Yusuf al-Qardawi adalah seorang ulama terkemuka Mesir yang menguasai serta menulis berbagai bidang ilmu Islam, mengajar di bidang tafsir hadis serta fikih di Universitas Qatar, dan menjadi konsultan syariah di berbagai bank syariah internasional.
Nama lengkapnya adalah Yusuf Abdullah al-Qardawi. Ia berasal dari keluarga yang taat beragama. Ayahnya seorang petani, meninggal dunia ketika Yusuf al-Qardawi masih berusia 2 tahun. Sepeninggal ayahnya, ia diasuh dan dididik pamannya, yang memberikan perhatian penuh kepadanya bagaikan anaknya sendiri.
Pada usia 5 tahun ia dimasukkan ke sebuah lembaga pendidikan Al-Qur’an (kuttab), dan di sana ia mulai menghafal Al-Qur’an. Pada usia 7 tahun, di samping tetap mendapat pendidikan di kuttab tersebut, ia juga dimasukkan ke Sekolah Dasar al-Ilzamiyah, sebuah sekolah yang dikelola Departemen Pendidikan Mesir.
Hingga usia 10 tahun Yusuf al-Qardawi mendapat pendidikan dari dua lembaga. Di pagi hari ia belajar berbagai ilmu pengetahuan umum di Sekolah Dasar al-Ilzamiyah, seperti berhitung, aljabar, sejarah, dan ilmu kesehatan; sementara pada sore hari, ia belajar Al-Qur’an, sehingga pada usia ke-10 ia berhasil menghafal Al-Qur’an dan menguasai ilmu tilawah.
Setelah menyelesaikan pendidikan dasar di Sekolah Dasar al-Ilzamiyah, ia melanjutkan pendidikan ke sekolah lanjutan tingkat pertama dan sekolah menengah umum di Thantha.
Ia berhasil menyelesaikan pendidikan tingkat menengah dengan prestasi yang memuaskan dan tetap mempertahankan prestasi itu ketika ia menempuh Fakultas Ushuluddin Universitas al-Azhar. Dari universitas ini ia lulus dengan predikat terbaik pada 1952–1953.
Tidak puas dengan pendidikan di Fakultas Ushuluddin, ia kemudian masuk jurusan Bahasa Arab di universitas yang sama, yang dilaluinya selama 2 tahun. Pada jurusan Bahasa Arab ini, ia memperoleh ijazah internasional dan sertifikat (ijazah) mengajar.
Pada 1957, ia melanjutkan studinya di Ma‘had al-Buhuts wa ad-Dirasat al-‘Arabiyyah al-‘aliyah (Lembaga Tinggi Riset dan Kajian Kearaban), sebuah lembaga studi yang berada di bawah Liga Arab. Pada lembaga ini ia memperoleh diploma tinggi dari Jurusan Bahasa dan Sastra Arab.
Bersamaan dengan itu, masih pada 1957, ia melanjutkan studi pada Program Pascasarjana Universitas al-Azhar dengan konsentrasi ilmu tafsir hadis. Ia menyelesaikannya dalam waktu 3 tahun, yaitu pada 1960. Ia pun langsung melanjutkan studi pada program doktoral dengan judul disertasi az-ZakÎh fÓ al-IslÎm (Zakat dalam Islam).
Pendidikan sebelumnya dapat diselesaikannya tepat waktu, namun program doktoral (lazimnya 2 tahun) baru diselesaikannya dalam waktu 13 tahun, jauh terlambat dari waktu seharusnya.
Keterlambatan itu bukan karena kemampuan akademiknya lemah atau kelalaiannya, akan tetapi karena dampak langsung dari krisis sosial politik Mesir pada waktu itu. Alasan terakhir ini pula yang memaksanya hijrah ke Qatar untuk bekerja.
Sebelum memutuskan hijrah ke Qatar, ia bahkan sempat beberapa kali ditahan oleh penguasa Mesir karena aktivitasnya mendukung gerakan Ikhwanul Muslimin. Yusuf al-Qardawi masuk gerakan Ikhwanul Muslimin karena sejak berusia muda ia sudah mengagumi Hasan al-Banna (1906–1949), pendiri dan pemimpin karismatik organisasi Ikhwanul Muslimin.
Ia aktif mengikuti kegiatan organisasi ini sejak ia duduk di bangku sekolah lanjutan, bahkan terlibat dalam menggerakkan serta memimpin demonstrasi, baik dalam menentang imperialisme Inggris maupun menentang kebijakan pemerintah Mesir yang dinilai tidak sejalan dengan aspirasi umat Islam.
Aktivitas seperti itulah yang menyebabkannya beberapa kali dipenjarakan: selama 2 bulan pada 1954, 20 bulan pada 1955–1956, dan 50 hari pada 1962. Dampak politik aktivitasnya pada organisasi Ikhwanul Muslimin itu pula yang memaksa Yusuf al-Qardawi hijrah ke Qatar. Di Qatar, pada mulanya ia menjadi imam masjid, mengajar, dan berceramah. Kemudian ia secara resmi menjadi warga negara Qatar.
Selama di Qatar, bersama temannya ia mendirikan Madrasah Ma‘had ad-Dini, yang merupakan cikal bakal Fakultas Syariah Qatar. Sebelumnya ia juga pernah menjabat direktur sebuah lembaga agama pada sebuah sekolah tingkat lanjutan. Fakultas Syariah itu kemudian berkembang menjadi Universitas Qatar, yang memiliki beberapa fakultas.
Di Fakultas Syariah, Yusuf al-Qardawi pernah menjadi ketua Jurusan Studi Islam dan kemudian pada 1977 menjabat sebagai dekan. Ketika masa jabatan dekannya berakhir, ia diangkat menjadi direktur Pusat Kajian Sunah dan Sejarah Nabi di Universitas itu.
Di sela-sela menjalankan tugas dan jabatannya di Qatar itulah ia menyelesaikan studinya dan berhasil lulus dengan meraih gelar doktor dalam ilmu tafsir hadis dengan predikat amat baik pada 1973.
Dilihat dari perjalanan pendidikannya, dapat diketahui bahwa ia memang menguasai hampir seluruh bidang kajian keagamaan Islam. Ia menguasai masalah akidah dan teologi Islam, bahasa dan sastra Arab, serta sejarah dan peradaban Islam dari Ma‘had al-Buhuts wa ad-Dirasat al-‘Arabiyyah al-‘aliyah (Lembaga Tinggi Riset dan Kajian Kearaban).
Ia juga menguasai ilmu tafsir dan hadis (sumber utama ajaran Islam) ketika ia melanjutkan studi pada tingkat magister dan doktoral di Universitas al-Azhar. Ini semua ditambah lagi dengan bacaan yang luas, baik di bidang ilmu Islam maupun ilmu pada umumnya.
Penguasaan yang luas dan mendalam tentang kajian keagamaan Islam tercermin pada karya ilmiahnya (lebih dari seratus), yang meliputi ilmu Al-Qur’an, hadis, fikih dan usul fikih, akidah dan ilmu kalam, sejarah, serta peradaban dan politik Islam.
Akan tetapi, sebagian besar di antara karyanya itu berhubungan dengan persoalan fikih (termasuk ekonomi Islam), dakwah, dan gerakan Islam. Sebagian dari karyanya itu telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, termasuk bahasa Indonesia.
Ia mampu mengolah beragam ilmu yang didalaminya menjadi satu kesatuan yang padu, dan mengkaji setiap masalah secara komprehensif.
Buku Fiqh az-Zakah misalnya, yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia setebal 1.186 halaman, merupakan kitab pertama yang membahas secara lengkap dan luas seluk-beluk hukum zakat, mulai dari zakat pribadi, zakat karyawan atau zakat profesi, hingga zakat lembaga atau perusahaan.
Sebagai seorang ilmuwan, ia aktif mengikuti seminar internasional atas undangan berbagai universitas dan lembaga ilmu pengetahuan. Misalnya, ia aktif dalam seminar pembentukan hukum Islam di Libya pada 1972, festival pendidikan di Nadwah Ulama (Forum Ulama) di India,
muktamar internasional pertama mengenai ekonomi Islam, muktamar hukum Islam dan fikih di Riyadh, muktamar dakwah dan dai di Madinah, dan muktamar pelajar Islam di Amerika Serikat dan Canada. Ia juga pernah beberapa kali ke Indonesia demi kepentingan yang sama.
Kedalaman dan keluasan ilmunya membuat banyak lembaga di berbagai negara membutuhkan keahliannya. Misalnya, ia menjadi anggota Pusat Kajian Fikih Rabithah al-‘alam al-Islami di Mekah, Arab Saudi; Pusat Kajian Kebudayaan Islam Kerajaan Amman, Yordania; Pusat Kajian Islam di Oxford, Inggris;
Dewan Pembina dan Kurator Universitas Islam Islamabad, Pakistan; Organisasi Dakwah Islamiyah di Khartum, Sudan; dan Dewan Pengawas Syariah di berbagai institusi keuangan Islam.
Sebagai seorang aktivis Ikhwanul Muslimin, secara garis besar ide politiknya tidak jauh berbeda dari gagasan dan pemikiran politik tokoh dan aktivis Ikhwanul Muslimin lain, seperti Hasan al-Banna dan Sayid Qutub (1906–1966), yakni bermuara pada pendirian kembali ke kekhalifahan Islam dan kembali ke ajaran Islam yang murni.
Agama dan negara tidak dapat dipisahkan, karena menurutnya, daulah (negara) Islam harus berdiri demi tegaknya syariat. Negara Islam berbentuk kekhalifahan, yaitu negara sipil yang berskala internasional, tidak membedakan kelompok etnik dan warna kulit, dan berasaskan pemikiran serta akidah Islam.
Imam (khalifah) tidak harus berasal dari kalangan ulama yang berpengetahuan luas dan mendalam tentang agama, tetapi boleh juga dari orang yang taat beragama serta memiliki pengetahuan tentang masalah pengaturan negara demi tercapainya kemaslahatan, keadilan, dan kesejahteraan.
Konstitusi negara Islam yang dibayangkannya mencerminkan prinsip Islam dan hukum syariat yang termaktub di dalam Al-Qur’an dan hadis.