Syekh memiliki berbagai arti, antara lain gelar kehormatan bagi ulama dan pembesar, kepala suku, gelar keagamaan dan pengajaran, orang yang berhak mengeluarkan fatwa, fungsionaris dalam tasawuf, pengurus pranata keagamaan, ketua kelompok seprofesi dan sekerja, fungsionaris kemiliteran, perdana menteri, dan rektor perguruan tinggi.
Syekh berasal dari kata syaikh (bentuk jamak: syuyukh, asyyakh, masyyakhah, dan masyayikh) yang berarti “orang lanjut usia” (sekitar 50 tahun ke atas). Kata “syekh” dengan arti tersebut terdapat dalam Al-Qur’an surah al-Qasas (28) ayat 23, Hud (11) ayat 72, Yusuf (12) ayat 78, dan al-Mu’min (40) ayat 67.
Syekh sebagai gelar kehormatan bagi ulama dan pembesar digunakan dalam sejarah Arab sebelum dan sesudah Islam. Sebagai gelar kehormatan, syekh juga dipakai oleh kelompok Hasyasyin (pasukan pembunuh kaum Qaramitah, yang dipimpin Hasan bin Sabah) untuk pimpinan mereka dengan menyebutnya syaikh al-jabal (syekh di gunung) atau syaikh al-fidawiyah (pimpinan pasukan berani mati).
Sementara itu, syekh yang berarti “kepala suku” (qabilah) dipakai pada masa pra-Islam dan dinamai syaikh al-qabilah. Syekh suku ini biasanya dipilih dari orang yang berusia lanjut, tetapi sering juga dari orang muda yang cakap, bijak, kaya, adil, kuat, dan berwibawa. Syekh yang berarti “kepala suku” juga dipergunakan pada zaman Islam, seperti di masa Dinasti Mamluk yang mengangkat syekh suku melalui keputusan seorang sultan.
Syekh sebagai gelar keagamaan dan pengajaran dipakai dengan menambahkan kata yang menunjuk pada mata pelajaran dan nama tertentu di belakangnya, misalnya syaikh Al-Qur’an, yakni guru yang mengajar Al-Qur’an, guru mengaji atau ahli Al-Qur’an; syaikh ar-riwayah atau syaikh al-hadits, yakni guru yang mengajar hadis atau ilmu hikmah; dan syaikh al-madzhab atau syaikh al-madzahib, yakni gelar kehormatan bagi ulama yang mengajar mazhab fikih yang memberi pengarahan pada guru yang mengajar mazhab tertentu dari empat mazhab fikih di sekolah agama.
Penggunaan syaikh al-madzhab misalnya terdapat pada prasasti yang bertahun 651 H/1253 M pada sebuah sekolah di Damsyiq (Damascus) yang menyebut nama Syamsuddin Abu Makarim Yahya bin Hibatullah bin Hasan asy-Syafi‘i sebagai syaikh al-madzahib dan Abu Abbas sebagai syaikh al-madzhab. Syekh sebagai jabatan tertinggi keagamaan dikenal juga pada masa Kerajaan Usmani Turki (Ottoman), yaitu jabatan syaikhul Islam.
Adapun syekh sebagai orang yang berhak mengeluarkan fatwa disebut syaikh al-fitya. Menurut Ibnu Khaldun dalam Muqaddimah Ibn Khaldun, penaklukan Sicilia dipimpin oleh Asad al-Furat at-Tunisi. Ia merupakan syaikh al-fitya di masa Ziyadatullah I, gubernur Ifriqiyah dari Dinasti Aghlabiyah (817–838).
Syekh sebagai fungsionaris tasawuf dipakai dalam kalangan sufi, seperti syaikh al-khanqah (al-khanqah: sema cam tempat berkhalwat atau mengasingkan diri para sufi), syaikh az-zawiyah, syaikh at-tariqah (syekh tarekat), syaikh as-sufiyah, dan syaikh asy-syuyukh.
Syaikh az-zawiyah dalam tugasnya sama dengan syaikh al-khanqah, yakni mengurus zawiat (tempat khalwat yang berada jauh dari tempat ramai), mendidik murid zawiat dan memperkenalkan pada mereka jalan kepada Allah SWT.
Syaikh at-tariqah adalah pimpinan dari sebuah tarekat. Di bawah syekh tarekat terdapat khalifah tarekat di desa dan kota. Setiap khalifah memiliki murid. Syaikh as-sufiyah adalah gelar khusus bagi syekh tasawuf di khanqah, zawiat atau tarekat. Gelar ini dikenal di kalangan sufi di Mesir dan Maroko.
Pada prasasti di sebuah kuburan di Cairo, Mesir, yang bertahun 612 H/1215 M disebut nama Taqiyuddin Abu Abdillah Muhammad bin Hasan bin Isa as-Sufi yang dikenal sebagai syaikh as-sufiyah. Para syaikh as-sufiyah di masa Dinasti Mamluk memakai pakaian khusus mirip pakaian ulama dan berkendaraan bagal (sejenis keledai).
Syaikh asy-syuyukh adalah pimpinan tertinggi dari para syaikh as-sufiyah dan syaikh al-khanqah. Seorang yang pernah menjadi syaikh asy-syuyukh di negeri Mesir, Syam (Suriah), dan kerajaan Islam lainnya adalah Ishaq al-Qurasyi al-Asfahani. Sebutan ini ter-tulis pada prasasti sebuah khanqah di Cairo yang bertahun 757 H/1356 M.
Syekh sebagai pengurus pranata keagamaan, misalnya syekh yang mengurus masjid jami disebut syaikh al-jami‘ dan Masjidilharam disebut syaikh al-haram. Di antara syaikh al-haram adalah syaikh al-haram an-Nabawi yang bertugas mengurus dan mengawasi para petugas di Masjid Nabawi di Madinah.
Biasanya jabatan syaikh al-haram dipegang oleh seorang amir (pangeran) dan ditunjuk oleh seorang sultan pada masa Dinasti Mamluk dan mendapat penghasilan dari negara.
Pada prasasti dari Mekah bertanggal 25 Zulkaidah 664/27–28 Agustus 1266 disebut bahwa orang yang bergelar syaikh al-haramain asy-syarifain (syekh yang bertanggung jawab mengurus Masjidilharam Mekah dan Masjid Nabawi Madinah) adalah Afifuddin Abu al-Muzaffar Mansur bin Abu al-Fadl al-Baghdadi yang dijabatnya mulai 624 H/1227 M sampai wafat.
Syekh sebagai kepala atau ketua dari kelompok profesi dan kerja digunakan pada Abad Pertengahan. Syekh ini bertugas meneliti dan mengawasi kelompoknya, misalnya syaikh an-najjarin (ketua para tukang kayu), syaikh as-sabbagin (ketua para penyamak kulit), dan syaikh at-tujjar (pimpinan para pedagang).
Syekh dalam fungsi kemiliteran di-gunakan di belahan barat dunia Islam seperti di Andalusia, misalnya syaikh al-guzat wa al-mujahidin (panglima pasukan penyerang). Di pulau Sicilia sewaktu pemerintahan Arab dan Normandia dikenal adanya syuyukh al-madinah dan syuyukh al-balad, yakni para pembesar negeri/daerah yang mempunyai kekuasaan mendampingi walikota dan bahkan berkuasa untuk memilih walikota tersebut.
Syekh di Dinasti Muwahhidun di Tunisia merupakan jabatan penting sebagai wakil sultan. Syekh ini disebut syaikh al-mu‘azzam, berasal dari kalangan militer.
Adapun syekh sebagai jabatan wazir (perdana menteri) digunakan oleh Dinasti Bani Hafs di Afrika yang dikenal dengan istilah syaikh al-muwahhidin. Syekh ini mempunyai kekuasaan mengangkat pejabat dan pegawai serta memimpin tentara dalam peperangan.
Pada masa kini syekh juga bisa berarti “rektor perguruan tinggi”, seperti Syaikh al-Jami‘ al-Azhar (rektor al-Azhar) di Mesir.
Daftar Pustaka
al-Basya, Hasan. al-Funun al-Islamiyyah wa al-Waza’if ‘ala al-Atsar al-‘Arabiyyah. Cairo: Dar an-Nahdah al-‘Arabiyah, 1966.
Farukh, Umar. Tarikh al-Adab al-‘Arabi. Beirut: Dar al-‘Ilm li al-Malayin, 1981.
Ibnu Khaldun. Muqaddimah Ibn Khaldun. Beirut: Dar al-Fikr, t.t.
M. Rusydi Khalid