Abu Mansur al-Hallaj adalah seorang sufi Persia. Nama lengkapnya adalah Abu al-Mugis Husain bin Mansur al-Hallaj. Ketika ia masih kecil, ayahnya pindah ke Tustar, kota kecil di kawasan Wasit, Iran. Sejak kecil ia belajar membaca Al-Qur’an hingga berhasil menjadi hafiz (penghafal Al-Qur’an). Ia mempelajari tasawuf pertama kali dari sufi yang bernama Sahl at-Tustari.
Al-Hallaj terkenal sebagai seorang sufi yang gemar berkelana ke berbagai daerah. Dengan berkelana ia dapat berkenalan, bertemu, berteman, dan berguru kepada para sufi kenamaan pada masa itu.
Pada usia 20 tahun al-Hallaj meninggalkan Tustar menuju Basrah. Di daerah ini ia berguru pada Amr Makki. Kemudian ia pergi ke Baghdad untuk menemui dan berguru pada tokoh sufi modern dan termasyhur, al-Junaid al-Baghdadi. Selanjutnya ia pergi ke Mekah dan menetap di kota suci ini selama kurang lebih setahun.
Selama berada di kota ini ia tinggal di pelataran Masjidilharam seraya melakukan praktek kesufiannya. Di sinilah ia mengaku telah mengalami pengalaman mistik yang luar biasa, yang kemudian terkenal dengan istilah hulul.
Al-Hallaj akhirnya kembali menetap di Baghdad dan terus menyebarkan ajaran tasawufnya. Namun nasib malang menimpanya. Pada 922 al-Hallaj dijatuhi hukuman mati oleh penguasa Dinasti Abbasiyah dengan tuduhan membawa paham yang menyesatkan (paham hulul).
Selain itu ia dituduh pula mempunyai hubungan dengan Syiah Qaramitah (Syiah), kelompok Syiah garis keras yang dipimpin oleh Hamdan bin Qarmat, yang menentang pemerintahan Dinasti Abbasiyah sejak abad ke-10 sampai abad ke-11.
Ajaran tasawuf al-Hallaj yang terkenal adalah paham hulul, yaitu Tuhan mengambil tempat dalam tubuh manusia tertentu setelah manusia itu betul-betul berhasil melenyapkan sifat kemanusiaan yang ada dalam tubuhnya. Menurut al-Hallaj, Tuhan mempunyai dua sifat dasar, yaitu al-lahit (sifat ketuhanan) dan an-nasut (sifat kemanusiaan). Manusia juga mempunyai dua sifat dasar yang sama. Oleh karena itu, antara Tuhan dan manusia terdapat kesamaan sifat.
Pandangan bahwa Tuhan dan manusia mempunyai sifat dasar yang sama ini diambil dari sebuah hadis yang berarti “Sesungguhnya Allah menciptakan Adam sesuai dengan bentuk-Nya” (HR. Bukhari, Muslim, dan Ahmad bin Hanbal atau Imam Hanbali).
Hadis ini mengandung arti bahwa dalam diri Adam AS terdapat bentuk Tuhan yang disebut al-lahut. Sebaliknya, dalam diri Tuhan terdapat bentuk manusia yang disebut an-nasut. Berdasarkan adanya paham kesamaan sifat antara Tuhan dan manusia, persatuan antara Tuhan dan manusia itu mungkin terjadi. Persatuan tersebut terjadi dalam bentuk hulul.
Untuk melenyapkan an-nasut, seorang hamba harus memperbanyak ibadah. Apabila usahanya melenyapkan sifat ini berhasil maka yang tinggal dalam dirinya hanya sifat al-lahut. Pada saat itulah sifat an-nasut Tuhan turun dan masuk ke dalam tubuh seorang sufi, hingga terjadilah hulul. Peristiwa ini terjadi hanya sesaat. Penyatuan roh Tuhan dan roh manusia dilukiskan oleh al-Hallaj dalam sebuah syairnya:
“Jiwa-Mu disatukan dengan jiwaku, sebagaimana anggur dicampur dengan air suci. Dan jika ada sesuatu yang menyentuh Engkau, ia menyentuh aku pula dan ketika itu dalam setiap keadaan Engkau adalah aku.”
Dalam syairnya yang lain al-Hallaj melukiskan: “Aku adalah Engkau yang kucinta dan Dia yang kucinta adalah aku. Kami adalah dua roh yang bersatu dalam satu tubuh. Jika engkau lihat aku engkau lihat Dia, dan jika engkau lihat Dia engkau lihat kami.”
Ketika peristiwa hulul sedang berlangsung, keluarlah syatahat (kata-kata aneh) dari lidah al-Hallaj yang berbunyi Ana al-Haqq (Aku adalah Yang Maha Benar). Kata al-Haqq dalam istilah tasawuf berarti “Tuhan”.
Sebagian orang menganggap al-Hallaj kafir karena ia mengaku dirinya Tuhan. Al-Hallaj tidak mengaku demikian dan ini terlihat dari syairnya yang lain: “Aku adalah Rahasia Yang Maha Benar, dan bukanlah Yang Maha Benar itu aku, aku hanya satu dari yang benar, dibedakanlah antara kami atau aku dan Dia Yang Maha Benar.”
Dengan kata lain syatahat yang keluar dari mulut al-Hallaj tidak lain adalah ucapan Tuhan melalui lidahnya.
Daftar Pustaka
Attar, Farid ad-Din. Muslim Saints and Mystics, terj. A.J. Arbery. London: Routledge and Kegan Paul, 1979.
Mahmud, Abdul Qadir. al-Falsafah as-Sufiyyah fi al-Islam. Cairo: Dar al-Fikr al-‘Arabi, 1967.
Nasution, Harun. Falsafah dan Mistisisme dalam Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1978.
Nicholson, Reynold A.A. Studies in Islamic Mysficism. New Delhi: Idarati Adabiyat, 1981.
Schimmel, Annemarie. Mystical Dimension of Islam, atau Dimensi Mistik dalam Islam, terj. Jakarta: Pustaka Firdaus, 1986.
at-Tusi, Abu Nasr as-Sarraj. al-Luma‘. Cairo: Dar al-Kutub al-Hadisah, 1961.
Suryan A Jamrah