Abbas Mahmud al-Aqqad adalah seorang jurnalis, kritikus, dan sastrawan Mesir. Ia menyumbangkan banyak pemikiran bagi pengembangan agama dan kemasyarakatan. Ia berasal dari keluarga yang taat beragama. Orangtuanya biasa bangun pagi, salat subuh, dan membaca Al-Qur’an serta doa penyejuk hati.
Terdorong oleh keinginan orangtuanya, yakni agar al-Aqqad kelak menjadi orang alim di bidang agama, ia disuruh belajar di madrasah untuk menekuni ilmu agama. Bahkan oleh orangtuanya ia disuruh bergaul bukan hanya dengan anak-anak sebayanya melainkan juga dengan orangtua, sehingga ia menjadi “dewasa” sebelum waktunya.
Sejak kecil telah terlihat bahwa al-Aqqad mempunyai kecerdasan yang melebihi teman sebayanya. Di samping itu, ia gemar menulis dengan bahasa yang sangat indah. Keindahan bahasa al-Aqqad dipuji gurunya, seperti Muhammad Abduh, Syekh Fakhruddin Muhammad, Sa‘d Zaglul, dan Abdullah Nadim al-Aqqad. Sementara di luar sekolah ia juga belajar kepada Qadhi Ahmad Jadami, seorang ahli fikih sahabat Jamaluddin al-Afghani.
Kariernya sebagai jurnalis dimulai sejak ia berumur 16 tahun. Pada mulanya ia ingin bekerja sebagai pegawai pemerintah, namun peraturan yang ada mensyaratkan calon pegawai harus berumur 18 tahun sehingga ia harus menunggu 2 tahun lagi. Pada masa menunggu inilah ia menerbitkan majalah mingguan Raj‘u Sada di samping sebagai penulis pada majalah al-Jarudah pimpinan Ahmad Luthfi as-Sayid, az-Zahir pimpinan Abu Syadi, al-Mu’ayyad, dan al-Liwa’. Di bidang jurnalistik ini ia mendapat bimbingan dari Muhammad Farid Wajdi, seorang ulama dan penulis terkemuka di Mesir.
Ketajaman tulisannya ditopang oleh bacaannya yang amat luas. Memang ia sangat gemar membaca, bahkan ia bekerja untuk dapat membeli buku. Salah satu pengalaman yang tak terlupakan olehnya adalah ketika seorang pelancong muslim Inggris, Majur Dicksun, menghadiahkan kepadanya dua buah buku Tarjamah Al-Qur’an (Terjemahan Al-Qur’an) dan Revolusi Perancis karya Thomas Carlyle.
Al-Aqqad mempunyai andil besar dalam membangkitkan kecerdasan generasi Mesir melalui tulisannya yang bercorak politik pada berbagai surat kabar, seperti al-Balag dan al-Jihad. Sebagai sastrawan, sumbangan al-Aqqad terlihat pada tulisannya, baik dalam bentuk puisi maupun prosa. Ia telah menulis puisi sejak sebelum Perang Dunia I.
Tulisan-tulisannya dalam bidang ini, antara lain Diwan asy-Syi‘r (1916) yang dalam cetakan ketiganya telah mencapai empat jilid, Wayu al-Arba‘in, dan ‘Abir Sabil (yang merupakan buku kumpulan syair). Ciri khas puisi dan syair al-Aqqad adalah mengutamakan perasaan dan pikiran. Ia mampu menyajikan keduanya dalam suatu paduan yang sangat serasi.
Pada sisi lain dalam bidang ini al-Aqqad mengetengahkan pendapat yang brilian. Menurutnya, puisi yang hanya memperhatikan bentuk tidak akan berbobot, dan puisi tidak cukup hanya berisi cerita atau syair qasasi (syair yang berisi cerita). Keindahan lingkungan Mesir bisa merupakan sumber imajinasi dan bahan gubahan.
Di bidang prosa ia menulis al-Fusul Muraja‘at fi al-Adab wa al-Funun (Pasal, suatu Referensi bagi Kesusastraan dan Seni). Ia juga menulis biografi tokoh Islam dengan metode yang sangat menarik dan istimewa, seperti ‘Abqariyyah Muhammad (Kepandaian Nabi Muhammad) dan ‘Abqariyyah ‘Umar (Kepandaian Umar); dan roman dengan judul Sarah.
Sebagai kritikus, al-Aqqad telah memberikan kritik terhadap puisi dan prosa yang ada sambil mengemukakan pendapat untuk memperbaruinya. Susunan bahasa puisi dan prosa yang penuh hiasan tak berisi diarahkannya kepada susunan yang penuh arti dan padat isi.
Di bidang karya umum ia berpendapat bahwa tulisan terdahulu, baik ide maupun kata-katanya, bukanlah tulisan yang benar tetapi hanya sebagai jiplakan. Menurutnya, seorang penulis hendaknya mempunyai ide dan metode tersendiri tanpa mencontoh sedikit pun karya sebelumnya. Oleh karena itu, ia mengkritik penulis seperti Ahmad Syauqi (Amir Syu’ara) dan Thaha Husein yang dianggapnya tidak sesuai dengan pola yang ditawarkannya.
Sebagai penulis, sumbangan besar al-Aqqad bagi keagamaan dan kemasyarakatan terlihat dari tulisannya yang mencapai 40 judul dalam berbagai bidang, antara lain Diwan al-‘Aqqad (kumpulan syair; 1928), Asytal Mujtama‘at (Kegoncangan Masyarakat; 1963), Ibnu ar-Rumi Sayatuhu min Siji‘ nihi (Ibnu ar-Rumi dan Kehidupannya; 1959),
Abu Nausar (Abu Nausar; 1960), Bain al-Kutub wa an-Nar (Antara Buku dan Neraka; 1952), al-‘Abqariyyat (Kecerdikan; 1959), al-Qarn al-‘Isyrin ma Kana wa ma Sayakun (Abad Dua Puluh, yang Sudah dan yang Akan Terjadi; 1959), Muhammad ‘Abduh (1963), Mujma‘ al-Ahya’ (Pertemuan yang Hidup; 1919), Mutala‘at fi al-Kutub wa al-Hayat (Kajian tentang Kitab dan Kehidupan; 1924), dan Muraja’at fi al-Adab wa al-Funun (Referensi untuk Sastra dan Seni; 1925).
Dar al-Kitab al-’Araby di Beirut telah menerbitkan kumpulan karangannya dengan judul Mausu‘ah‘Abbas Mahmud al-‘Aqqad (Ensiklopedi Abbas Mahmud al-Aqqad), lima jilid, terbitan pertama tahun 1970. Dalam karyanya itulah al-Aqqad menyampaikan pendapatnya tentang berbagai segi kehidupan umat Islam sebagai obsesinya untuk membawa umat Islam kepada kemajuan.
Pada sisi lain, al-Aqqad dapat dipandang sebagai cendekiawan yang paling antusias dan bersemangat untuk menggali konsep Al-Qur’an mngenai manusia dan bagaimana manusia muslim itu menjadi pemimpin di masa depan. Karyanya yang terpenting dalam hal ini adalah Al-Qarn al-‘Isyrin ma Kana wa ma Sayakun (1959), Falsafat al-Qur’aniyyat (Filsafat Al-Qur’an), dan al-Insan fi Al-Qur’an (Manusia di dalam Al-Qur’an). Pendapat yang menonjol dalam buku-buku tersebut antara lain:
Hal terbaik yang patut diminta dari sebuah Kitab Suci (dalam bidang ilmu) adalah dorongannya kepada manusia supaya berpikir. Al-Qur’an membuka jalan seluas-luasnya bagi akal pikiran manusia untuk melakukan pembahasan dan penelitian guna menyempurnakan kepribadiannya. Manusia Al-Qur’an menurutnya adalah manusia abad ke-20. Kedudukan manusia abad ke-20 lebih serasi dan lebih kokoh daripada abad sebelumnya.
Daftar Pustaka
al-Aqqad, Abbas Mahmud. ‘Abqariyyah Muhammad. Beirut: Dar al-Kitab al-‘Arab, 1969.
–––––––. al-Insan fi Al-Qur’an, atau Manusia Diungkap Al-Qur’an, terj. Muhammad Rehasyi. Jakarta: Firdaus, 1991.
–––––––. Mausu‘ah ‘Abbas Mahmud al-‘Aqqad li al-Islamiyyin. Beirut: Dar al-Kitab al-‘Arabiy, 1970.
Mandur, Muhammad. an-Naqd wa an-Nuqqad al-Mu‘asirun. Cairo: Mustafa al-Babi al-Halabi, 1963.
asy-Syarif, Ahmad, et al. al-‘Aqqad Dirasatan wa Tahiyyatan. Cairo: Isa al-Babi al-Halabi, 1961.
Syahrin Harahap