan benda lain.”
Dari ajaran yang diberikan asy-Syazili kepada para murid-nya, terbentuklah kemudian suatu tarekat yang dinisbahkan kepadanya, yaitu Tarekat Syaziliyah. Tarekat ini tidak dibentuk asy-Syazili sendiri, tetapi oleh para murid yang mengembang kan ajaran tasawufnya. Tarekat ini berkembang antara lain di Tunisia, Mesir, Aljazair, Sudan, Suriah, dan Semenanjung Arabia.
Tarekat ini berlandaskan pada lima prinsip dasar yang harus menjadi ciri yang mewarnai sikap dan tingkah laku setiap pengikut Tarekat Syaziliyah. Lima prinsip ini disebut al-usul al-khamsah, yakni:
1) bertakwa kepada Allah SWT baik dalam keadaan sunyi maupun dalam keadaan ramai,
(2) mengikuti sunah Rasulullah SAW baik yang berkaitan dengan ucapan maupun perbuatan,
(3) menjauhkan diri dari orang (khalwat),
(4) rida kepada Allah SWT baik dalam keadaan memiliki sedikit harta maupun banyak, dan
(5) senantiasa kembali kepada Allah (mengingat-Nya) baik dalam keadaan lapang maupun dalam keadaan sulit.
Para syekh Tarekat Syaziliyah berkeyakinan bahwa mereka adalah pengikut setia sunah Rasulullah SAW dan menamakan diri Sunniyyun Mutasyaddidun (Ahlusunah tulen). Para pengikut tarekat ini menentang keras hal-hal yang menurut mereka bertentangan dengan sunah Rasulullah SAW.
Asy-Syazili meninggal dunia di Hotmaithira, suatu daerah padang pasir di wilayah Mesir, dalam suatu perjalanan menuju Mekah untuk menunaikan ibadah haji. Makamnya, yang dibangun dengan kubah tinggi di Cairo, sangat dihormati para peziarah.
Daftar Pustaka
‘Ata’, Abdul Qadir Ahmad. al- Masa’il fi A‘mal al-Qulub wa al-Jawarih wa al-Makasib wa al-‘Aql. Cairo: ‘Alam al-Kutub, 1969.
Atjeh, Abu Bakar. Pengantar Ilmu Tarekat: Uraian tentang Mistik. Solo: Ramadhani, 1990.
asy-Syaibi, Kamil Mustafa. as-silah Baina at-Tasawwuf wa at-Tasyayyu‘. Cairo: Dar al-Ma‘arif, t.t.
at-Taftazani, Abu al-Wafa’ al-Ganimi. Sufi dari Zaman ke Zaman, terj. Bandung: Pustaka, 1985.
Trimingham, J. Spencer. The Sufi Orders in Islam. London: Oxford University Press, 1973.
A. Thib Raya