Al-Jahiz

(Basrah, Irak, 160 H/776 M–Muharam­ 255/Januari 869)

Al-Jahiz adalah seorang teolog dan sastrawan­ Arab mus­lim terkenal. Ia dikenal sebagai­ pemikir teologi rasional Muktazilah. Sebagai sastrawan Arab klasik, ia mewariskan­ banyak buku. Nama leng­kapnya adalah Abu Usman Amr bin Bahar bin Mahbub al-Kinani. Ia dibesarkan di keluarga sederhana dan menghabiskan sebagian­ besar hidupnya di kota kelahirannya.

Sejak berusia muda ia sudah tekun mempelajari ilmu pengetahuan. Ia keluar masuk dari satu sekolah­ dasar (kuttab) ke sekolah dasar lain. Di sekolah ia mempelajari­ qiraah (membaca Al-Qur’an) dan sedikit ilmu nahu (gramatika),­ fikih,­ dan matematika.

Selama pendidikan­ dasar­ ini ia sudah menghafal sebagian Al-Qur’an dan syair Arab. Setelah menyelesaikan pendidikan­ dasar, ia kemudian mengikuti halaqah (bentuk pengajaran dengan metode murid duduk bersila mengelilingi guru) ulama yang mem­bahas seluruh cabang ilmu pengetahuan di masjid kota kelahirannya­.

Masjid di sana menyerupai perguruan tinggi yang terbuka bagi seluruh penuntut ilmu yang ingin belajar. Sementara itu, ia sering berkunjung ke tempat penambatan unta karena di sana ia dapat mende­ngar orang Arab melantun­kan­ syair yang indah. Sejak masa pemerintahan Bani Umayah (661–750), penambatan unta itu memang telah menjadi tempat berlangsungnya­ transaksi dagang dan aktivitas­ kesusastra­an­ yang besar.

Karena ketekunannya menggeluti semua bidang ilmu yang berkembang pada masa itu, baik ilmu keislaman yang muncul pada masa awal kebangkitan­ Islam maupun ilmu yang sudah dikembangkan­ bangsa kuno dan sudah diterjemahkan dalam bahasa Arab, ia menjadi seorang ilmuwan­ muslim yang menguasai banyak bidang ilmu pengetahuan,­ seperti hadis, kalam (teologi), filsafat (terutama­ pemikiran Aristoteles), kesusastraan, sejarah,­ ilmu hewan, ilmu tumbuhan, dan segala­ yang berhubungan­ dengan kehidupan manusia.

Namun, dari sekian banyak ilmu yang di­dalami­nya,­ ia sangat menekuni dan terkenal dalam dua bidang ilmu, yaitu kesusastraan dan kalam (teologi) menu­rut aliran Muktazilah, aliran teologi ra­sional dalam Islam. Dalam bi­dang bahasa, ia merupakan rujukan penting.

Ia berguru antara lain kepada al-Asma’i (w. 828 M), Abu Zaid, Akhfasy al-Kabir, dan Abu Ubaidah, seluruhnya ahli dalam bidang bahasa dan sastra Arab; Abu Huzail al-Allaf (135 H/753 M–235 H/850 M), Bisyr al-Mu’tamir (w. 210 H/826 M), Sumamah bin al-Asyras (w. 213 H/829 M), dan Ishaq Ibrahim bin Sayyar an-Nazzam (185 H/801 M–231 H/846 M), seluruhnya tokoh dan pemikir aliran teologi Muktazilah.

An-Nazzam adalah gurunya yang terpenting di bidang teologi Muktazilah. Di samping belajar melalui para guru, al-Jahiz juga belajar secara autodidak, yaitu dengan banyak mem­baca buku terjemahan dari bahasa Yunani. Kota Basrah merupakan tempat pertama aktivitas penerjemahan buku Yunani ke dalam bahasa Arab sebelum beralih ke Baghdad.

Setelah melalui masa belajar yang cukup pan­jang, ia hidup di kota kelahirannya sebagai seorang sastrawan dan sekaligus sebagai ulama. Ia disenangi orang, baik dari kalangan rakyat maupun penguasa.

Setelah membaca makalahnya­ dalam bidang al-imamah (kepemimpinan), khalifah Abbasiyah, al-Ma’mun (785–833), menyampaikan­ penghargaan besar atas pendapatnya dan mengundangnya ke istana. Pemikiran Khalifah sejalan dengan pemikirannya karena Khalifah al-Ma’mun adalah pendukung kuat pemi­kiran Muktazilah­.

Akan tetapi, kariernya mulai menanjak ketika popu­laritasnya­ dalam bidang sastra mendapat perhati­an­ besar dari Ibnu az-Zayyat, wazir (menteri) dari Khalifah al-Mu‘tashim (833–842) dan Khalifah al-Wasiq (842–847). Karena pengetahuannya­ di bidang­ sastra dan teologi, Wazir Ibnu az-Zayyat meng­ angkatnya menjadi penulis­ di kantor peme­rintahan.

Ketika menduduki jabatan itu, pemikir­annya­ banyak mempengaruhi para khalifah, menteri,­ dan pembesar istana dan kerajaan, baik di Baghdad maupun di Samarra (pusat pemerintahan Abbasiyah­ kedua setelah Baghdad).

Khalifah Abbasiyah al-Mutawakkil (847–861) termasuk­ salah seorang pengagumnya, bahkan ia berminat untuk mengangkatnya menjadi pendidik putranya. Namun, pada masa pemerintahan al-Mutawakkil ini, pemikiran teologi Muktazilah mendapat tekanan dari pemikiran teologi gerakan Salafiyah yang dipelopori Imam Ahmad bin Hanbal (Imam Hanbali).

Sedikit demi sedikit pe­mikiran Muktazilah tersingkir dari istana khalifah. Sehubungan dengan itu, popularitas al-Jahiz pun menurun­. Ia kemudian kembali ke Basrah dalam keadaan­ sakit dan meninggal dunia di sana pada 869.

Di samping produktif, al-Jahiz dikenal sebagai seorang yang cerdas, peka, dinamis, dan humoris. Ia meninggalkan lebih dari seratus karya tulis. Karyanya, menurut Syauqi Daif, sejarawan kontemporer,­ dapat dikatakan merupakan ensiklopedi dalam bidangnya.

Dalam bidang karang-mengarang,­ ia dipandang sebagai orang yang mampu­ meramu dan menyusun sebuah karya yang meng­himpun banyak ragam ilmu dalam sebuah sistematika­ yang baik. Hal yang rumit menjadi sederha­na­ di tangannya. Ia juga mampu mengangkat persoalan teologi yang sulit dicerna akal ke dalam sebuah karya tulis yang mudah dimengerti.

Ia ba­nyak menggunakan kata yang mempunyai arti sama dan kalimat yang lugas. Hal yang sulit dicerna diselang-selinginya dengan perkara yang dapat membuat orang rileks sejenak. Mes­kipun demikian, karyanya penuh dengan argumentasi­ yang kuat.

Dalam bidang kebahasaan dan kesusastraan, ia meninggalkan banyak karya tulis, baik panjang (dalam­ bentuk buku) maupun pendek (dalam bentuk makalah). Makalah terpenting dalam bidang ilmu balagah (seni sastra) mencakup antara lain Risalah fi al-Ma‘ad wa al-Ma‘asy (Makalah tentang Masa Datang [Akhirat] dan Masa Kini), Risalah fi al-‘Adawa wa al-hasad (Makalah tentang Permusuhan­ dan Ha­sut), dan Risalah fi at-Tarbi‘ wa at-Tadwir (Maka­lah­ tentang Perempatan dan Pembulatan).

Makalah ini memperlihatkan susunan bahasa Arab yang indah. Karyanya yang terpenting dalam bentuk buku di bidang ini adalah Kitab al-Bayan wa at-Tabyin (Buku tentang Keterangan­ dan Penjelasan)­. Buku ini memuat kalimat yang dapat­ dijadikan contoh kefasihan dalam meng­guna­kan bahasa Arab karena dalam buku ini terangkum­ kumpulan syair dan pidato pilihan.

Dalam bidang pengetahuan yang berhubungan dengan kehidupan dan tingkah laku manusia, ia meninggalkan banyak karya, antara lain: Kitab adz-dzar‘ wa an-Nakhl (Buku tentang Benih dan Kurma),­ Kitab as-suraha’ wa al-Hujana’ (Buku tentang­ yang Murni dan yang Hina), Kitab as-Sudan wa al-Bitan (Buku tentang Orang Hitam dan Orang Putih), Kitab an-Na‘l (Buku tentang Sandal), dan Kitab al-Ma‘adin (Buku tentang Barang Tambang)­.

Melalui karyanya ini, terlihat bahwa ia sebenarnya­ tidak ingin meletakkan teori tertentu berkenaan dengan ilmu pengetahuan tersebut. Ia hanya ingin menarik perhatian pembaca, bahwa dalam hal itu terdapat banyak masalah. Ia juga menulis sebuah buku yang berjudul Kitab an-Nisa’ (Buku tentang Wanita).

Dalam buku ini ia membedakan­ antara pria dan wanita, baik dalam bidang tingkah laku maupun kejiwaan. Ia juga membahas pengaruh peradaban bagi jiwa seseorang dalam bukunya: Kitab al-Masa’il (Buku tentang Berbagai Perkara).

Masih berkaitan dengan tingkah laku dan kehidupan manusia, al-Jahiz juga menulis karya­ yang berhubungan­ dengan strata masyarakat tertentu. Karya ini lebih dimak­sudkan sebagai karya dalam bidang ilmu akhlak.

Buku lainnya mencakup antara lain: Kitab al-Bukhala’ (Buku tentang Orang Bakhil), Kitab al-Lusus (Buku tentang Para Pencuri), Kitab al-Futyan (Buku tentang Generasi Muda), Kitab al-Wukala’ wa al-Mukilin (Buku tentang Penguasa dan Rakyat), Kitab al-Mu‘allimin (Buku tentang Para Guru), Kitab al-Mugannin (Buku tentang Para Penyanyi), Kitab­ al-Jawari wa al-Gilman (Buku tentang Para Budak Pria dan Wanita), Kitab Akhlaq al-Muluk (Buku tentang Tingkah Laku Para Raja), dan Kitab at-Taj (Buku Mahkota).

Dalam bidang ilmu hewan, karyanya yang terpenting adalah Kitab al-hayawan (Buku tentang Hewan). Karya ini dapat dikatakan sebagai karya pertama orang Arab dalam bidang ini. Meskipun mengutip pendapat Aristoteles, karya ini sangat sedikit mendapat pengaruh dari pemikiran­ Yunani Kuno.

Pendapatnya dalam bidang ini sering diperkuat dengan syair Arab yang sudah lama berkembang. Persoalan fisika yang diangkat dalam buku ini terasa berhubungan­ erat dengan pemikiran­ teologinya, yang menonjolkan­ kesatuan hukum alam.

Ia menulis beberapa karya tentang bangsa Arab, Persia, dan Turki, antara lain: Kitab al-‘Arab wa al-Mawali (Buku tentang Bangsa Arab dan Para Budak [Persia]), Kitab al-‘Arab wa al-‘Ajam (Buku tentang Bangsa Arab dan Orang non-Arab), dan sebuah makalah Risalah fi Fadha’il al-Atrak (Makalah­ tentang Keutamaan Bangsa Turki).

Dalam karya­nya ini ia menyebutkan sumbangan peradaban dari setiap bangsa tersebut yang merupakan mayoritas­ penduduk ibukota, Baghdad dan Samarra. Namun, kedua buku tersebut­ terdahulu tidak ditemukan­ lagi, dan hanya diketahui dari beberapa buku sejarah yang mengutip pendapatnya dari kedua­ buku itu.

Al-Jahiz adalah seorang pendukung peradaban Arab yang bersemangat. Namun, ia juga berpendapat bahwa bangsa Turki merupakan tonggak politik Islam setelah bangsa Arab dan Persia. Dalam bi­dang ini, ia juga menulis sebuah buku yang berjudul Kitab al-Buldan (Buku tentang Negeri-Negeri).

Dalam karyanya ini ia memaparkan keistimewaan­ kota besar, seperti Mekah, Madinah, kota di Mesir, Kufah, dan Damascus. Namun,­ dalam karya ini perhatiannya tentang bangsa-bangsa dalam Islam jauh lebih banyak dari­pada persoalan fisik kota.

Karangannya di bidang teologi meliputi antara lain: Kitab al-hujjah fi an-Nubuwwah (Buku tentang Argu­mentasi Berkenaan dengan Kenabian), Kitab Khalq Al-Qur’an (Buku tentang Kemakhlukan Al-Qur’an), Kitab al-Ma‘rifah (Buku tentang Pengetahuan), Kitab­ ar-Radd ‘ala al-Musyabbahah (Buku Penolak­an­ terhadap Pemikiran Antropomorfis), dan Kitab ar-Radd ‘ala an-Nasara (Buku Penolakan terhadap Orang Nasrani).

Dalam bidang teologi ia dikenal sebagai tokoh pemikir aliran Muktazilah. Berbeda dengan golong­an­ Asy‘ariyah, ia sangat mempercayai­ hukum alam. Sesuai dengan paham seorang naturalis, ia berpendapat bahwa setiap benda materi­ mempu­nyai­ naturnya masing-masing.

Dengan demikian­ perbuatan jasmani manusia menurut penda­patnya timbul sesuai dengan kehendak natur sehingga ma­nusia sebenarnya­ tidak bebas kecuali dalam me­nentukan kehendaknya. Pendapat­ nya ini terdapat juga dalam ajaran naturalisme­.

Daftar Pustaka

Abu Zahrah, Muhammad. al-Madzahib al-Islamiyyah. Cairo: Maktabah an-Namuzajiyah, t.t.

Daif, Syauqi. Tarikh al-Adab al-‘Arabi: al-‘Asr al-‘Abbasi ats-tani. Cairo: Dar al-Ma‘arif, t.t.

al-Gurabi, Ali Mustafa. Tarikh al-Firaq al-Islamiyyah wa Nasy’ah ‘Ilm al-Kalam. Cairo: Ali Shabih, 1959.

al-Iskandari, Ahmad dan Mustafa ’Inani. al-Wasith al-Adab al-‘Arabi wa Tarikhi. Cairo: Dar al-Ma‘arif, t.t.

Nasution, Harun. Teologi Islam: Aliran-Aliran, Sejarah, Analisa Perbandingan. Jakarta: UI Press, 1986.

Badri Yatim