Ahmad Sanusi adalah seorang tokoh partai Sarekat Islam (SI) dan mendirikan al-Ittihadiyyat al-Islamiyyah (kemudian menjadi Persatuan Umat Islam) dan lembaga pendidikan Syams al-‘Ulum atau Pesantren Gunung Puyuh di Sukabumi. Ia pernah menjadi anggota Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
Ahmad Sanusi adalah putra Haji Abdurrahim, tokoh masyarakat dan pengasuh pesantren di desanya. Ahmad Sanusi memperoleh pelajaran agama dari orangtuanya sampai ia berusia 15 tahun. Setelah dewasa, ia lalu belajar ke beberapa pondok pesantren di Jawa Barat selama kurang lebih 6 tahun. Seusai pelajarannya, Ahmad Sanusi kembali ke kampung halamannya untuk membantu mengajar di pesantren ayahnya.
Pada 1908 ia menikah dan pergi haji ke Mekah bersama istrinya serta bermukim di sana selama beberapa waktu. Dalam kesempatan itu ia telah mengenal tulisan para pembaru, seperti Muhammad Abduh dan Rasyid Rida. Ia tetap berpegang pada Mazhab Syafi‘i yang beraliran Ahlusunah waljamaah.
Pada 1915 Ahmad Sanusi kembali mengajar di pesantren ayahnya selama kurang lebih 3 tahun. Kemudian ia membangun pesantren baru sebagai pengembangan dari pesantren ayahnya di kaki Gunung Rumphin, di sebelah barat kota Sukabumi. Di tempat ini Ahmad Sanusi berhasil mengembangkan pengetahuan agamanya secara mandiri, sehingga pesantrennya cepat berkembang. Santrinya tidak hanya berasal dari SukaÂbumi, tetapi juga dari luar daerah dan luar Pulau Jawa.
Ahmad Sanusi sebagai tokoh SI aktif dalam usaha mengusir kolonialis Belanda dari tanah air. Akibatnya, ia menjadi tahanan politik selama 7 tahun di Batavia. Selama di pengasingan, ia menulis buku dan membentuk suatu organisasi yang bernama al-Ittihadiyyat al-Islamiyyah pada 1931. Al-Ittihadiyyat al-Islamiyyah akhirnya dibubarkan penguasa Jepang. Namun, ia mengadakan konsolidasi dan mengubah nama organisasi tersebut menjadi Persatuan Umat Islam (PUI).
Setahun kemudian ia kembali ke Sukabumi, menangani organisasi al-Ittihadiyyat al-Islamiyyah, dan pada 5 Februari 1933 mendirikan lembaga pendidikan Syams al-‘Ulum yang lebih dikenal dengan Pesantren Gunung Puyuh. Selain itu Ahmad Sanusi juga menerbitkan majalah al-Hidayah al-Islamiyyah (Petunjuk Islam) dan majalah at-Tablig al-Islami (Dakwah Islam) sebagai bahan bacaan dalam rangka da‘wah bi al-lisan (dakwah secara lisan).
Ahmad Sanusi diangkat menjadi salah seorang instruktur latihan yang diselenggarakan untuk mengadakan konsolidasi politik Jepang terhadap umat Islam. Pada 1944 ia diangkat oleh penguasa Jepang sebagai wakil residen di Bogor.
Secara resmi Ahmad Sanusi mewakili PUI dalam Masyumi. Sampai menjelang kemerdekaan Republik Indonesia, dia tercatat sebagai anggota panitia Dokuritzu Zyunbi Tyoosakai atau Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Namanya dicoret dari keanggotaan BPUPKI karena ia dianggap terlalu banyak memihak Islam.
Hal ini dilakukannya dengan tujuan agar kelak Indonesia merdeka menjalankan peraturan yang berdasarkan syariat Islam. Kemudian Ahmad Sanusi kembali menulis. Tidak kurang 75 buku telah ditulisnya, antara lain kitab Tamsyiyah al-Muslimin fi Kalam Rabb al-‘alamin (Perjalanan Muslimin dalam Firman Tuhan Seru Sekalian Alam) dan Raudhah al-‘Irfan (Taman Ilmu Pengetahuan). Ia juga menulis buku yang membahas ilmu tauhid dan fikih.
Daftar Pustaka
Benda, Harry J. Bulan Sabit dan Matahari Terbit: Islam Indonesia pada Pendudukan Jepang 1942–1945, terj. Daniel Dhakidae. Jakarta: Pustaka Jaya, 1980.
Noer, Deliar. Partai Islam di Pentas Nasional. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1987.
Rasyidi, Ayip. Manusia Sunda. Jakarta: Inti Idayu Press, 1984. Sanusi, Ahmad. at-Tanbih al-Mahir fi Mukhalit wa al-Mujawir. Sukabumi: al-Ittihad, t.t.
Soemaatmadja, R.O. at-Tablig al-Islami. Sukabumi: PB. AII, 1939.
–––––––. al-Hidayatul al-Islamiyyah. Sukabumi: PKR, 1931.
Wanta, S. KH Ahmad Sanusi dan Pergerakannya. Majalengka: Pengurus Besar PUI, 1986.
A Saifuddin