Abdul Wahab Rokan

(Rantau Binuang­ Sakti,­ Sumatera Timur, 1811 – Babussalam, Sumatera Timur, 27 Desember 1926)

Abdul Wahab Rokan adalah seorang ulama terkemuka yang menyebarkan Tarekat Naqsyaban­diyah­ di Sumatera dan Semenanjung Malaka. Ia lebih dikenal dengan nama julukan Tuan Guru Babus­salam­ (Basilam).

Abdul Wahab Rokan menerima pendidikan awal dengan belajar­ Al-Qur’an sampai selesai pada seorang guru terkemuka di kampungnya. Ayahnya, Abdul Manaf bin Muhammad Yasin bin Maulana Tuanku Haji Abdullah Tambusai,­ masih mempunyai hubungan darah dengan keturunan raja Kesultanan Siak Sri Indrapura. Ibunya, Arabaiyah binti Dagi, berasal dari keturunan sultan Kerajaan Langkat.

Setelah ayahnya wafat, ia melanjutkan pelajarannya­ ke Tambusai, Riau, pada Tuan H. Abdul Halim Tambusai dan Tuan H. Muhammad Saleh Tambusai, keduanya ulama terkemuka yang mengajarkan­ pelajaran agama dalam bahasa Arab. Setelah­ menuntut ilmu pada kedua guru ini, ia kemudi­an disebut fakih (ahli fikih) dan digelari Faqih Muhammad.

Pada 1277 H/1861 M ia berlayar ke Tanah Semenanjung untuk menambah ilmu pengetahuan dan tinggal di Sungai Ujung (Simunjung), Negeri Sembilan, serta belajar pada Syekh H. Muhammad Yusuf, ulama terkemuka yang berasal dari Minangkabau­ (Syekh H Muhammad Yusuf kemudian di­angkat sebagai mufti di Kerajaan Langkat dan digelari­ “Tuk Ongku”).

Sambil belajar agama pada Syekh H Muhammad Yusuf, Faqih Muhammad juga berdagang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya­. Pada 1279 H/1863 M, setelah 2 tahun belajar pada Syekh H Muhammad Yusuf, ia berangkat­ ke Mekah untuk menunaikan ibadah haji dan memperdalam pengetahuan agamanya.

Setelah­ menunaikan ibadah haji, ia memperoleh nama julukan Haji Abdul Wahab. Di Mekah ia belajar agama pada Saidi Syarif Dahlan (mufti Mazhab Syafi‘i), Syekh Hasbullah (guru agama dari Indonesia yang mengajar di Masjidilharam),­ Syekh Muhammad Yunus bin Abdurrahman Batubara­ (ulama dari Indonesia yang menjadi guru di Mekah), dan Syekh Sulaiman Zuhdi (guru Tarekat Naqsyabandiyah dan pemimpin ibadah suluk di Jabal Abu Qubais, Mekah). Pada Syekh Sulaiman Zuhdi, ia secara khusus belajar ilmu Tarekat Naqsyabandiyah­.

Setelah menyelesaikan pelajaran tarekatnya, Abdul Wahab Rokan diberi ijazah oleh gurunya, Sulaiman Zuhdi, dan diberi nama Syekh Haji Abdul Wahab Rokan Jawi al-Khalidi an-Naqsyabandi­. Kemudian,­ Syekh Sulaiman Zuhdi menyuruh Haji Abdul Wahab kembali­ ke tanah airnya untuk menyebarkan Tarekat Naqsyabandiyah.

Sekembalinya dari Mekah 1285 H/1869 M, Syekh Abdul Wahab membangun sebuah perkampungan di Kubu, Rokan (sekarang Riau), dan menamainya Kampung Masjid (Tanjung Masjid). Dari sini ia menyebarkan ajaran Tarekat Naqsyabandiyah ke daerah sekitarnya, seperti­ ke Negeri Kuala, Bilah, Panai, Kota Pinang, Dumai, Bengkalis, dan ke Sungai Ujung (Seme­nanjung Malaka), sehingga banyak bermunculan fakih dan dai penyebar ajaran Naqsyaban­diyah.

Di samping itu, Syekh Abdul Wahab juga mengirim­ para dai ke Sipirok dan Gunungtua di Tapanuli Selatan (kini masuk Sumatera Utara) yang penduduknya­ belum menganut agama Islam.

Pada 1290 H/1874 M Syekh Abdul Wahab pindah ke Dumai dan membangun perkampungan di sana dengan nama Kampung Masjid (Kampung­ Sungai Masjid). Dari sinilah pengaruh ajaran Tarekat­ Naqsyabandiyah­ meluas menyisir pantai­ timur Sumatera sampai ke Kualuh, Langkat, Sumatera Timur­ (sekarang Sumatera Utara). Tidak berapa lama setelah bermukim­ di Dumai,­ Syekh Abdul Wahab Rokan kembali ke kampungnya, Rantau Bin­uang Sakti.

Di sini ia menge­luarkan ide pembentukan organisasi Persatuan Rokan, yang mendapat sambutan dari para pemu­ka­ agama dan masyarakat. Ketika itu terpilih sebagai ketua H. Abdullah Muthalib Mufti, seorang ulama besar dan pemuka agama di Rokan. Organisasi­ ini bertujuan untuk mempersatukan tenaga­ dan pikiran keluarga Rokan untuk menyebarkan­ agama, antara lain dengan­ mendirikan lembaga­ pendidikan­ dan pengajaran­ yang langsung diketuai Syekh Abdul Wahab Rokan.

Di samping itu, organisasi ini juga dilengkapi dengan badan perhubungan yang bertugas­ untuk mengadakan­ kontak dengan luar negeri. Badan perhubungan­ ini diketuai Sultan Zainal Abidin, pemuka masyarakat­ Rokan ketika itu. Badan ini sempat melakukan­ hubungan dengan mengirim utusan langsung­ ke Kerajaan Usmani Turki dan Kerajaan Perak di Semenanjung Malaka. Akan tetapi,­ peme­rintah Hindia­ Belanda mencurigai organisasi­ ini, dan sebagai­ akibatnya membuang Sultan Zainal Abidin ke Madiun.

Melihat situasi politik ketika itu, pada 1292 H/1876 M Syekh Abdul Wahab Rokan pindah dari Rantau Binuang Sakti ke Kampung Kualuh, Sumatera Timur. Di tempat baru ini ia juga memban­gun­ sebuah perkampungan, Kampung Masjid (sekarang menjadi pusat pemerintahan Kecamatan Kualuh Hilir), serta menyebarkan ajaran Tarekat Naqsyabandiyah sehingga mendapat banyak murid. Kemudian pada 1294 H/1879 M ia pindah ke Gebang, Langkat, diiringi 150 orang murid dan pengikutnya.

Di sini ia juga menyebarkan ajaran Tarekat Naqsyabandiyah. Pada 1300 H/1883 M Syekh Abdul Wahab Rokan bersama 160 orang murid dan pengikutnya menuju Babussalam, Tanjungpura, yang kemudian dijadikan pusat penyebaran­ Tarekat Naqsyabandiyah ke daerah­ sekitar Langkat. Perkampungan­ ini terletak di sebidang tanah wakaf dari Sultan Musa al-Mu‘azzam Syah, sultan Langkat ketika itu.

Pada 1332 H/1913 M Syekh Abdul Wahab Rokan meng­ utus anaknya, Faqih Tambah, ke Batavia (Jakarta) untuk mengadakan hubungan dengan HOS Tjokroaminoto, pemimpin Sarekat Islam (1882–1934), dengan maksud agar di Babussalam juga dapat didirikan Sarekat Islam. Ketika itu, Syekh Abdul Wahab Rokan mengirimkan bantuan kepada Sarekat Islam sebanyak 500 ringgit. Upaya Faqih Tambah ini berhasil dan pada tahun itu juga cabang Sarekat Islam didirikan di Babussalam dan langsung dipimpin­ Syekh Abdul Wahab Rokan.

Atas jasanya dalam membangun perkampung­an, mendirikan rumah ibadah, dan rumah suluk Tarekat Naqsyabandiyah, pemerintah Hindia Belanda melalui Gubernur Jenderal Van Aken menganugerahi Syekh Abdul Wahab Rokan bintang kehormatan. Atas upayanya, Tarekat­ Naqsyabandiyah tersebar di pesisir timur Sumatera dan barat Semenanjung Malaka dan bahkan sampai­ ke Thailand melalui para muridnya.

Pada 21 Jumadilawal 1345 Syekh Abdul Wahab Rokan al-Khalidi an-Naqsyabandi wafat dan dima­kamkan di Babussa­lam. Makamnya sampai sekarang­ ramai dikunjungi peziarah, baik dari berbagai­ daerah di Indonesia maupun dari Malaysia dan Thailand.

Daftar Pustaka

Abdullah, Hawash. Perkembangan Ilmu Tasawuf dan Tokoh-Tokohnya di Nusantara. Surabaya: al-Ikhlas, 1980.
Atjeh, Abu Bakar. Pengantar Ilmu Tarikat tentang Mistik. Jakarta: Fa. H M. Nawi & Son, 1976.
IAIN Sumatera Utara. Sejarah Ulama-Ulama Terkemuka di Sumatera Utara. Medan: Majelis Ulama Sumatera Utara, 1403 H/1983 M.
Madayan A. Wahab Rokan. Catatan Riwayat Hidup Syeikh Abd. Wahab Rokan. Medan: t.p., 1982.
Said, A. Fuad. Syeikh A. Wahab Tuan Guru Babus Salam. Medan: Yayasan Pembangunan Babus Salam. 1976.

Nasrun Haroen