Rangkayo Rasuna Said adalah seorang pendidik dan pejuang wanita dari Sumatera Barat. Ia aktif dalam PSII dan Permi. Dengan keras ia menentang penjajah sehingga dibuang ke Jawa. Pada masa kemerdekaan, ia menjadi anggota KNIP, DPRS, dan DPA, lalu pada 1974 ditetapkan sebagai pahlawan nasional.
Pendidikan pertama diperolehnya di Sekolah Desa Maninjau; setelah itu ia memasuki Diniyah School di Padangpanjang. Ketika ia masih berstatus pelajar, ia sudah dipercayai untuk mengajar di kelas bawahnya.
Di kala itu kegiatan politik di kalangan guru Islam di Minangkabau meningkat sehingga Rasuna Said berani mengemukakan dan menanamkan pentingnya politik dan perlunya partisipasi pelajar di dalamnya.
Menurut Rasuna Said, pelajar hendaknya dilengkapi dengan berbagai macam keterampilan yang harus dimiliki seseorang yang akan bergulat dalam pergerakan. Jika perlu, pelajaran agama dan kegiatan agama hendaknya memberikan kesempatan yang lebih banyak bagi latihan berpolitik.
Di samping belajar dan menjadi guru, Rasuna Said juga aktif mengaji kepada Haji Abdul Karim Amrullah, ayah HAMKA. Dari pengajian ini ia banyak memperoleh berbagai ilmu pengetahuan agama dan pergerakan Islam modern. Ia juga masuk Meisjes School, yang mengerjakan hal-hal rumah tangga.
Ketika gempa bumi melanda kota Padangpanjang pada 1926, gedung Madrasah Diniyah Puteri menjadi rusak berat dan terpaksa ditutup. Rasuna pindah dari Madrasah Diniyah Puteri dan memasuki Sekolah Thawalib.
Sekolah ini dapat diselesaikannya dalam waktu 2 tahun. Setamat dari sekolah tersebut, ia menjadi sekretaris pada perkumpulan Sarekat Rakyat, suatu organisasi yang menghimpun kekuatan untuk melawan Belanda. Kemudian Sarekat Rakyat ini berubah nama menjadi Partai Sarekat Islam Indonesia (PSII).
Pada 1930 Sumatra Thawalib diubah menjadi Persatuan Muslimin Indonesia yang disingkat menjadi PMI atau Permi. Rasuna Said semula hanya duduk sebagai anggota biasa. Tetapi dengan bakatnya sebagai organisator pada 1932 ia diangkat menjadi salah seorang anggota pengurus besar Permi. Mengetahui hal itu, PSII pun mengeluarkan peraturan bahwa anggotanya tidak boleh merangkap keanggotaan dalam organisasi lain.
Karena itu Rasuna menyatakan diri keluar dari anggota PSII dan tetap dalam organisasi Permi. Dalam pidato-pidatonya Rasuna sangat keras mengecam Belanda. Ia menuduh Belanda memeras keringat rakyat dan merampas kekayaan Indonesia untuk kekayaan mereka tanpa memikirkan kesengsaraan rakyat.
Kegiatan Permi semakin luas di berbagai bidang, sehingga dari hari ke hari Permi semakin mendapat tempat di hati rakyat. Maka Rasuna pun tidak luput dari pengawasan pihak penguasa Belanda yang meningkatkan pengawasan kepada tokoh wanita itu. Akhirnya ia ditangkap pada 1932 dengan alasan mengganggu ketenteraman umum. Ia dijatuhi hukuman pembuangan ke Jawa dan dimasukkan ke penjara wanita BULU di Semarang selama 13 bulan.
Setelah Rasuna Said dibebaskan dari penjara, ternyata markas Permi sudah diporakporandakan oleh Belanda. Ketiga pimpinannya, yang dikenal sebagai tiga sekawan yaitu: Mokhtar Luthfi, H Jalaluddin Taib, dan Ilyas Yakub ditangkap dan dibuang ke Boven Digul, Irian Barat (Irian Jaya). Setelah itu kegiatan Permi berkurang karena berbagai hambatan dan larangan yang dikenakan pemerintah.
Rasuna Said bergabung dengan Islamic College, salah satu akademi Islam (selain Normal Islam) yang didirikan para reformis Islam di Padang. Ia dipercaya untuk memimpin majalah sekolah yang bernama Raya. Ia kemudian pindah ke Medan.
Di kota ini ia memimpin sebuah mingguan bernama Menara Putri yang dikenal dengan semboyan “ini dadaku, mana dadamu”, yang cukup tajam dan menghunjam di hati masyarakat serta menumbuhkan semangat juang. Di samping perjuangan politik, Rasuna Said juga sempat membina perguruan putri.
Pada masa pendudukan Jepang, Rasuna Said kembali ke Padang. Di sinilah ia bersama teman seperjuangannya, Khatib Sulaiman, mendirikan organisasi pemuda Sumatera Barat dengan nama Pemuda Nippon Raya yang bertujuan membina bibit-bibit pejuang kemerdekaan. Gerak-gerik organisasi ini pun akhirnya diketahui oleh Jepang. Rasuna Said dan Khatib Sulaiman ditangkap namun kemudian dibebaskan lagi.
Rasuna Said bersama-sama Khatib Sulaiman kemudian aktif memperjuangkan dibentuknya barisan Pembela Tanah Air (Peta). Hal ini berhasil ketika Jepang membentuk Giyu Gun, tentara sukarela. Laskar rakyat inilah yang kelak menjadi TNI (Tentara Nasional Indonesia).
Sesudah Kemerdekaan RI, Rasuna Said menjadi anggota Dewan Perwakilan Sumatera yang mewakili daerah Sumatera Barat. Kemudian berturut-turut menjadi anggota KNIP, DPR-RIS, dan DPRS. Pada 1959 ia diangkat menjadi anggota DPA.
Sebagai seorang aktivis Rasuna Said kurang memperhatikan kesehatan dirinya. Belakangan diketahui bahwa ia mengidap penyakit kanker darah yang sudah parah dan tidak tertolong lagi. Ia meninggal dunia pada 2 November 1965 di Jakarta dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Dengan SK Presiden Nomor 084/TK/Tahun 1974, Rasuna Said diangkat sebagai Pahlawan Nasional.
Daftar pustaka
M.D., Sagiman, dkk. Perlawanan dan Pengasingan Perjuangan Pergerakan Na-sional. Jakarta: Idayu Press, 1986.
Noer, Deliar. Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900–1942. Jakarta: LP3ES, 1982.
Steenbrink, Karel A. Pesantren Madrasah Sekolah. Jakarta: LP3ES, 1986.
Yunus, Mahmud. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Hidakarya Agung.
Rasyidah