Al-Manar

Al-Manar, secara kebahasaan berarti “mercusuar”, diguna­kan sebagai nama sebuah kitab tafsir yang disusun oleh Muhammad Rasyid Rida (1865–1935) dan nama dua maja­lah yang terbit di Mesir dan di Padangpanjang, Sumatera Barat. Majalah ini menyebarkan gagasan pembaruan Islam di berbagai bidang: agama, sosial, dan ekonomi.

Kitab Tafsir. Al-Manar adalah nama kitab Tafsir Al-Qur’an al-Hakim (lebih dikenal dengan nama Tafsir al-Manar) yang disusun oleh Muhammad Rasyid Rida. Kitab Tafsir al-Manar bermula dari kuliah tafsir Al-Qur’an yang diberikan Muham­mad Abduh di Universitas al-Azhar, Mesir, yang berlangsung dari 1899 hingga ia wafat (1905).

Kuliah tersebut selalu dihadiri Rasyid Rida, murid Abduh yang setia; ia mencatat keterangan dan penafsiran setiap ayat yang disampaikan gurunya. Kemudian ia menyusun catatan tersebut dalam bentuk tulisan yang teratur lalu menyerahkannya kepada gu­runya untuk diperiksa.

Setelah mendapat­ persetujuan, tulisan tersebut diterbitkan­ dalam majalah al-Manar. Tulisan­ tersebut kemudian dibukukan dan di­kenal dengan nama Tafsir al-Manar.

Dalam memberikan kuliah tafsir itu Muhammad Abduh sempat menafsir­ kan Al-Qur’an hingga su­rah an-Nisa’ (4) ayat 125, yaitu sampai jilid III dari Tafsir al-Manar. Adapun jilid selanjutnya (jilid IV sampai jilid XII) adalah karya Rasyid Rida sendiri setelah Abduh wafat.

Ia menye­suaikannya dengan jiwa dan ide yang dicetuskan gurunya itu sekalipun tidak dapat dihindarkan­ perbedaan dengan gurunya.

Muhammad Abduh dalam menafsir­­ kan ayat menggunakan­ metode yang dikenal dengan al-Manhaj al-Adabi al-Ijtima‘i, yaitu suatu corak penafsiran yang berorientasi pada sastra budaya dan kemasyarakatan.

Penjelasannya diti­tikberatkan pada ketelitian redaksi ayat dan disusun dalam suatu bahasa yang indah dengan penonjolan tujuan utama turunnya Al-Qur’an, yakni membawa petunjuk bagi manusia yang disertai hukum alam yang berlaku dalam kehidupan­ masyarakat dan pembangunan dunia.

Ia menggunakan bahasa yang sederhana, komunikatif, dan bersifat “pemec­ahan masalah” kemasyarakatan­. Karena itu, corak tafsir Ab­ duh dianggap­ rasional dengan patokan tahkim al-‘uqul (ketetapan rasio) atau al-manhaj al-‘aqli (metode rasional), sehingga teks wahyu harus diterima secara rasional.

Alasan Abduh membuat corak tafsir demikian adalah karena Al-Qur’an baginya meru­pakan satu kesatuan, yang kandungan dan petunjuk ayatnya bersifat umum, luas, dan tidak diba­tasi ruang dan waktu. Setiap ayat ditafsirkan secara bebas sebagai sumber akidah­ dan hukum.

Dengan tafsir ijtima‘i, Abduh berusaha menyele­saikan masalah kemasyarakatan dengan menunjukkan­ masalah yang menghambat umat, kemudian merumuskan jalan keluarnya dalam­ rangka ihlah (perbaikan) masyarakat.

Rasyid Rida mengikuti cara penafsiran Abduh, namun perbedaan di antara keduanya tetap saja ada, umpamanya surah al-Baqarah (2) ayat 25 (tentang balasan terhadap orang yang beriman). Abduh menafsirkannya secara filosofis,­ dalam arti bahwa balasan yang akan diterima bersifat rohani.

Rasyid Rida lebih menekankan balas­an dalam bentuk jasmani. Ini terjadi karena Abduh berpikir bebas, sedangkan Rasyid Rida cenderung mengikuti­ mazhab Salaf menurut pola Ibnu Tai­miyah dan Ahmad bin Hanbal (Imam Hanbali).

Majalah. Al-Manar juga digunakan sebagai nama sebuah majalah terkenal yang terbit secara berkala di Mesir (1898– 1935). Majalah al-Manar tersebut diterbit­kan Muhammad Rasyid Rida beberapa bulan setelah ia tiba di Mesir dari Suriah.

Kedatan­gannya ke Mesir untuk bergabung dengan Muhammad Abduh, yang telah mempenga­ruhi alam pikirannya melalui majalah al-‘Urwah al-Wutsqa yang di­terbitkan­ oleh Jamaluddin al-Afghani dan Muhammad Abduh pada 1884 di Paris ketika kedua to­koh pemikir itu bermukim di kota tersebut.

Dalam nomor perdana dijelaskan bahwa tujuan majalah al-Manar adalah menyebar­kan ide pembaruan di bidang agama, sosial,­ dan ekonomi; memberantas takhayul dan bid’ah; menghilangkan paham fatalisme yang merasuki sikap umat Islam; mengikis paham­ salah yang dibawa tarekat tasa­wuf; meningkatkan mutu pendidikan; dan membela serta membebaskan umat Islam dari ajang permainan politik negara Barat kolonialis dan imperialis. Karena itu, al-Manar juga berfungsi sebagai­ sarana utama bagi penyebaran ide pembaruan Muhammad Abduh.

Al-Manar juga memuat­ artikel yang dikarang oleh Muham­mad Abduh­ dan para pengarang lain. Di dalamnya terdapat tulisan Rasyid Rida yang mengkritik dan menentang­ pemer­ intahan absolut Kerajaan Usmani yang berpusat di Istanbul, Turki, dan menentang politik Inggris dan Perancis yang beru­saha mengkapling­-kapling dunia Arab di bawah kekuasaan mereka masing-masing.

Setiap terbit al-Manar juga memuat hasil kuliah tafsir yang diberikan Muhammad Abduh sesuai dengan keinginan Rasyid Rida.

Selain majalah al-Manar yang terbit di Mesir, di Nusanta­ra juga muncul majalah al-Manar yang diterbitkan­ Jam’iyah Sumatra Thawalib di Padangpanjang, Sumatera Barat, atas prakarsa Zainuddin­ Labay el-Yunusy, yang sekaligus sebagai pemimpin redaksi.

Al-Manar ini terbit pertama kali pada 15 Rajab 1337/16 April 1919. Majalah ini bertujuan untuk menye­barkan ide pembaruan pemikiran keagamaan dan gagasan tentang kebangsaan serta kenega­raan. Majalah al-Manar sebagai majalah Islam pembaru tampak dari penegasan pemimpin re­daksinya yang dimuat pada edisi 12 Januari 1922 tahun ke-10, yang menyatakan, “Kami tak bertaklid buta memuji Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qayyim.”

DAFTAR PUSTAKA

Adams, Charles C. Islam and Modernism in Egypt. London: Oxford University Press, 1962.
Hourani, Albert. Arabic Thought in the Liberal Age, 1793–1939. London: Oxford University Press, 1967.
Islamic Centre Sumatera Barat. Riwayat Hidup dan Perjuangan Ulama Besar Sumatera Barat. Yogyakarta: Mataram Offset, 1981.
Nasution, Harun. Pembaharuan Dalam Islam, Sejarah Pemikiran dan Gerakan. Jakarta: Bulan Bintang, 1986.
Noer, Deliar. Gerakan Moderen Islam di Indonesia 1900–1942. Jakarta: LP3ES, 1985.
Rida, Muhammad Rasyid. Tafsir al-Manar. Beirut: Dar al-Fikr, t.t.
Yunus, Mahmud. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Hidakarya Agung, 1985.
J. Suyuti Pulungan