Akikah

(Ar.: al-‘aqiqah)

Kata aqiqah berasal dari akar kata ‘aqqa yang berarti “membelah dan memotong”. Menurut istilah syar’i (yang berdasarkan syarak) ‘aqiqah adalah binatang yang disembelih sebagai kurban atas anak yang baru lahir.

Fukaha (ahli fikih) mempunyai pendapat yang berbeda tentang hukum akikah. Segolongan fukaha, antara lain para pengikut Daud az-Zahiri, Imam al-Hasan al-Basri, dan Imam Lais bin Sa’ad, berpendapat bahwa akikah adalah wajib. Jumhur (mayoritas) ulama seperti Imam Malik, ulama Madinah, Imam Syafi‘i serta para pengikutnya, Imam Ahmad bin Hanbal (Imam Hanbali), Ishaq, Abu Saur, dan segolongan besar ahli fikih dan mujtahid (ahli ijtihad) lainnya, berpendapat bahwa hukum akikah adalah sunah. Sementara itu, fukaha pengikut Abu Hanifah (Imam Hanafi) berpendapat bahwa hukum akikah tidak wajib dan tidak pula sunah, melainkan termasuk ibadah tatawwu‘ (sukarela).

Perbedaan pendapat ini muncul karena ada perbedaan pemahaman terhadap hadis yang berkenaan dengan masalah ini. Dalam suatu hadis dikatakan:

“Setiap anak tergadai dengan akikahnya. (Binatang) itu disembelihkan untuknya pada hari ketujuh, dan pada hari itu juga kotoran dibersihkan darinya” (HR. at-Tirmizi, an-Nasa’i, dan Ibnu Majah).

Sementara itu dalam hadis lain dikatakan:

“Aku tidak suka sembelih sembelihan (akikah). Akan tetapi, barangsiapa dianugerahi seorang anak, lalu dia hendak menyembelih hewan untuk anaknya itu, dia dipersilakan melakukannya” (HR. al-Baihaqi).

Mereka juga berbeda pendapat tentang binatang yang digunakan untuk akikah. Jumhur fukaha berpendapat bahwa binatang yang boleh dipakai untuk akikah hanyalah binatang yang bisa disembelih untuk kurban yang terdiri atas delapan macam (empat pasang) binatang. Imam Malik lebih suka memilih domba (da’n) sesuai dengan pendapatnya tentang binatang kurban.

Sementara itu, fukaha lain berpegang pada prinsip bahwa unta lebih utama daripada sapi dan sapi lebih utama daripada domba. Perbedaan penda­pat ini disebabkan oleh adanya pertentangan antara hadis mengenai akikah dan kias. Di antaranya ada hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas RA bahwa Rasulullah SAW menyembelih (akikah) untuk Hasan bin Ali bin Abi Thalib dan Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Nabi SAW, masing-masing satu kambing.

Kemudian dalam hadis lain yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dikatakan bahwa untuk akikah anak perempuan adalah satu kambing, sedangkan untuk akikah anak laki-laki adalah dua kambing.

Sementara itu menurut kias, karena akikah adalah suatu ibadah yang berupa penyembelihan binatang, seharusnya diutamakan binatang yang lebih besar karena dipersamakan dengan penyembelihan binatang al-hadyu (kurban). Tentang umur dan sifat binatang akikah, fukaha sepakat, sama dengan umur dan sifat binatang kurban, yakni harus bersih dari cacat.

Adapun tentang orang yang diakikahi, jumhur fukaha berpendapat bahwa yang diakikahi ada­lah anak laki-laki dan anak perempuan yang masih kecil. Pendapat ini didasarkan atas keterangan hadis bahwa akikah dilakukan pada hari ke-7 dari kelahiran anak. Sementara itu, sebagian fukaha membolehkan akikah untuk orang dewasa. Alasan mereka didasarkan pada sebuah riwayat dari Anas bin Malik RA bahwa Nabi SAW mengakikahi dirinya sesudah diutus sebagai nabi.

Adapun jumlah binatang untuk akikah, menurut Imam Malik, adalah seekor kambing, baik untuk anak laki-laki maupun anak perempuan. Sementara itu, menurut Imam Syafi‘i, Abu Saur Ibrahim bin Khalid Yamani al-Kalbi, Abu Dawud, dan Ahmad, jumlahnya satu ekor kambing untuk anak perempuan dan dua ekor untuk anak laki-laki.

Penyembelihan binatang akikah, menurut jumhur, dilakukan pada hari ke-7 dari kelahiran anak. Menurut pendapat lain, penyembelihan itu bisa dilakukan pada minggu ke-2 atau ke-3. Bagi fukaha yang membolehkan akikah untuk orang dewasa, penyembelihan itu tentunya boleh dilakukan pada usia dewasa.

Hukum daging akikah serta bagian lainnya sama dengan hukum daging kurban dalam hal makan, sedekah, dan larangan memperjualbelikannya.

Upacara akikah biasanya dihubungkan dengan upacara pencukuran rambut dan pemberian nama anak. Hal ini didasarkan pada hadis Nabi SAW yang diriwayatkan oleh at-Tirmizi, an-Nasa’i, dan Ibnu Majah dari Hasan dari Samu-rah yang berarti: “Setiap anak tergadai dengan akikahnya. Pada hari ketujuh ia disembelihkan akikah itu, rambutnya dicukur, dan diberi nama.”

Upacara ini merupakan reaksi Islam terhadap tradisi Jahiliah. Sebelum Islam, kepala anak yang baru lahir biasa dinodai dengan darah binatang sembelihan, kemudian kebiasaan ini dibatalkan oleh Islam dan diganti dengan akikah.

Akikah mengandung banyak hikmah, antara lain karena:

(1) merupakan kurban yang mendekatkan anak kepada Allah SWT sejak masa awal menghirup udara kehidupan;

(2) merupakan tebusan bagi anak untuk memberikan syafaat pada hari akhir kepada kedua orangtuanya;

(3) mengokohkan tali persaudaraan dan kecintaan di antara warga masyarakat dengan berkumpul di satu tempat dalam menyambut kehadiran anak yang baru lahir; dan

(4) merupakan sarana yang dapat merealisasikan prinsip keadilan sosial dan menghapuskan gejala kemiskinan di dalam masyarakat, misalnya dengan adanya daging yang dikirim kepada fakir miskin.

Daftar Pustaka

Abu Jayb, Sa‘di. al-Qamus al-Fiqhi. Damascus: Dar al-Fikr, 1988.
al-Buga, Mustafa. Fiqh al-Mu‘awadah. Damascus: Dar al-Mustaqbal li at-Tiba‘ah, 1981.
Ibnu Rusyd. Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid. Cairo: Syarikah Maktabah wa Matba‘ah Mustafa al Babi al-Halabi wa Auladuh, 1401 H/1981 M.
al-Jaziri, Abdurrahman. Kitab al-Fiqh ‘ala al-Madzahib al-Arba‘ah. Cairo: Matba‘ah al-Istiqamah, t.t.
al-Qarafi. Syarh Tanqih al-Fushul fi Ikhtisar al-Mahshul fi al-Ushul. Cairo: Dar al-Fikr, 1973.
Sabiq, Sayid. Fiqh as-Sunnah. Beirut: Dar al-Fikr, 1980.
as-San’ani, Muhammad bin Ismail al-Kahlani. Subul as-Salam. Cairo: al-Halabi wa Syurakah, t.t.
ash-Shiddieqy, T.M. Hasbi. Hukum-Hukum Fiqh Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 1986.
Ulwan, Abdullah. Tarbiyyah al-Aulad fi al-Islam. Beirut: Darus Salam, t.t.
Umar, Abdurrahman bin Muhammad bin Husein bin. Bugyah al-Mustarsyidin. Surabaya: Syirkah Maktabah Ahmad bin Sa’ad bin Nabhan, t.t.
az-Zarqa, Mustafa Ahmad. al-Madkhal ila al-Fiqh al-‘am: al-Fiqh al-Islami fi Saubih al-Jadid. Beirut: Dar al-Fikr, 1968.
az-Zuhaili, Wahbah. al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu. Beirut: Dar al-Fikr, 1989.

Hery Noer Aly