Ar-Rumi, Jalaluddin

(Balkh, Afghanistan, 604 H/30 September 1207–Konya, Turki, 672 H/17 Desember 1273)

Jalaluddin ar-Rumi adalah seorang penyair sufi terbesar dari Persia (Iran). Ia menganut paham wahdah al-wujud dan peletak dasar teori kefanaan. Nama lengkapnya Jala­luddin Muhammad bin Muhammad al-Balkhi al-Qunuwi, atau menurut HAMKA, Jalaluddin Muhammad bin Mu­hammad bin Husin al-Khatihbi al-Bakri.

Ar-Rumi menghabiskan sebagian besar hidupnya di Konya (kini di Turki), yang dahulu dikenal sebagai­ daerah Rum (Roma), sehingga ia lebih di­kenal dengan­ nama Jalaluddin ar-Rumi. Ayahnya, Bahauddin Walad Muhammad bin Husin, pada 609 H/1213 M membawa ar-Rumi mening­galkan­ Balkh (kini di Afghanistan) dan hidup berpindah­-pindah dari satu­ tempat ke tempat lain.

Keluarga ini pernah ting­gal di Nisabur (Iran timur laut), Baghdad, Mekah, Malatya (Turki), Laranda (Kirman, Iran tenggara) dan terakhir Konya. Ketika itu Konya merupakan ibukota Dinasti Seljuk di Asia Kecil. Di sini ayah-nya meninggal pada 628 H/1231 M.

Pendidikan pertama ar-Rumi diperolehnya dari­ ayahnya sendiri, seorang tokoh dan ahli agama­ Islam penganut Mazhab Hanafi. Kemudian ia belajar­ pada Burhanuddin Muhaqqiq at-Turmuzi, se­orang tokoh dan sa­habat ayahnya. Ia juga menimba ilmu pengetahuan beberapa waktu di Syam (Suriah) atas saran gurunya tersebut.

Setelah Burhanuddin wafat, ar-Rumi meng­gantikannya sebagai guru di Konya. Dengan pengetahuan agamanya yang luas, di samping se-bagai guru, ia juga menjadi dai dan ahli hukum Islam (fakih). Baru pada 652 H/1254 M ia mulai meng­ubah jalan hidupnya ke arah ke­hidupan sufi, setelah­ ia bertemu dengan seorang penyair sufi pengelana, Syamsuddin at-Tabrizi. Ia sangat terpengaruh oleh

sufi itu, sehingga ia meninggalkan pekerjaannya sebagai guru dan mulai menggubah puisi serta me­masuki kehidup­an sufi. Ia menulis sebuah buku yang diberi judul Diwan Shams-i Tabriz sebagai kenangan akan gurunya tersebut.

Kebesaran Jalaluddin ar-Rumi terletak pada kedalaman­ ilmu dan kemampuannya mengung­kapkan­ perasaannya dalam bentuk puisi yang sangat­ indah dan memiliki makna mistis yang sangat dalam­ sehingga ia mengungguli penyair sufi yang lain, baik sebelum maupun sesudahnya­.

Lirik puisinya banyak diliputi perasaan­ cinta yang dalam kepada Tuhan. Di sam­pin­g itu, puisinya juga mengandung filsafat dan gambaran tentang inti ta­sawuf yang dianutnya. Tasawufnya didasarkan pa­da paham wahdah al-wujud (penyatuan wujud), namun­ konsep ar-Rumi­ tidak sama dengan konsep Ibnu Arabi menge­nai­ wahdah al-wujud.

Bagi Ibnu Arabi, Tuhan (Yang Maha Benar) memang bersatu dengan makhluk, dan Allah dipandang sebagai segala­ sesuatu­ itu sendiri. Adapun bagi ar-Rumi, Tu­han adalah Wujud Yang Meliputi. Keyakinan ini tidak selalu merupakan keyakinan terhadap ke­satuan­ wujud yang menyatakan bahwa segala sesuatu itu adalah Allah atau bahwa Allah adalah segala sesuatu­.

Inti ajaran tasawuf ar-Rumi, di samping termuat dalam Diwan Shams-i Tabriz, paling banyak dimuat dalam sebuah karya besarnya yang terkenal,­ al-Masnawi. Buku ini, yang terdiri dari enam jilid dan berisi 20.700 bait syair, berpengaruh­ besar terhadap­ perkembangan tasawuf sesudahnya­. Banyak komentar terhadap buku ini yang ditulis oleh para ahli dalam berbagai bahasa, seperti Persia, Turki, dan Arab.

Al-Masnawi telah diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa. Sepertiga volume pertama diterje­mahkan­ ke bahasa Jerman 1849, diterbitkan di Leipzig dan dicetak ulang 1913.

Terjemahan ke bahasa Inggris (oleh Sir Ja­mes Redhouse) pertama kali diterbitkan 1881. Kemudian sebanyak 3.500 baris puisi pilihan dari al-Masnawi diterjemahkan lagi (oleh Whinfield) ke dalam bahasa Inggris. Terjemahan puisi pilih­an ini (terbit di London 1887) ternyata mendapat perhatian besar dari masyarakat­ sehingga tahun itu juga dicetak ulang.

Volume­ kedua diterjemahkan (oleh Wilson) dan di­terbitkan di London 1910. Reynold Alleyne Nicholson bekerja selama 25 tahun untuk menerjemahkan buku ini dan melengkapinya­ dengan uraian dan komentar. Hasilnya diterbitkan 1925–1950. A.J. Arberry, salah seorang murid Reynold Alleyne Nicholson, menerjemahkan sejumlah­ kisah pilihan yang diterbitkan di London 1961.

Di samping sebagai penyair sufi yang menganut­ paham wahdatul wujud, ar-Rumi juga me­rupakan peletak dasar teori kefanaan, pengantar kepada paham tersebut. Pen­ dapatnya tentang kefanaan­ tergambar­ antara lain dari ungkapannya sebagai berikut:

“Apakah arti ilmu tauhid? Hendaklah kau bakar dirimu di hadapan Yang Maha Esa. Seandainya kau ingini cemerlang bagai siang hari, bakarlah eksistensimu (yang gelap) seperti ma­lam; dan luluhkan wujudmu dalam Wujud Pe­melihara Wu­jud, seperti luluhnya tembaga dalam adonannya. Dengan begitulah kau bisa mengendalikan genggam­anmu­ atas ‘Aku’ dan ‘Kita’, di mana semua kehancuran ini tidak lain timbul dari dualisme.”

Suasana pada saat sedang fana digambarkan oleh ar-Rumi sebagai berikut:

“Nuh berkata kepada­ bangsanya, Aku bukanlah aku. Aku bukanlah tiada lain Tuhan itu sendiri. Apabila ke-akuan lenyap dari identitas insan, tinggallah Tuhan yang bicara, mendengar, dan memahami. Apabila Aku bukanlah aku, adalah aku tiupan napas Tuhan. Adalah dosa melihat­ kesatuan aku dengan-Nya.”

Setiap peristiwa kefanaan selalu diikuti baqa,­ yaitu tetap-nya kesadaran sufi kepada Tuhan­. Pada saat sedang baqa, kesadaran akan Tuhan me­landasi kesadaran seorang hamba. Ar-Rumi berkata,

“Kesadaran Tuhan lebur dalam kesadaran­ sufi. Bagaimana si awam meyakininya. Pengetahuan­ sufi adalah garis dan pengetahuan Tuhan adalah titik. Eksistensi garis amat tergantung pada eksistensi titik.”

Kesatuan hamba dengan Tuhan, dalam tasawuf­ ar-Rumi, dipatrikan oleh rasa cinta­ yang murni.

Ar-Rumi merupakan pendiri Tarekat al-Jalaliyah (al-Maulawiyah), sebuah tarekat sufi terkenal­ yang sekarang­ masih banyak dianut di Turki dan Suriah.

Daftar pustaka

Alberry, A.J. Sufism: An Account of the Mystics of Islam. London: Mandala Books Unwin Paperbacks, 1979.
HAMKA. Tasawuf, Perkembangan dan Pemurniannya. Jakarta: Pustaka Panjimas, 1984.
Khan, Khan Sahib Khaja. Studies in Tasawwuf. Delhi: Idarah-i Adabiyat-i, 1978.
Nicholson, Reynold A. Rumi: Post and Mystic. London: Mandala Books Unwin Paperback, 1978.
at-Taftazani, Abu al-Wafa’ al- Ghanimi. Sufi dari Zaman ke Zaman, terj. Ahmad Rofi’ Utsmani. Bandung: Pustaka, 1985.

Rasyidah