al-Hidayah, Pengajian

Pengajian al-Hidayah adalah sebuah organisasi kemasyarakatan dan keagamaan yang mewadahi wanita muslimah Indonesia dalam rangka pembangunan manusia Indonesia melalui kegiatan keagamaan. Organisasi ini didirikan 5 Oktober 1979 oleh Wanita Keluarga Besar Golongan Karya yang beragama Islam.

Organisasi Pengajian al-Hidayah diprakarsai oleh Amir Moertono, mantan ketua umum DPP Golkar, beserta istrinya Ny. Naniek Kusmani Amir Moertono yang kemudian menjadi ketua umum sampai 1998. Sejak berdirinya, cabang organisasi telah terbentuk di berbagai propinsi di seluruh Indonesia.

Latar belakang pembentukan organisasi ini adalah kesadaran bahwa wanita Indonesia merupakan bagian yang tak terpisahkan dari masyarakat dan mempunyai tanggung jawab yang sama dengan kaum pria untuk berperan aktif dalam rangka pembangunan nasional demi kejayaan bangsa, negara, dan agama. Oleh karena itu, wanita Islam bertekad bangkit sesuai dengan ciri dan profesinya untuk berperan secara aktif membangun manusia Indonesia seutuhnya.

Pengajian al-Hidayah dibentuk dengan tujuan untuk ikut serta dalam mewujudkan masyarakat adil dan makmur, dengan keseimbangan antara yang materiil dan spiritual, dalam wadah negara kesatuan Republik Indonesia. Untuk tercapainya tujuan tersebut, al-Hidayah merumuskan tugas pokok yang menjadi kerangka acuan bagi setiap kegiatannya, yakni: (1) menghidupkan ajaran Islam dalam tatanan kehidupan masyarakat, (2) mendorong peningkatan keimanan dan ketakwaan, (3) memasyarakatkan pengamalan Pancasila dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan bangsa, dan (4) turut serta secara aktif menyukseskan pembangunan nasional.

Anggota Pengajian al-Hidayah adalah perseorangan, wanita warga negara Republik Indonesia yang beragama Islam, dan memenuhi ketentuan: (a) telah akil balig atau telah kawin; (b) sanggup aktif dalam kegiatan organisasi; dan (c) menerima Anggaran Dasar (AD) dan Anggaran Rumah Tangga (ART), program umum, dan peraturan organisasi.

Pimpinan organisasi terdiri dari: (1) Dewan Pimpinan Pusat (DPP), (2) Dewan Pimpinan Daerah Tingkat I (DPD Tingkat I), (3) Dewan Pimpinan Daerah Tingkat II (DPD Tingkat II), (4) Dewan Pimpinan Cabang di daerah tingkat kecamatan (DPC), dan (5) Dewan Pimpinan Ranting di daerah tingkat kelurahan/desa.

Pengurus DPP terdiri dari: (1) Pelindung, (2) Pembina, (3) Ketua Umum, (4) Ketua I, II, III, IV, dan V, (5) Sekretaris Jenderal, (6) Wakil Sekretaris Jenderal, (7) Bendahara, (8) Wakil Bendahara, dan (9) Departemen.

Sebagai pucuk pimpinan yang mengendalikan organisasi, DPP mempunyai wewenang untuk menentukan kebijakan organisasi, dan berkewajiban untuk melaksanakan segala ketentuan dan kebijakan sesuai dengan AD dan ART, keputusan muktamar, rapat kerja nasional, dan peraturan organisasi.

Pengajian al-Hidayah dalam kiprahnya telah menyumbangkan darma baktinya untuk pembangunan bangsa melalui berbagai kegiatan sebagai penjabaran tugas pokoknya. Kegiatan tersebut dijabarkan oleh DPD masing-masing di seluruh Indonesia yang semuanya mengacu pada pembangunan manusia Indonesia seutuhnya.

Pengajian al-Hidayah telah mengedepankan hal yang harus dilakukan wanita muslimah Indonesia, yaitu: (1) meningkatkan kualitas demi agama, bangsa dan negara; (2) membina kualitas pemimpin wanita (pemimpin organisasi); (3) melakukan pembinaan kualitas para pengelola majelis taklim; (4) membina kualitas mubaligah, (5) membina kualitas jemaah/umat;

(6) membina idealisme muslimah yang Pancasilais; (7) mengusahakan pembinaan manajemen majelis taklim; (8) menyerukan kepada segenap wanita muslimah agar berwawasan luas serta menguasai ilmu agama dan umum; dan (9) mengusahakan kesejahteraan lahir dan batin melalui da‘wah bi al-hal (dakwah dengan perbuatan nyata atau teladan) untuk melepaskan diri dari keterbelakangan, kebodohan, dan kemiskinan.

Dalam perkembangannya, Pengajian al-Hidayah juga menjalankan program pengembangan pandangan dan perilaku keagamaan yang toleran dan demokratis, pemberdayaan kaum perempuan di bidang kesehatan, pendidikan, ekonomi, politik, dan ketenagakerjaan.

Pada Juli 2000 diselenggarakan muktamar luar biasa dan dipilih ketua umum baru, yaitu Ny. Hj Aisyah Hamid Baidlowi untuk periode 2000–2005. Pada periode tersebut, Pengajian al-Hidayah meneruskan ikhtiar ikut aktif mengatasi tantangan dan masalah yang dihadapi perempuan Indonesia, antara lain diskriminasi gender, rendahnya tingkat pendidikan, buruknya kualitas kesehatan, rendahnya partisipasi politik perempuan, rendahnya upah dan lemahnya posisi tenaga kerja perempuan, serta kuatnya belenggu kemiskinan struktural.

Kegiatan Pengajian al-Hidayah bervariasi untuk setiap daerah, disesuaikan dengan kebutuhan daerah masing-masing. Akan tetapi semuanya mengacu pada program al-Hidayah secara nasional.

Kegiatan yang dilakukan Pengajian al-Hidayah, khususnya Pengajian al-Hidayah DKI Jakarta, meliputi antara lain: (1) memberikan beasiswa kepada para pelajar; (2) mendirikan Poliklinik Yayasan ar-Rahman di Jakarta Timur, yang memberikan pengobatan gratis kepada orang yatim dan pengobatan murah kepada orang muslim; (3) mengadakan penyuluhan kepada istri nelayan dan memberikan modal usaha kecil; (4) menginventarisasi wanita muslimah yang tidak mampu, mendidik mereka untuk menjahit pakaian, dan menyalurkan hasil jahitan tersebut kepada umat Islam yang mampu menampungnya; dan (5) mengadakan kursus, seperti Kursus Dakwah dan Peningkatan Kualitas Mubaligah DKI Jakarta.

DAFTAR PUSTAKA

Dewan Pimpinan Daerah Tk. I Pengajian al-Hidayah DKI Jakarta. Anda Kenal Pengajian al-Hidayah. Jakarta: t.p., t.t.
Dewan Pimpinan Pusat Pengajian al-Hidayah. AD dan ART Hasil Muktamar II Pengajian al-Hidayah yang Telah Disesuaikan dengan Undang-Undang No. 8 Tahun 1985. Jakarta: t.p., 1985.

Syahrin Harahap