Abdul Wahab Rokan adalah seorang ulama terkemuka yang menyebarkan Tarekat Naqsyabandiyah di Sumatera dan Semenanjung Malaka. Ia lebih dikenal dengan nama julukan Tuan Guru Babussalam (Basilam).
Abdul Wahab Rokan menerima pendidikan awal dengan belajar Al-Qur’an sampai selesai pada seorang guru terkemuka di kampungnya. Ayahnya, Abdul Manaf bin Muhammad Yasin bin Maulana Tuanku Haji Abdullah Tambusai, masih mempunyai hubungan darah dengan keturunan raja Kesultanan Siak Sri Indrapura. Ibunya, Arabaiyah binti Dagi, berasal dari keturunan sultan Kerajaan Langkat.
Setelah ayahnya wafat, ia melanjutkan pelajarannya ke Tambusai, Riau, pada Tuan H. Abdul Halim Tambusai dan Tuan H. Muhammad Saleh Tambusai, keduanya ulama terkemuka yang mengajarkan pelajaran agama dalam bahasa Arab. Setelah menuntut ilmu pada kedua guru ini, ia kemudian disebut fakih (ahli fikih) dan digelari Faqih Muhammad.
Pada 1277 H/1861 M ia berlayar ke Tanah Semenanjung untuk menambah ilmu pengetahuan dan tinggal di Sungai Ujung (Simunjung), Negeri Sembilan, serta belajar pada Syekh H. Muhammad Yusuf, ulama terkemuka yang berasal dari Minangkabau (Syekh H Muhammad Yusuf kemudian diangkat sebagai mufti di Kerajaan Langkat dan digelari “Tuk Ongku”).
Sambil belajar agama pada Syekh H Muhammad Yusuf, Faqih Muhammad juga berdagang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pada 1279 H/1863 M, setelah 2 tahun belajar pada Syekh H Muhammad Yusuf, ia berangkat ke Mekah untuk menunaikan ibadah haji dan memperdalam pengetahuan agamanya.
Setelah menunaikan ibadah haji, ia memperoleh nama julukan Haji Abdul Wahab. Di Mekah ia belajar agama pada Saidi Syarif Dahlan (mufti Mazhab Syafi‘i), Syekh Hasbullah (guru agama dari Indonesia yang mengajar di Masjidilharam), Syekh Muhammad Yunus bin Abdurrahman Batubara (ulama dari Indonesia yang menjadi guru di Mekah), dan Syekh Sulaiman Zuhdi (guru Tarekat Naqsyabandiyah dan pemimpin ibadah suluk di Jabal Abu Qubais, Mekah). Pada Syekh Sulaiman Zuhdi, ia secara khusus belajar ilmu Tarekat Naqsyabandiyah.
Setelah menyelesaikan pelajaran tarekatnya, Abdul Wahab Rokan diberi ijazah oleh gurunya, Sulaiman Zuhdi, dan diberi nama Syekh Haji Abdul Wahab Rokan Jawi al-Khalidi an-Naqsyabandi. Kemudian, Syekh Sulaiman Zuhdi menyuruh Haji Abdul Wahab kembali ke tanah airnya untuk menyebarkan Tarekat Naqsyabandiyah.
Sekembalinya dari Mekah 1285 H/1869 M, Syekh Abdul Wahab membangun sebuah perkampungan di Kubu, Rokan (sekarang Riau), dan menamainya Kampung Masjid (Tanjung Masjid). Dari sini ia menyebarkan ajaran Tarekat Naqsyabandiyah ke daerah sekitarnya, seperti ke Negeri Kuala, Bilah, Panai, Kota Pinang, Dumai, Bengkalis, dan ke Sungai Ujung (Semenanjung Malaka), sehingga banyak bermunculan fakih dan dai penyebar ajaran Naqsyabandiyah.
Di samping itu, Syekh Abdul Wahab juga mengirim para dai ke Sipirok dan Gunungtua di Tapanuli Selatan (kini masuk Sumatera Utara) yang penduduknya belum menganut agama Islam.
Pada 1290 H/1874 M Syekh Abdul Wahab pindah ke Dumai dan membangun perkampungan di sana dengan nama Kampung Masjid (Kampung Sungai Masjid). Dari sinilah pengaruh ajaran Tarekat Naqsyabandiyah meluas menyisir pantai timur Sumatera sampai ke Kualuh, Langkat, Sumatera Timur (sekarang Sumatera Utara). Tidak berapa lama setelah bermukim di Dumai, Syekh Abdul Wahab Rokan kembali ke kampungnya, Rantau Binuang Sakti.
Di sini ia mengeluarkan ide pembentukan organisasi Persatuan Rokan, yang mendapat sambutan dari para pemuka agama dan masyarakat. Ketika itu terpilih sebagai ketua H. Abdullah Muthalib Mufti, seorang ulama besar dan pemuka agama di Rokan. Organisasi ini bertujuan untuk mempersatukan tenaga dan pikiran keluarga Rokan untuk menyebarkan agama, antara lain dengan mendirikan lembaga pendidikan dan pengajaran yang langsung diketuai Syekh Abdul Wahab Rokan.
Di samping itu, organisasi ini juga dilengkapi dengan badan perhubungan yang bertugas untuk mengadakan kontak dengan luar negeri. Badan perhubungan ini diketuai Sultan Zainal Abidin, pemuka masyarakat Rokan ketika itu. Badan ini sempat melakukan hubungan dengan mengirim utusan langsung ke Kerajaan Usmani Turki dan Kerajaan Perak di Semenanjung Malaka. Akan tetapi, pemerintah Hindia Belanda mencurigai organisasi ini, dan sebagai akibatnya membuang Sultan Zainal Abidin ke Madiun.
Melihat situasi politik ketika itu, pada 1292 H/1876 M Syekh Abdul Wahab Rokan pindah dari Rantau Binuang Sakti ke Kampung Kualuh, Sumatera Timur. Di tempat baru ini ia juga membangun sebuah perkampungan, Kampung Masjid (sekarang menjadi pusat pemerintahan Kecamatan Kualuh Hilir), serta menyebarkan ajaran Tarekat Naqsyabandiyah sehingga mendapat banyak murid. Kemudian pada 1294 H/1879 M ia pindah ke Gebang, Langkat, diiringi 150 orang murid dan pengikutnya.
Di sini ia juga menyebarkan ajaran Tarekat Naqsyabandiyah. Pada 1300 H/1883 M Syekh Abdul Wahab Rokan bersama 160 orang murid dan pengikutnya menuju Babussalam, Tanjungpura, yang kemudian dijadikan pusat penyebaran Tarekat Naqsyabandiyah ke daerah sekitar Langkat. Perkampungan ini terletak di sebidang tanah wakaf dari Sultan Musa al-Mu‘azzam Syah, sultan Langkat ketika itu.
Pada 1332 H/1913 M Syekh Abdul Wahab Rokan meng utus anaknya, Faqih Tambah, ke Batavia (Jakarta) untuk mengadakan hubungan dengan HOS Tjokroaminoto, pemimpin Sarekat Islam (1882–1934), dengan maksud agar di Babussalam juga dapat didirikan Sarekat Islam. Ketika itu, Syekh Abdul Wahab Rokan mengirimkan bantuan kepada Sarekat Islam sebanyak 500 ringgit. Upaya Faqih Tambah ini berhasil dan pada tahun itu juga cabang Sarekat Islam didirikan di Babussalam dan langsung dipimpin Syekh Abdul Wahab Rokan.
Atas jasanya dalam membangun perkampungan, mendirikan rumah ibadah, dan rumah suluk Tarekat Naqsyabandiyah, pemerintah Hindia Belanda melalui Gubernur Jenderal Van Aken menganugerahi Syekh Abdul Wahab Rokan bintang kehormatan. Atas upayanya, Tarekat Naqsyabandiyah tersebar di pesisir timur Sumatera dan barat Semenanjung Malaka dan bahkan sampai ke Thailand melalui para muridnya.
Pada 21 Jumadilawal 1345 Syekh Abdul Wahab Rokan al-Khalidi an-Naqsyabandi wafat dan dimakamkan di Babussalam. Makamnya sampai sekarang ramai dikunjungi peziarah, baik dari berbagai daerah di Indonesia maupun dari Malaysia dan Thailand.
Daftar Pustaka
Abdullah, Hawash. Perkembangan Ilmu Tasawuf dan Tokoh-Tokohnya di Nusantara. Surabaya: al-Ikhlas, 1980.
Atjeh, Abu Bakar. Pengantar Ilmu Tarikat tentang Mistik. Jakarta: Fa. H M. Nawi & Son, 1976.
IAIN Sumatera Utara. Sejarah Ulama-Ulama Terkemuka di Sumatera Utara. Medan: Majelis Ulama Sumatera Utara, 1403 H/1983 M.
Madayan A. Wahab Rokan. Catatan Riwayat Hidup Syeikh Abd. Wahab Rokan. Medan: t.p., 1982.
Said, A. Fuad. Syeikh A. Wahab Tuan Guru Babus Salam. Medan: Yayasan Pembangunan Babus Salam. 1976.
Nasrun Haroen