Abu Dawud terkenal sebagai seorang ulama, hafiz, ahli fikih, dan ahli hadis. Nama lengkapnya adalah Abu Dawud Sulaiman bin al-Asy‘as bin Ishaq bin Basyir bin Syidad bin Amr bin Amran al-Azdi as-Sijistani. Karyanya Sunan Abi Dawud dianggap sebagai salah satu kitab standar di bidang hadis.
Abu Dawud mengawali pendidikannya dengan belajar bahasa Arab, Al-Qur’an, dan pengetahuan agama lain. Sampai usia 21 tahun ia bermukim di Baghdad. Kemudian ia melakukan perjalanan panjang untuk mempelajari hadis ke berbagai tempat, seperti Hijaz, Syam (Suriah), Mesir, Khurasan, Rayy (Teheran), Harat, Kufah, Tarsus, Basrah, dan Baghdad.
Dalam perjalanan itu ia berjumpa dan berguru kepada para pakar hadis, seperti Ibnu Amr ad-Darir, Qa’nabi, Abi al-Walid at-Tayalisi, Sulaiman bin Harb, Imam Hanbali, Yahya bin Ma‘in, Qutaibah bin Sa’id, Isman bin Abi Syaibah, Abdullah bin Maslamah, Musaddad bin Musarhid, Musa bin Ismail, Hasan bin Amr as-Sudusi, Amr bin Marzuq, Abdullah bin Muhammad an-Nafili, Muhammad bin Basyar, Zuhair bin Harb, Ubaidillah bin Umar bin Maisarah, Abu Bakar bin Abi Syaibah, Muham-mad bin Musanna, dan Muhammad bin al-Ala.
Setelah perjalanan studi tersebut, Abu Dawud menghasilkan sebuah kitab hadis, Sunan Abu Dawud Kitab ini, bersama kitab Jami‘ at-Tirmidzi (karya Imam at-Tirmizi), Musnad Ahmad ibn Hambal (karya Imam Hanbali) dan Mujtaba’ an-Nasa’i (karya Imam an-Nasa’i), dinilai sebagai kitab standar peringkat kedua dalam bidang hadis sesudah kitab standar peringkat pertama, yaitu Shahih al-Bukhari (karya Imam Bukhari) dan Shahih Muslim (karya Imam Muslim).
Karena itu, lepas dari perbedaan pendapat mengenai masuk tidaknya kitab hadis al-Muwaththa’ (karya Imam Malik), Sunan Abi Dawud termasuk dalam kelompok al-Kutub as-Sittah (Enam Kitab Hadis). Khusus pada kelompok kitab hadis peringkat kedua, karya Abu Dawud tersebut sering ditempatkan pada urutan pertama.
Dalam kitabnya tersebut, Abu Dawud mengumpulkan 4.800 buah hadis dari 500.000 hadis yang dicatat dan dihafalnya. Kitab itu disusun menurut sistematika fikih, yakni memuat hadis yang berkaitan dengan hukum.
Banyak ulama hadis yang tercatat telah berguru dan mengambil hadis dari Abu Dawud, antara lain an-Nasa’i, Abu Bakar bin Abu Dawud (anaknya sendiri), Abu Uwanah, Abu Basyar ad-Daulabi, Ali bin Hasan bin Abd, Abu Usamah Muhammad bin Abdul Mulk, Abu Sa‘id bin Arabi, Abu Ali al-Lu’Lui, Abu Bakar bin Dasah, dan Abu Salim Muhammad bin Sa’id al-Jaludi.
Kitab Sunan Abu Dawud merupakan yang paling populer di antara karangan Abu Dawud yang berjumlah 20 judul. Tidak kurang dari 13 judul kitab telah mengulas karya tersebut dalam bentuk syarh (komentar), mukhtabar (ringkasan), tahdzib (revisi), dan lain-lain.
Ibnu Salah (w. 642 H/1246 M), Ibnu Mundih, dan Ibnu Abd al-Bar (ketiganya ahli hadis) menilai karya tersebut sebagai bermutu standar untuk berhujah. Seiring dengan itu, Ibnu Hajar al-Asqalani, Imam Nawawi, dan Ibnu Taimiyah mengkritik karya Abu Dawud tersebut.
Kritik tersebut meliputi: (a) tidak adanya penjelasan tentang kualitas suatu hadis dan kualitas sanad (sumber, silsilah dalam hadis)-nya, sementara yang lainnya disertai dengan penjelasan; (b) adanya hadis yang daif (lemah) menurut penilaian para ahli, tetapi tanpa penjelasan kedaifannya oleh Abu Dawud; dan (c) adanya kemiripan Abu Dawud dengan Imam Hanbali dalam hal mentoleransi hadis yang oleh sementara kalangan dinilai daif.
Ketenaran Abu Dawud di bidang hadis bukan hanya karena Sunan Abi Dawud termasuk dalam kelompok al-Kutub as-Sittah dan kaya dengan hadis hukum sebagai ciri khasnya, melainkan juga karena kitabnya itu menjelaskan hadis yang sahih dan tidak sahih menurut penilaiannya. Bahkan kitab ini juga memuat rumus tentang hadis “sahih”, sebuah istilah yang sebelumnya sama sekali tidak dikenal dan pada masa selanjutnya menjadi istilah ilmu hadis yang diperdebatkan para ahli, karena kesamaran tentang apa yang dimaksudkan Abu Dawud.
Di samping kepakarannya di bidang hadis, perjalanan Abu Dawud untuk mencari ilmu dari satu tempat ke tempat lain telah membentuknya menjadi pakar hukum dan kritikus pada masanya.
Pada masa hidupnya di daerah tertentu sering terjadi kerusuhan yang puncaknya adalah pemberontakan Zanj pada 257 H/871 M. Setelah pemberontakan itu reda, gubernur Basrah, Abu Ahmad (saudara khalifah Dinasti Abbasiyah ketika itu) meminta agar Abu Dawud mau menetap di Basrah, tempat bermukimnya para pakar dari berbagai bidang. Tetapi baru pada 272 H/886 M Abu Dawud memenuhi permintaan tersebut. Sejak itu sampai wafatnya, ia menetap di kota itu.
Daftar Pustaka
Azami, Muhammad Mustafa. Studies in Hadith: Methodology and Literature. Indianapolis Canada: American Trust Publications, 1977.
ad-Dahlawi, Ahmad Abdurrahim.Hujjah Allah al-Baligah. Beirut: Dar al-Ma‘arif, t.t.
al-Khatib, Muhammad Ajaj. Usul al-hadis ‘Ulumuh wa Mustalahuh. Beirut: Dar al-Fikr, 1989.
al-Mabarkafuri, Abi al-Ali Muhammad. Muqaddimah Tuhfah al-Ahwazi Syarh al-Jami‘ at-Tirmizi. Cairo: Matba‘ah al-Majallah al-Jadidah, 1967.
Marcais, W. “Abu Dawud,” First Encyclopedia of Islam 1913–1916. Leiden: E.J. Brill, 1987.
Moch. Qasim Mathar