The International Institute of Islamic Thought and Civilization adalah sebuah lembaga pendidikan tinggi Islam di Malaysia yang menyelenggarakan program pendidikan tingkat magister dan doktor di bidang agama dan pemikiran Islam. Lembaga ini diresmikan pada 27 Februari 1987.
Sejarah berdirinya ISTAC tidak dapat dilepaskan dari perjalanan intelektual yang panjang dari Prof. Dr. Syed Muhammad Naquib al-Attas, yang sejak tahun 60-an mempunyai gagasan untuk mendirikan lembaga perguruan tinggi Islam modern. Keinginan Naquib al-Attas untuk mendirikan lembaga ini dilatarbelakangi keprihatinannya terhadap hasil pendidikan modern universitas sekuler yang kurang mengakui eksistensi jiwa dan semangat manusia sehingga menghasilkan manusia sekuler.
Pada awalnya gagasannya untuk mendirikan ISTAC tidak mendapat respons positif dari berbagai pihak. Menurutnya, banyak orang tidak memahami gagasan yang diajukannya. Tetapi dengan gigih ia terus menyampaikan gagasannya itu dalam berbagai forum.
Gagasan Naquib al-Attas mulai mendapat sambutan ketika ia menyampaikan makalah yang berjudul “Preliminary Thought on the Nature of Knowledge and the Definitions and Aims of Education” (Pemikiran Mendasar tentang Hakikat Pengetahuan dan Definisi serta Tujuan Pendidikan) pada Konferensi Dunia Pendidikan Islam pertama di Mekah pada 1977.
Ide ini dipandang sebagai terobosan baru dalam konteks pemikiran Islam modern, meskipun pada dasarnya mengambil dan menafsirkan kembali sumber Islam klasik. Gagasan ini kemudian digulirkan lagi dalam Konferensi Dunia Pendidikan Islam kedua di Islamabad, Pakistan, pada Maret 1980.
Pada prinsipnya gagasan Naquib al-Attas mencakup dua hal, yaitu: (1) gagasan dan pemikiran mengenai berbagai persoalan hakikat dan konsepsi tentang manusia dan ilmu pengetahuan serta tujuan pendidikan Islam, dan (2) gagasan mengenai universitas Islam dan islamisasi ilmu pengetahuan masa kini.
Gagasan itu mendapat sambutan luas di dunia Islam. Kemudian melalui pertemuan intensif antara Naquib al-Attas dan Datuk Anwar Ibrahim, Menteri Pendidikan Malaysia pada saat itu dan juga pernah menjadi mahasiswa al-Attas, disepakatilah langkah awal untuk memproses berdirinya ISTAC.
Setelah itu Kementerian Pendidikan Malaysia menginstruksikan Universitas Islam Antarbangsa Malaysia (UIAM) di Malaysia untuk mengorganisasi proses pendirian ISTAC secara legal dan konstitusional. Pada 27 Februari 1987 Kementerian Pendidikan Malaysia melalui UIAM secara resmi mengesahkan berdirinya ISTAC.
Kemudian pada 1 Desember 1987 Naquib al-Attas diangkat menjadi guru besar di bidang tamadun (peradaban) dan pemikiran Islam UIAM, dengan tugas khusus sebagai direktur ISTAC.
Secara organisatoris ISTAC merupakan lembaga otonom yang berada dalam naungan UIAM. Otonomi ISTAC terutama berhubungan dengan fungsi akademis, administratif, manajemen keuangan, dan pemberian derajat kemahasiswaan.
Untuk mengoptimalkan tujuan ISTAC, mulailah dibangun gedung ISTAC. Pada awalnya gedung ISTAC berlokasi di bekas bangunan tua milik pemerintah di Jalan Hose 957, Kuala Lumpur. Namun, gedung itu tidak dapat ditransfer kepada UIAM maupun ISTAC karena lokasinya merupakan tanah cadangan pemerintah bagi para pejabat negara.
Akhirnya, ditemukan lokasi yang lebih baik di Jalan Taman Damansara, yakni bekas gedung laboratorium biologi di atas tanah seluas 3,4 ha milik Kementerian Pendidikan Malaysia. Dari segi fisik, bangunan ISTAC mencerminkan dimensi spiritual dan intelektual yang berakar pada tradisi Islam, termasuk di dalamnya segi positif dari tradisi Barat. Bangunannya mirip istana Alhambra di Granada. Gedung ini diresmikan pada 4 Oktober 1991.
Filosofi Pendirian. Filosofi institut ini berkenaan dengan pendidikan dan riset yang didasarkan pada konsepsi keilmuan yang mengacu pada prinsip “ilmu adalah universal (kulli)”, yakni ilmu memiliki karakteristik universal yang meliputi seluruh aspek kehidupan dan penciptaan. Ilmu pengetahuan yang menggambarkan keuniversalan dan riset di bidang tertentu seharusnya dilaksanakan tidak hanya untuk memahami kekhususan, tetapi juga untuk memahami hubungan secara keseluruhan.
Masalah mendasar yang dihadapi umat Islam bukanlah masalah ekonomi, sosial, politik, dan sebagainya, melainkan masalah ilmu. Menurut Naquib al-Attas, masalah selain ilmu timbul karena adanya masalah ilmu, sehingga jika masalah ilmu ini tidak diatasi, persoalannya akan berkepanjangan.
Di negara Islam banyak orang mendapatkan ilmu dalam bentuk informasi saja, bukan berdasarkan knowledge (pengetahuan). Akibatnya, mereka tidak bisa atau malas berpikir, lalu muncullah manusia seperti komputer yang keinginannya serba otomatis.
Atas alasan ini muncul keinginan untuk melaksanakan pendidikan Islam dengan karakter sebagai berikut.
(1) Lembaga pendidikan tersebut harus dipimpin tenaga akademis yang memiliki ilmu pengetahuan universal dan kualitas spiritual, serta harus diberi kepercayaan untuk memilih stafnya agar dapat mengembangkan lembaga menurut pengetahuan dan kebijakannya.
(2) Program akademis harus didasarkan pada skema hierarkis. Selain itu, program ini juga menekankan kesatuan ilmu pengetahuan. Prioritas dalam pemilihan subjek (mata kuliah) harus ditentukan oleh kerangka yang islami dan berdasarkan kapasitas intelektual serta kesatuan moral setiap individu. Selain itu prioritas mata kuliah juga harus berdasarkan kebutuhan masyarakat dan bangsa.
(3) Hubungan antarmanusia dalam lembaga pendidikan tinggi tersebut harus didasarkan pada rasa saling mencintai dan menghormati. Hubungan semacam itu diperlukan seseorang demi kecintaan dan kontribusinya kepada ilmu pengetahuan dan ukuran moral.
(4) Lembaga pendidikan Islam juga harus direfleksikan dalam struktur fisik bangunan suatu universitas Islam.
Tujuan. Tujuan dan sasaran berdirinya ISTAC adalah sebagai berikut:
(1) menggambarkan, menjelaskan, mengelaborasikan, dan mendefinisikan konsep kunci Islam yang relevan dengan masalah kultural, pendidikan, ilmu pengetahuan, dan epistemologi yang dihadapi umat Islam dalam abad ini;
(2) memberikan respons terhadap tantangan intelektual dan kultural dunia modern, berbagai mazhab pemikiran agama, serta ideologi;
(3) merumuskan filsafat Islam tentang pendidikan, termasuk mengenai definisi, tujuan, dan sasarannya;
(4) merumuskan filsafat Islam tentang ilmu pengetahuan;
(5) mengkaji makna dan filsafat arsitektur dan seni Islam serta memberikan pedoman untuk islamisasi seni dan pendidikan seni;
(6) menyelenggarakan riset, kajian, dan penulisan tentang peradaban Islam di dunia Melayu;
(7) menyelenggarakan riset dan kajian untuk merumuskan metode dan isi berbagai disiplin ilmu serta kegiatan akademis untuk diimplementasikan di universitas dengan sasaran integratif ilmu di berbagai fakultas yang ada di universitas;
(8) mewujudkan sarjana terlatih dan pemuka intelektual untuk berperan kreatif dalam restorasi peradaban Islam pada tempat yang semestinya dalam dunia modern;
(9) menerbitkan hasil kajian dan riset para peneliti dari waktu ke waktu untuk disebarluaskan di dunia Islam; dan
(10) mendirikan perpustakaan yang mencerminkan tradisi keagamaan dan intelektual peradaban Islam maupun Barat sebagai sarana mencapai tujuan dan sasaran tersebut.
Misi ISTAC saat ini (2022) adalah untuk menghasilkan generasi baru akademisi dan cendekiawan, yang multibahasa dan multidisiplin dalam keahlian mereka, dengan pemahaman yang luas tentang pesan universal Islam untuk kemajuan pemikiran dan peradaban Islam, yang dapat menjawab tantangan dan masalah baru yang dihadapi umat Islam dan kemanusiaan, yang akan memungkinkan kehidupan yang bermakna di dunia yang sudah terglobalisasi di abad ke-21.
Perkuliahan. Program akademik ISTAC awalnya disajikan dalam 3 semester. Setiap semester berlangsung selama 15 minggu dengan waktu istirahat selama 2 minggu di antara setiap semester. Semester I berlangsung mulai 1 Juni-14 September, semester II antara 29 September-15 Januari, dan semester III antara 1 Februari-14 Mei.
Mata kuliah yang diajarkan di ISTAC secara garis besar dapat dibagi menjadi mata kuliah wajib dan mata kuliah spesialisasi. Mata kuliah wajib adalah agama Islam, yakni berupa analisis terhadap ajaran Islam yang bersumber pada kitab suci Al-Qur’an dan hadis serta interpretasi semantik atas simbol linguistik.
Kemudian makna agama diterangkan dengan cara yang komprehensif berkaitan dengan dasar-dasar di bidang teologi, filsafat, metafisika, psikologi, dan epistemologi. Adapun mata kuliah spesialisasi terdiri atas:
(1) pemikiran Islam (islamic thought) dalam bidang teologi, filsafat, dan tasawuf;
(2) ilmu Islam untuk bidang filsafat, metodologi, dan sejarah; dan
(3) peradaban Islam di bidang kebudayaan, sejarah, dan ilmu sosial.
Mahasiswa yang dapat diterima di ISTAC harus memenuhi 5 syarat berikut:
(1) mempunyai prestasi akademis yang baik di tingkat sarjana muda atau magister; latar belakang mahasiswa bisa dari berbagai disiplin ilmu, baik ilmu pasti maupun humaniora;
(2) memiliki karakter moral dan keimanan yang memadai;
(3) dapat menunjukkan ketaatan dan dedikasi terhadap pelajarannya;
(4) mempunyai kecakapan membaca dalam bahasa Arab dan kemahiran berbahasa Inggris; dan
(5) memiliki pengetahuan dasar tentang Al-Qur’an dan hadis serta pemikiran Islam. Bagi mahasiswa yang tidak mempunyai pengetahuan seperti itu dianjurkan menempuh masa persiapan studi di institut sebelum memulai perkuliahannya di program sarjana.
Tujuan utama dari program ISTAC saat ini (2022) adalah untuk:
(1) Memberikan kepada para siswa model-model praktik Islam yang berorientasi pada penganutnya dan dimensi-dimensi peradabannya;
(2) Menghasilkan lulusan yang berwawasan luas, yang memiliki keterampilan dan kualifikasi untuk memberi manfaat bagi masyarakat, dengan penerapan praktis dari keyakinan, praktik-praktik, dan pemikiran Islami dan membangun peradaban;
(3) Mengembangkan pengetahuan tentang pemahaman antarumat beragama;
(4) Menanamkan integritas etika dan keterampilan-keterampilan lain yang diperlukan, untuk terlibat dalam berbagai pekerjaan dan kemampuan kerja, untuk hidup harmonis di antara berbagai agama dan budaya.
Sarana dan Staf Pengajar. Institut ini didukung oleh sarana perpustakaan yang pada saat ini memiliki koleksi lebih dari 60.000 karya ilmiah.
Di samping itu, perpustakaan ISTAC juga mengumpulkan sekitar 1.300 manuskrip dari berbagai sarjana dan pemikir terkemuka di dunia tentang kajian Islam dalam lapangan filsafat, ilmu bahasa Arab, serta sejarah Turki dan Asia Tengah; antara lain karya almarhum Prof. Fazlur Rahman, Prof. Berthold Spuler (ahli tentang Arab dan ilmu bahasa berkebangsaan Jerman), dan Robert Brunschvig (salah satu kontributor The Encyclopedia of Islam, 1960).
ISTAC juga didukung oleh staf dan tenaga akademik dari berbagai negara. Sejak 2002, ISTAC diintegrasikan kembali ke dalam UIAM.
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, M. Syafi’i. “ISTAC, Rumah Ilmu untuk Masa Depan Islam,” Ulumul Qur’an, Vol. III, No. 1, 1992.
Sardar, Zainuddin and Marryl Wyn Davies, ed. Wajah, Suatu Perbandingan tentang Isu-Isu Kontemporer, terj. Bandung: Mizan, 1992.
https://www.iium.edu.my/institute/istac, diakses pada 29 Maret 2022.
Musdah Mulia
Data telah diperbarui oleh Tim Redaksi Ensiklopediaislam.id (Maret 2022)