Tasyrik, Hari

(Ar.: ayyam at-tasyriq)

Hari ke-11, ke-12, dan ke-13 Zulhijah disebut hari tasyrik. Menurut­ sebagian ulama, hari itu dinamakan­ tasyrik karena salah satu hari itu berarti “menjemur daging untuk diawetkan”; menurut ulama lain, karena binatang kurban di­ sembelih setelah matahari terbit di timur, salah satu makna tasyriq. Menurut pendapat lain, tasyrik berarti “pergi ke timur”, dari Mekah ke Mina.

Di samping­ itu tasyrik juga mengandung arti rohani yang mendalam, yakni berwajah indah dan bercahaya. Arti ini berkaitan erat dengan sikap orang pada zaman sebelum Islam. Pada masa itu orang yang telah selesai menja­lankan ibadah­ haji, berkumpul di pasar ‘Ukaz (Suq ‘Ukaz) dan di pasar lain.

Di sana mereka saling menyom­bongkan kebesaran dan kehebatan orangtua dan nenek moyang mereka. Islam tidak membenarkan­ adat istiadat itu dan kemudian mengkhususkan hari tasyrik untuk mengagungkan Allah SWT, se­nantiasa­ mengingat asma-Nya seraya meng­hayati-Nya sehingga mampu mempertajam rasa takwa kepada­-Nya.

Pada hari tasyrik itu jemaah haji diharuskan tinggal di Mina sekurang-kurangnya dua hari sesudah­ hari Nahr (hari raya Idul Adha). Hal ini dilakukan berdasarkan pe­rintah Al-Qur’an menge­nai­ berakhirnya ibadah haji yang berarti:

“Dan berzikirlah (dengan menyebut) Allah SWT dalam beberapa­ hari yang berbilang. Barangsiapa yang ingin cepat berangkat (dari Mina) sesudah dua hari, maka tiada dosa baginya. Dan barangsiapa yang ingin menangguhkan (keberangkatannya dari dua hari itu), maka tidak ada dosa pula baginya, bagi orang yang bertakwa. Dan bertakwalah kepada Allah SWT dan ketahuilah bahwa kamu akan dikumpulkan­ kepada-Nya” (QS.2:203).

Yang dimaksud dengan “beberapa hari yang berbilang” dalam ayat tersebut adalah dua atau tiga hari sesudah hari Nahr, yaitu hari tasyrik.

Pada hari tasyrik itu juga jemaah haji di­ha­ruskan me­lempar batu di tiga tempat yang terletak di Mina yang dinamakan jumrah. Di situlah batu-batu kecil yang di­lemparkan itu bertimbun. Jumrah yang terletak paling dekat dengan Mekah disebut Jumrah Aqabah karena terletak di atas Perbukitan Aqabah.

Jumrah yang kedua disebut Jumrah Wusta, terletak dekat Masjid Mina. Jumrah ketiga disebut Jumrah Sugra. Pada hari tasyrik, Nabi SAW melempar jumrah sesudah waktu zuhur (HR. Ahmad bin Hanbal atau Imam Hanbali). Hadis lain menerangkan­ bahwa melempar jumrah dimu­lai dari Jumrah Aqabah pada hari Nahr, tetapi pada hari tasyrik urutan melempar jumrah dibalik, yakni mulai dari Jumrah Sugra (HR. Ibnu Majah).

Selain kurban dilaksanakan pada hari Nahr, hari tasyrik juga merupakan saat penyembelihan hewan kurban. Penetapan ini didasarkan pada sabda Nabi SAW: “Semua hari tasyrik itu adalah hari menyembelih­ (kurban)” (HR. Ahmad bin Hanbal).

Ali bin Abi Thalib RA berkata, “Hari menyembelih kurban itu ialah hari adha (nahr) dan tiga hari sesudahnya (hari tasyrik).” Karena hari tasyrik berkaitan erat dengan hari bergembira Idul Adha, hari bersenang-senang, serta hari makan dan minum, pada hari tersebut kaum muslimin diharamkan untuk berpuasa.

Daftar Pustaka

Ibnu Rusyd. Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtasid. Beirut: Dar Ihya al-Kutub al-’Arabiyyah, t.t.

Maulana Muhammad Ali. Islamologi (Dinul Islam). Jakarta: Dar al-Kutub al-Islam, 1989.

Sabiq, Sayid. Fiqh as-Sunnah. Beirut: Dar al-Kitab al-Araby, 1973.

ash-Shiddieqy, T.M. Hasbi. Pedoman Puasa. Jakarta: Bulan Bintang, 1981.

____________. Tuntunan Qurban. Jakarta: Bulan Bintang, 1966.

Oman Fathurrahman