an-Nasa’i

(Nasa’, Khurasan, 830 - Damascus, 915).

An-Nasa’i adalah seorang ahli hadis, penyusun kitab kumpulan hadis Sunan an-Nasa’i. Kitab ini menjadi salah satu dari enam kitab kumpulan hadis sahih (al-Kutub as-Sittah). Ia juga ahli fikih. Nama lengkapnya adalah Ahmad bin Syu’aib bin Ali bin Bahr bin Sinan; dan nama panggilannya Abu Abdul Rahman an-Nasa’i.

An-Nasa’i melewatkan masa kecilnya di kota kelahirannya dengan belajar menghafal Al-Qur’an dan mempelajari ilmu dasar Islam. Pada usia 15 tahun ia mengembara ke Hijaz, Irak, Mesir, Syam (Suriah), dan Aljazair untuk mendalami ilmu hadis dan mengumpulkan hadis dari ulama.

Nama-nama syekh, gurunya dalam hadis, antara lain: Qutaibah bin Sa’id, Ishaq bin Ibrahim, Ahmad bin Abduh, Amru bin Ali, Hamid bin Mas’adah, Imran bin Musa, Muhammad bin Maslamah, Ali bin Hajar, Muhammad bin Mansur, Ya‘qub bin Ibrahim, Haris bin Miskin,

dan beberapa ulama hadis lainnya di berbagai negeri Islam seperti Khurasan, Syam, dan Mesir. Setelah menjadi ulama hadis, ia bermukim di Mesir sampai 302 H/914 M, kemudian pindah ke Damascus sampai akhir hayatnya. Muridnya yang menerima pelajaran hadis adalah Abu Qasim at-Tabrani, Abu Ali al-Husain bin Ali Niyamuzi at-Tabrani, Ahmad bin Umair bin Jusa, dan Abu Ja‘far at-Tahawi.

Selain ahli hadis, an-Nasa’i juga seorang ahli fikih Mazhab Syafi‘i. Ia dikenal taat menjalankan ibadah pada siang dan malam hari, kokoh membela sunah, dan teguh dalam pendirian. Ia mengamalkan puasa Nabi Daud, yaitu berpuasa sehari dan tidak berpuasa pada hari berikutnya secara terus-menerus sepanjang hidupnya.

Sewaktu menetap di Mesir, ia pernah terjun ke medan perang bersama gubernur Mesir untuk memerangi musuh negara. Dalam suasana peperangan itu ia tetap menyempatkan diri untuk mengajarkan hadis Nabi SAW kepada gubernur dan para prajurit.

Setahun sebelum meninggal, dari Mesir ia pindah ke Damascus. Di kota ini ia menulis kitab Khasa’is ‘Ali ibn Abi thalib (Keistimewaan Ali bin Abi Thalib) yang menjelaskan keutamaan dan keistimewaan Ali bin Abi Thalib menurut hadis.

Ia menulis kitab itu agar penduduk Damascus tidak lagi membenci dan mencaci-maki Ali bin Abi Thalib. Ketika ia membacakan hadis-hadis mengenai keutamaan Ali tersebut di hadapan orang banyak, ia diminta pula untuk menjelaskan keutamaan Mu‘awiyah bin Abu Sufyan.

Tetapi ia dengan tegas menjawab bahwa ia tidak mengetahui adanya hadis yang menyebut keutamaan Mu‘awiyah. Oleh pendukung Bani Umayah ia dianggap berpihak pada golongan Ali bin Abi Thalib dan menghina Mu‘awiyah, karena itu ia dianiaya dan dipukuli pendukung Bani Umayah.

Ada yang menyebutkan, dalam keadaan payah akibat penganiayaan itu, ia dibawa ke Ramlah, Palestina, dan meninggal di sana, kemudian dikuburkan di Damascus. Namun menurut versi lain, ia minta dibawa ke Mekah sewaktu sakit itu dan akhirnya meninggal di Mekah; kemudian dikuburkan di antara Safa dan Marwah di Mekah. Ia meninggal 303 H/915 M dalam usia 85 atau 88 tahun.

Imam an-Nasa’i menulis beberapa kitab, yaitu (1) as-Sunan al-Kubra (Sunah yang Agung), (2) as-Sunan al-Mujtaba (Sunah Pilihan), (3) Kitab at-Tamyiz (Kitab Pembeda), (4) Kitab addu‘afa’ (Kitab tentang Orang Kecil),

(5) Khasa’is Amir al-Mu’minin ‘Ali ibn Abi thalib (Keistimewaan Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib), (6) Musnad ‘Ali (Kitab Hadis dari Ali), (7) Musnad Malik (Kitab Hadis dari Malik), (8) Manasik al-hajj (Tata Cara Ibadah Haji), dan (9) Tafsir. Diduga sebagian dari kitab di atas adalah bagian dari as-Sunan al-Kubra.

Kitab as-Sunan al-Kubra adalah karya terbesarnya yang kemudian dipersembahkannya kepada gubernur di Ramlah, Palestina. Kitab ini memuat hadis-hadis sahih, hasan, dan daif. Gubernur kemudian memintanya untuk menulis hadis sahih saja. Untuk itulah ia menulis as-Sunan al-Mujtaba yang lebih dikenal dengan nama Sunan an-Nasa’i.

Dalam as-Sunan al-Mujtaba terdapat 5.761 hadis, yang antara lain menurut sebagian ahli hadis masih ada hadis daif. Namun para ahli hadis lain pada umumnya berpendapat bahwa as-Sunan al-Mujtaba kurang sekali hadis daifnya,

dan menempati peringkat keempat dari al-Kutub as-Sittah, dan karena itu lebih tinggi dari Sunan at-Tirmidzi (Kitab Hadis yang Ditulis Tirmizi) dan Musnad Ahmad ibn hanbal (Kitab Hadis yang Ditulis Ahmad bin Hanbal).

As-Sunan al-Mujtaba beri syarah (penjelasan) oleh Jalaluddin as-Suyuti dengan judul zahr ar-Ruba ‘Ala al-Mujtaba, terbit di Janpur 1847, di Delhi 1850, dan di Cairo dalam dua jilid pada 1312 H/1894 M.

Komentar dan penjelasan lain ditulis oleh Abu Hasan Nuruddin bin Abdul Hadi as-Sindi dengan judul hasyiyyah zahr ar-Ruba ‘Ala al-Mujtaba; dan oleh Sayid Ali bin Sulaiman al-Bajma’wi dengan nama ‘Urf zahr ar-Ruba ‘Ala al-Mujtaba.

DAFTAR PUSTAKA
Abu Zahrah, Muhammad. al-hadits wa al-Muhaddits. Cairo: Matba‘ah Misr, t.t.
Hassan, Ali Abdul Fattah Ali. ath-tariq ila as-Sunnah fi ‘Ulum hadits. Cairo: Dar at-Tiba’ah al-Muhammadiyah, 1976.
al-Khatib, Muhammad Ajaj. Ushul al-hadits ‘Ulumuh wa Musthalahuh. Beirut: Dar al-Fikr, 1989.
an-Naisaburi, al-Hakim. Ma‘rifah fi ‘Ulum al-hadits. Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyah, 1988.
an-Nasa’i, Abu Bakar ar-Rahman. Sunan an-Nasa’i. Cairo: Mustafa al-Babi al-Halabi, 1964.
as-Salih, Subhi. ‘Ulum al-hadits wa Musthalahuh. Beirut: Dar al-‘Ilm li al-Malayiyin, 1988.
Rusydi Khalid