Agha Khan

Agha Khan adalah gelar pemimpin Syiah Ismailiyah cabang Nizariyah. Pengikutnya banyak terdapat di India, Iran, Asia Tengah, Suriah, dan Afrika timur. Golongan ini mempunyai beberapa cabang, antara lain Musta’liyah dan Nizariyah. Pada abad ke-4 H/10 M dan 5 H/11 M golongan ini memiliki dua cabang lagi, yakni Nusairiyah dan Druze (di Libanon).

Kadang-kadang istilah “Agha Khan” ini juga diberikan kepada orang terhormat oleh penguasa Qajar Syah di Persia (sekarang: Iran). Orang yang dikenal di seluruh dunia sebagai Agha Khan adalah Sir Sultan Muhammad yang oleh golongan Syiah Ismailiyah cabang Nizariyah di India, Persia, Asia Tengah, Suriah, dan lain-lain dipandang sebagai imam mereka yang ke-48, sebagai pengganti imam yang “bersembunyi”.

Ide tentang imam yang “bersembunyi” ini merupakan ciri khas dari semua cabang aliran Syiah, walaupun tidak ada kesepakatan mengenai identitasnya. Perpecahan utama yang pertama di kalangan Syiah timbul berkenaan dengan pengganti imam yang keenam, Ja‘far as-Sadiq (w. 148 H/765 M di Madinah dalam usia 65 tahun).

Mayoritas kaum Syiah menganggap putranya, Musa al-Kazim, sebagai penggantinya karena putranya yang tertua, Isma‘il, dipandang telah berdosa karena meminum anggur. Akan tetapi, sebagian kaum Syiah menganggap Isma‘il sebagai imam yang berhak, dan sesudah dia, putranya, yakni Muhammad al-Jawad. Kaum Ismailiyah, demikian mereka disebut, juga dinamai Syiah Tujuh Imam karena mereka menutup rangkaian imam tersebut dengan “menghilangnya” Muhammad­ ini, yang “kembalinya” mereka tunggu-tunggu sebagai al-Mahdi.

Tokoh yang dikenal di seluruh dunia sebagai Agha Khan adalah Sir Sultan Muhammad. Dia disebut juga Agha Khan Muhammad Syah al-Hali, yang mengumumkan dirinya sebagai imam. Agha Khan Muhammad Syah al-Hali dilahirkan pada 1877. Dia tinggal di kota Bombay dan menulis banyak artikel dalam berbagai majalah yang berbahasa Inggris, seperti The Ninteenth Century (Abad ke-19) dan East and West (Timur dan Barat).

Dia adalah Agha Khan yang ketiga karena ayah dan kakeknya juga memakai gelar yang sama (Agha Khan). Menurut riwayat, pada awalnya gelar ini diberikan kepada kakeknya, Hasan Ali Syah, yang ketika itu masih sangat muda, oleh Fath Ali Syah Qajar (keponakan Agha Muhammad Khan), tidak lama sebelum kematian Fath Ali Syah Qajar ini pada 1834.

Gelar kakeknya adalah Agha Khan Mahallati, yang dinisbahkan kepada suatu tempat, Mahallat, sebuah kota di sebelah barat kota Qum di Persia (Iran). Dia adalah seorang hakim di Qum dan Mahallat pada masa pemerintahan Fath Ali Syah. Namun setelah tidak mempunyai jabatan lagi, pada 1838 dia pun pindah ke India.

Agha Khan yang sekarang adalah Abdul Karim. Ayahnya, Ali Khan, dan kakeknya, Muhammad Syah, berkedudukan di Bombay. Di bawah pimpinan Muhammad Syah, sekte Syiah Ismailiyah Nizariyah mengalami perkembangan yang amat pesat. Jadi Abdul Karim, yang dikenal sebagai Agha Khan dewasa ini, adalah cucu dari Agha Khan Muhammad Syah al-Hali yang terkenal itu.

Daftar Pustaka

al-Fandi, Muhammad Sabit. Da’irah al-Ma‘arif al-Islamiyyah. Cairo: Dar asy-Sya‘b, t.t.
Bakhash, Shaul. Iran: Monarchy, Bureaucracy, and Reform under the Qajars. London: Ithaca Press for the Middle East Centre, St. Antony’s College, 1978.
Rahman, Fazlur. Islam. New York: Chicago University Press, 1979.
asy-Syahristani. al-Milal wa an-Nihal. Beirut: Dar al-Fikr, t.t.
Watt, W. Montgomery. The Majesty: That was Islam The Islamic World 661–1100. London: Sidgwick & Jackson, 1974.

Asmaran As