Taufik

(Ar.: at-taufiq)

Kata taufiq berarti pertolongan, petunjuk, bimbingan, kesuksesan, kemenangan, dan kesejahteraan­. Secara terminologis, taufik berarti “suatu kesuksesan dalam melaksanakan­ dan mencapai perbaikan atas setiap amal saleh dan usaha yang baik”.

Keberhasilan suatu perbuatan bergantung pada adanya taufik yang terdiri atas dua hal: (1) usaha yang sesuai dengan cara usaha, dan (2) usaha yang di­tempuh sesuai dengan hukum alam (sunatullah), yakni dalam rangka memperoleh­ kesuksesan hanya diatur dan tunduk kepada Allah SWT. Makna taufik juga terdapat dalam ungkapan wabillahi­ at-taufiq wa al-hidayah (semoga Allah SWT memberikan­ pertolongan dan petunjuk).

Allah SWT telah memberikan hidayah atau petunjuk­ kepada hamba-Nya berupa hidayah ga­rizah (naluri), hi­dayah­ hawasi (indra), hidayah akal, dan hidayah agama. Keempat hidayah ini bagaikan jalan­ raya yang dibentangkan­ di hadapan manusia untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat.

Tetapi dengan semua hidayah terse­but masih tetap dibutuhkan adanya taufik, yaitu bimbingan dan pertolongan dari Allah SWT untuk menempuh jalan­ yang terbentang itu. Dengan demikian, taufik merupakan karunia dari Allah SWT berupa pertolongan dan bimbingan-Nya dalam mewujudkan dan melaksanakan keempat hidayah tersebut sehingga­ manusia mampu menaati perintah-Nya dan ia akan mendapatkan kebahagiaan­ dunia­ dan akhirat.

Oleh karena itu, manusia dianjurkan agar selalu me­mohon taufik dan hidayah kepada Allah SWT. Permohonan taufik dilakukan setelah manusia berusaha, sebagaimana yang dimaksud­ dalam surah al-Fatihah (1) ayat 6 yang berarti: “Tunjukilah kami jalan yang lurus.”

Taufik juga dikenal dalam ilmu usul fikih, yaitu metode al-jam‘ wa at-taufiq, yaitu salah satu cara untuk memahami dalil yang tampaknya saling berlawanan (ta‘arud al-adillah) dengan cara mema­dukan­ dan mengompromikan maksud kedua dalil yang tampaknya berlawanan tersebut. Misalnya, memadukan dalil tentang idah bagi istri yang telah menjadi janda karena ditinggal­ mati suami dengan idah bagi janda yang bercerai ketika hamil.

Dalil pertama memberi petunjuk bahwa idah wanita yang ditinggal mati suaminya adalah selama 4 bulan 10 hari, baik ia seorang wanita yang hamil atau tidak. Dalil kedua memberi petunjuk bahwa idah wanita yang hamil adalah sampai melahir­kan,­ baik ditinggal mati suaminya atau tidak.

Kedua dalil di atas dipadukan agar wanita­ hamil yang ditinggal mati suaminya mengambil masa idah yang paling panjang. Apa­bila ia mela­hirkan­ sebelum 4 bulan 10 hari, ia diharus­kan­ idah selama 4 bulan 10 hari. Namun apabila masa 4 bulan 10 hari telah terlewatkan dan ia belum juga melahirkan, idahnya sampai ia melahirkan.

Pelaksanaan metode al-jam‘ wa at-tau­fiq meliputi antara lain

(1) menakwilkan arti lahir salah satu dari dua dalil, sehingga maksud kedua dalil yang tampaknya berlawanan, ternyata tidak berlawanan;

(2) menjelaskan bahwa salah satu dari kedua dalil yang tampaknya berlawanan itu sebagai mukhassis (yang mengkhususkan) terhadap keumuman­ dalil yang lain (‘am); dengan demikian dalil yang umum diterapkan untuk hal yang tidak termasuk dalam­ dalil khusus, dan dalil khusus diterapkan pada tempatnya­ sendiri;

(3) menjelaskan bahwa salah satu dari kedua dalil yang tampaknya berlawanan itu sebagai muqayyid (pembatas) terhadap dalil lain yang manthuq (telah disebutkan).

Daftar Pustaka

Badran, Badran Abdul Inain. Adillatuh Tasyri’ al-Muta‘aradah. Iskandariyah: Muassasah Syabab al-Jamiiah, 1985.

Hanafi, A. Usul al-Fiqh. Jakarta: Wijaya, 1989.

Ibnu Manzur. Lisan al-‘Arab. Beirut: Dar as-Sadir, t.t.

Jauhari, Tantawi. al-Jawahir fi Tafsir Al-Qur’an. Cairo: Dar al-Babi al-Halabi, 1350 H/1931 M.

Khalaf, Abdul Wahhab. ‘Ilm Ushul al-Fiqh. Cairo: Maktabah ad-Da’wah al-Islamiyah Syabab al-Azhar, 1968.

Ma’luf, Luis. al-Munjid. Beirut: Dar al-Masyriq, 1986.

Rida, Muhammad Rasyid. Tafsir al-Manar. t.tp.: Matbah Hijazi al-Qahirah, 1961.

ash-Shiddieqy, T.M. Hasbi. Tafsir an-Nur. Jakarta: Bulan Bintang, 1966.

as-Suyuti, Jalaluddin Abdur Rahman bin Abi Bakar. Tafsir Al-Qur’an al-‘Adzim. Beirut: Dar al-Fikr, t.t.

Wajdi, Muhammad Farid. Da’irah al-Ma‘arif. Beirut: Dar al-Ma‘rifah, 1971.

Ahmad Taqwim