Ashabul Kahfi

Ahsabul Kahfi adalah kisah tujuh pemuda dan seekor anjing yang tidur di gua selama 300 tahun syamsiah atau 309 tahun kamariah. Kisah ini ada di Al-Qur’an, yakni dalam surah alKahfi (18) ayat 9–26. Penamaan surah ini berkaitan dengan kisah penghuni gua dalam surah itu. Kata ashabul alkahfi terdapat pada ayat 9 dan alkahfi pada ayat 10, 11, 16, 17, dan 25.

Kisah Ashabul alKahfi adalah waqi‘iyyah, yakni suatu peristiwa yang benarbenar terjadi. Adapun lokasi kejadian, tahun peristiwa, dan nama pemuda itu tidak diceritakan dalam Al-Qur’an. Kisah tersebut terjadi karena ada pertentangan antara keimanan (tauhid) dan kemusyrikan, yakni antara tujuh orang pemuda dan penguasa mereka.

Menurut riwayat, mayoritas penduduk kota Upsus terletak di Tartus, Turki (Anatolia Selatan), Asia Kecil menganut agama Nasrani. Suatu waktu mereka diperintah seorang penguasa yang zalim dan angkuh serta haus kekuasaan, yang bernama Dikyanus atau Decius. Ia adalah kaisar Romawi yang berkuasa pada 249–251.

Dalam memerintah ia memaksa rakyatnya agar meninggalkan agama mereka dan beralih menyembah berhala. Ia membunuh siapa saja yang menentang perintahnya, sehingga rakyat yang takut akan ancaman tersebut rela meninggalkan agamanya untuk mengikuti perintah sang raja.

Namun di antara penduduk terdapat tujuh pemuda yang tidak mau mengikuti perintah Raja Dikyanus. Mereka tetap mempertahankan keimanan kepada Allah SWT dan beribadah sesuai dengan ajaran agama yang mereka anut serta kebenaran yang mereka yakini. Ketika mengetahui pendirian mereka yang teguh, Raja Dikyanus memanggil dan mengancam akan membunuh mereka apabila mereka tidak mau menyembah berhala.

Ketika menghadap Raja, mereka dengan tegas mengatakan,“Tuhan kami adalah Tuhan langit dan bumi; kami sekalikali tidak menyeru Tuhan selain Dia, sesungguhnya kami kalau demikian telah mengu­capkan perkataan yang amat jauh dari kebenaran” (QS.18:14).

Sekaligus sangat berang mendengar pendirian mereka, Raja memberikan waktu berpikir kepada mereka untuk mempertimbangkannya. Apabila mereka tetap pada pendiriannya, ia akan membunuh mereka. Maka dengan ilham dari Allah SWT, di antara mereka terjadi perbincangan:

“Dan apabila kamu me­ninggalkan mereka dan apa yang mereka sembah selain Allah, maka carilah tempat berlindung ke dalam gua itu niscaya Tuhanmu akan melimpahkan sebagian rahmat-Nya kepadamu dan menyediakan­ sesuatu yang berguna bagimu dalam urusan­ kamu” (QS.18:16).

Untuk menyelamatkan keimanan mereka, para pemuda itu pergi mencari tempat berlindung ke dalam sebuah gua yang terletak di Gunung Naikhayus, tidak jauh dari kota Upsus. Kemudian mereka berdoa, “Wahai Tuhan kami, berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam­ urusan­ kami (ini)” (QS.18:10).

Karena mereka adalah pemuda yang benar-benar beriman, Allah SWT menambah petunjuk kepada mereka (QS.18:13). Setelah mereka berada dalam gua, “Maka Kami tutup telinga mereka beberapa tahun dalam gua itu” (QS.18:11) dan “Dan mereka tinggal dalam gua me­reka tiga ratus tahun dan di­tambah sembilan tahun (lagi)” (QS.18:25). Artinya, Allah SWT menidurkan mereka.

Ketika Raja mengetahui para pemuda tersebut bersembunyi dalam gua, ia memerintahkan rakyatnya untuk menangkap mereka. Namun tak seorang pun yang sanggup masuk ke dalamnya. Maka Raja memerintahkan rakyatnya untuk menutup pintu gua itu agar para pemuda itu mati kelaparan.

Tanpa mereka sadari, masa telah berlalu ratusan tahun. Lalu Allah SWT membangunkan mereka untuk mengetahui siapakah di antara mereka yang lebih tepat dalam menghitung berapa lama mereka tinggal di dalam gua itu (QS.18:19) dan salah seorang di antara mereka berkata, “Sudah berapa lamakah kamu berada (di sini)?” Mereka menjawab, “Kita berada (di sini) sehari atau setengah hari.”

Berkata (yang lain lagi): “Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini…” (QS.18:19). Lalu salah seorang dari mereka pergi ke kota untuk membeli makanan dengan membawa mata uang yang berlaku di zaman Raja Dikyanus.

Utusan tersebut merasa heran melihat adanya perubahan mencolok di sekitar kota. Ia lebih terkejut lagi ketika uangnya ditolak penjual makanan dan dikatakan bahwa uangnya itu tidak laku. Bahkan penjual makanan menuduh pemuda itu hendak menipu. Ketika peristiwa ini diketahui petugas kerajaan, pemuda itu diselidiki.

Kemudian­ ia menceritakan perihal dirinya dan keenam temannya. Ia pun diberitahu bahwa Raja Dikyanus telah meninggal ratusan tahun yang lalu dan raja sekarang adalah Theodosius yang beriman kepada Allah SWT.

Daftar Pustaka

Ibnu Kasir, al-Hafidz Imaduddin Abu al-Fida’ Isma’il. Tafsir Al-Qur’an al-‘Azim. Beirut: ‘Alam al-Kitab, 1405 H/1985 M.
al-Maraghi. Tafsir al-Maragi. Cairo: Mustafa al-Babi al-Halabi, 1974.
Qutb, Sayid. Tafsir fi zilal Al-Qur’an. Beirut: Dar al-Ihya’ at-Turas al-‘Arabi, t.t.
at-Tabari. Jami’ al-Bayan fi Tafsir Al-Qur’an. Beirut: Dar al-Ma‘rifah, 1972.

J. Suyuti Pulungan