Al-Manfaluti, Mustafa Lutfi

(Manfalut, Mesir, 1293 H/1876 M–Cairo, Mesir, 1342 H/1924 M)

Mustafa Lufti al-Manfaluti adalah seorang sastrawan,­ perintis sastra Arab modern, dan nasionalis Mesir. Ayah­ nya, Sayid Muhammad Lutfi, mempunyai pertalian darah dengan Nabi SAW melalui Husain bin Ali bin Abi Thalib. Banyak anggota­ keluarganya secara turun-temurun­ men­ jadi ulama dan kadi di Manfalut (“kota nan permai”), kota kecil di utara Cairo. Itulah sebabnya nama mereka memakai nisbah al-Manfaluti. Ibunya, Sitti Hanim, adalah keturunan Turki Corbaji.

Pendidikan dasar al-Manfaluti berlangsung secara­ tra­disional di kuttÎb (tempat belajar) milik Syekh Jalaluddin as-Suyuti di bawah bimbingan Syekh Muhammad Ridwan. Di sini ia belajar menulis,­ membaca, dan menghafal Al-Qur’an. Dalam usia 11 tahun ia sudah menghafal Al-Qur’an.

Benih kecintaan al-Manfaluti terhadap sastra sudah tum­buh sejak ia masih remaja. Sahabat ayah­nya, seorang peminat sastra yang bernama Abdullah Hasyim, sering berkunjung ke rumahnya sambil membawa buku syair.

Ketika ia mengalami guncangan jiwa karena orangtuanya bercerai, al-Manfaluti menghibur dirinya dengan membaca cerita­ rakyat Arab, seperti yang ditulis Antarah bin Syaddad (w. 615); buku kum­ pulan syair al-Mufadhdhaliyyat karya al-Mufaddal ad-Dabbi (w. 785), sastrawan Kufah; dan buku sastra klasik Arab, seperti Alf Lailah wa Lailah (Seribu Satu Malam).

Pada 1888 al-Manfaluti memasuki al-Azhar di Cairo. Tetapi ia tidak puas dengan sistem belajar di perguruan tinggi terse­but. Di sana ia berhadapan dengan kitab matan (intisari) dan syarh (penjelasan) yang banyak iftiradhi (beran­dai-andai); ke­ banyakan literaturnya dalam bidang fikih.

Al-Manfaluti bosan  dengan gaya bahasa kitab yang menjadi­ pegangan di sana. Oleh sebab­ itu ia selalu mencari kesempatan untuk membaca­ kitab sastra modern, kitab yang dilarang dibaca oleh setiap­ mahasiswa al-Azhar.

Hukuman berat yang dikenakan bagi peminat sastra tidak membuatnya mundur, bahkan ia semakin mencintai bidang ini. Masa penuh kekecewaan­ ini dikemukakannya dalam buku karangannya, Nazarat (Pandangan).

Ia mengatakan­ antara lain bahwa ketika itu para syekh al-Azhar tidak ada yang tertarik kepada sastra karena dalam pandangan mereka sastra hany­ alah kesia-siaan serta­ perbuatan setan; membaca buku sastra dipandang­ sebagai kejahatan.

Kekecewaannya mulai terobati dengan kehadiran­ Muham­mad Abduh (1849–1905) di perguruan tersebut. Dalam pan­dangannya, Muhammad Abduh telah memberi suasana baru dalam banyak hal di al-Azhar. Dalam bidang bahasa, Abduh telah menafsirkan­ Al-Qur’an dengan gaya bahasa modern.

Al-Manfaluti mempelajari ilmu balaghah dari Abduh dengan mempelajari kitab Asrar al-Balagah (Rahasia Ilmu Balaghah) dan Dala’il al-I‘jaz (Petunjuk­ Cara Pengungkapan­ Kata yang Ringkas dan Padat). Keduanya adalah karya Abu Bakar Abdul Kahir al-Jurjani, seorang ahli ilmu balaghah.

Dalam Nazarat, al-Manfaluti mengemukakan bahwa hubu­ngannya dengan Muhammad Abduh se­lama 10 tahun itu sangat akrab, seperti anak dengan­ ayah. Kedekatannya itu memba­wanya­ juga dekat dengan Sa‘ad Zaglul (nasionalis,­ politikus, dan orator) dan Syekh Ali Yusuf (wartawan­ dan pemimpin koran al-Mu’ayyad [Pengikat])­. Ketiga tokoh itu ikut mempengaruhi pembentukan kepribadian, semangat nasionalisme, dan corak karya sastranya.

Al-Manfaluti banyak membaca karya sastra Arab klasik. Misalnya, al-‘Iqd al-Farid (Kumpulan Karya Umar al-Farid; penyair mistik Mesir, w. 1235), al-Agani (Kitab Nyanyian; digubah oleh Abu Faraj al-Isfahani, w. 967), Syarh Diwan al-Mutanabbi (Antologi; karya Abu Tayyib al-Mutanabbi, w. 965), syair karya al-Buhturi (seorang penyair istana Daulat­ Abbasiyah, w. 897), syair karya Abu Tammam (seorang pen­ yair Suriah, w. 845), dan syair karya Syarif ar-Radi (khalifah Abbasiyah­ ke-20, w. 940).

Al-Manfaluti juga banyak membaca kitab sejarah,­ dan yang menjadi fokus perhatiannya adalah bahasanya. Misal­ nya, kitab Siyar al-Mulk al-‘Ajam (Sejarah Raja Negeri Orang; karya Ibnu al-Muqaffa, w. 756), al-‘Ibar (Suri Teladan; karya Ibnu Khaldun, w. 1406), dan al-Kamil fi at-Tarikh li Ibnu Atsir (Kitab Sejarah Lengkap; karya Ibnu Asir, w. 1233).

Selain itu, ia juga membaca kitab ilmu agama,­ misalnya Abkar al-Afkar fi al-Kalam (Peng­antar­ Berpikir dalam Teologi; karya al-Amidi, w. 1233) serta Masyarik al-Anwar (kitab yang menerangkan­ arti kata sulit dalam al-Muwatta’ serta­ sahih al-Bukhari dan sahih Muslim), dan at-Tanbihat (Kitab Peringatan) yang merupakan karya al-Qadi Iyad (w. 1163).

Al-Manfaluti tidak memahami bahasa asing. Untuk mengetahui karya sastra asing, terutama sastra­ Perancis, ia meminta bantuan teman­nya untuk menceritakan kembali atau menerjemahkan­nya­. Cerita atau terjemahan itu kemu­ dian disusun kembali dalam bahasa Arab modern dengan­ imajinasi­ yang kuat, pilihan kata yang tepat, struktur kalimat yang sederhana, dan pengungkapan­ perasaan­ yang tajam, sehingga enak dan menarik­ untuk dibaca.

Pada mulanya karya sastra yang dihasilkannya ketika ia berusia 16 tahun berupa syair yang memuji khedewi (gelar penguasa di daerah taklukan Turki Usmani/Ottoman),­ suatu corak karya sastra yang sedang digemari kala itu. Knya ini dimuat­ dalam koran al-‘Umdah (Penopang) dan al-Falah (Kemenangan) serta majalah al-Hilal (Bulan Sabit) dan al-Jam‘iyyah (Paguyuban).

Karyanya­ ini juga ikut berperan dalam mengobarkan perjuang­an­ kemerdekaan­ Mesir. Ketika beru­ sia 18 tahun,­ ia menulis syair Tahrir Misr (Memerdekaan Mesir). Syairnya ini tersebar luas, dibaca ba­nyak orang, dan membakar semangat patriotisme rakyat Mesir. Hal ini menye­babkan pemerintah yang pro-Inggris berang dan bermaksud menangkap­ penggubahnya,­ namun tidak berhasil.

Al-Manfaluti juga pernah menggubah syair untuk memuji Sultan Abdul Hamid II (memerintah 1876–1909). Tetapi ia juga pernah menggubah 25 bait syair untuk mencela Khedewi Abbas II yang pro-Inggris. Syairnya tersebut dicetak atas biaya Ahmad Fu‘ad, seorang nasionalis dan pemimpin surat kabar as-Sa’iqah (Pemandu). Akibat­nya, ia dijebloskan ke dalam pen­ jara al-Haud al-Marsud (artinya “tempat yang dijaga ketat”).

Sejak 1905 al-Manfaluti tinggal di kampung­ halamannya, Manfalut. Di sini ia sering menyelenggarakan­ pertemuan (nadwah) sastra. Ia juga sering mengirimkan arti­kel, baik berupa esai maupun syair, ke surat kabar al-Mu’ayyad (Ikatan, Persatuan).

Pada 1908 ia kembali ke Cairo untuk memimpin surat kabar al-Mu’ayyad. Kemudian ia diangkat oleh Menteri Pen­didikan Sa‘ad Zaglul se­bagai redaktur bahasa Arab di depar­ temennya.

KetikaTheodore Roosevelt (presiden Amerika Seri­kat, 1901–1912) datang ke Khartum menghasut rakyat agar memihak Inggris, al-Manfaluti tampil melawannya­ dengan menulis artikel Muhakamah Roosevelt Amama Mahkamah al-‘Adl (Pengadilan Roosevelt di depan Mahka­mah Keadilan).

Dunlop, konsultan Departemen Pendidikan Mesir (pe­tugas pemerintah kolonial Inggris di Mesir) marah­ dan bermaksud memecatnya, tetapi dibela oleh Sa‘ad Zaglul. Ketika Sa‘ad Zaglul menjadi menteri Kehakiman, ia diberi jabatan yang sama di departemennya­.

Karya monumental al-Manfaluti adalah Nazarat (kumpul­ an 121 artikel al-Manfaluti, 3 jilid), ‘Abarat (Tetesan Air Mata; himpunan 9 artikel dan terjemahan, 1 jilid), Mukhtarat al-Man­faluti (Kapita Selekta Karya al-Manfalut; himpunan­ karya sastra Arab [karyanya dan karya orang lain yang berasal dari Manfalut] dari masa ke masa, 2 jilid), dan karya terjemahan dari bahasa Perancis: Majdulin (Kumpulan Cerita Pendek), Fi Sabil at-Taj (Menuju Keagungan), asy-Sya‘ir (Penyair), dan al-Fadhilah (Keutamaan). Di samping­ itu terdapat sejumlah besar artikel lain­nya.

Tulisan al-Manfaluti pada umumnya mempunyai­ misi perjuangan yang berkaitan dengan nasionalisme,­ kemer­ dekaan, keadilan, dan kepedu­lian yang sangat terhadap orang tertindas.

Daftar Pustaka

Abdullah bin Muslim. asy-Syi‘r wa asy-Syu‘ara’. Cairo: al-Maktabah, t.t.
Abu al-Anwar, Muhammad. al-Manfaluti, Hayatuh wa Adabuh. Cairo: Maktabah asy-Sya‘b, 1981.
Fu’ad, Farraj Sulaiman. al-Kanz ats-samin li Uzama’i al-Mihriyyin. Cairo: Mat­ba‘ah al-I‘timad, 1917.
Kahhalah, Umar Rida. Mu‘jam al-Mu’allifin: Tarajum Muhannifi al-Kutub al-‘Arabiyyah. Beirut: Dar Ihya’ at-Turas al-‘Arabi, 1976.
Umam, Chatibul. Pengaruh Sastra Arab dalam Sastra Indonesia. Jakarta: IAIN Syarif Hidayatullah, 1984.
Atjeng Achmad Kusaeri