Masjid Istiqlal adalah sebuah bangunan tempat beribadah orang Islam yang terletak di Taman Wijayakusuma, Jakarta Pusat. Masjid Istiqlal merupakan salah satu masjid terbesar di Asia Tenggara dengan daya tampung sekitar 100.000 jemaah, dan terdiri atas beberapa bagian bangunan.
(1) Gedung induk. Bangunan ini berukuran 100 x 100 m (1 ha), merupakan bangunan pokok dan di sekelilingnya terdapat lima lantai. Total luas bangunan induk 36.980 m2 atau hampir 4 ha. Di atas gedung induk dibuat kubah berbentuk kerangka polihedron yang terbungkus konstruksi beton bertulang.
Kubah berbentuk sebuah bola dengan garis tengah 45 m dan berlapiskan tegel keramik putih. Di puncaknya terdapat lambang “Bulan Bintang” yang terbuat dari baja tahan karat, bergaris tengah 3 m dengan berat 2,5 ton. Terdapat pula tiang pancang menunjang bangunan utama yang berjumlah 2.361 buah. Lantai, tiang, dan bagian lainnya dilapisi marmer seluas 87.389 m2.
(2) Gedung pendahuluan dan emper penghubung. Bagian bangunan ini bertingkat lima dan terletak dibelakang gedung induk. Luas gedung pendahuluan ini 36.980 m2 dengan marmer terpasang seluas 17.300 m2. Tiang pancang yang digunakan berjumlah 1.800 buah. Di atasnya dipasang kubah kecil.
(3) Teras raksasa dan emper keliling. Bagian bangunan ini terletak di belakang dan sebelah kiri gedung induk, berfungsi untuk menampung jemaah salat Idul Fitri dan Idul Adha, di samping juga dapat digunakan untuk kegiatan keagamaan lainnya. Luas bangunannya 29.800 m2.
(4) Menara. Bangunan ini terletak di sebelah timur masjid dengan ketinggian 66,66 m dan garis tengah 5 m. Menara ini dibuat berlubang-lubang, terbuat dari baja tahan karat, dan di puncaknya terdapat menara setinggi 30 m. Berat menara seluruhnya 28 ton.
(5) Halaman dan taman. Luas seluruh halaman dan taman 9 ha, dapat menampung 800 kendaraan roda empat. Di halaman ini, selain taman, terdapat juga air mancur yang luasnya 0,75 ha dengan daya pancar setinggi 45 m.
(6) Ruang wudu, air, dan penerangan. Ruang wudu Masjid Istiqlal disediakan di beberapa tempat, terletak di lantai bawah sebelah utara dan selatan dengan 660 buah keran. Tempat buang air kecil terletak di lantai dasar ujung timur bawah teras raksasa, berjumlah dua unit dengan kapasitas 80 orang.
Selain itu juga disediakan kamar mandi dan wese (WC) yang terletak di bagian timur, barat, dan selatan, berjumlah 52 buah. Penyediaan air untuk semua keperluan dilakukan dengan pembuatan artesis yang berkapasitas 600 liter/menit ditambah dengan air dari PAM.
Untuk penerangannya selain digunakan jasa PLN juga dibangun tiga generator, masing-masing berkekuatan 100 kVA. Sistem pendingin udara (AC) yang meliputi seluruh perkantoran di lantai dasar digerakkan secara sentral.
(7) Lantai dasar. Seluruh bagian lantai dasar dilapisi marmer dengan luas 25.000 m2 dan dipersiapkan untuk ruang perkantoran. Ide dijadikannya lantai dasar untuk perkantoran berasal dari Jenderal Soeharto pada tahun 1968 (saat itu masih sebagai Pj. Presiden RI).
Ruang tersebut pada saat ini telah dimanfaatkan untuk ruang kantor Majelis Ulama Indonesia, Perpustakaan Islam Indonesia, Dewan Masjid Asia Pasifik, Dewan Masjid Indonesia, Lembaga Pengembangan Tilawatil Qur’an, dan lain-lain.
Proses pembangunan Masjid Istiqlal ini bermula dari keinginan umat Islam Indonesia untuk memiliki masjid bertaraf nasional, bahkan internasional. Secara konkret ide pembangunan Masjid Istiqlal ini dibicarakan sekitar tahun 1950 oleh Menteri Agama RI (pada waktu itu KH Abdul Wahid Hasyim) dan H Anwar Tjokroaminoto.
Di samping itu, pada tahun yang sama beberapa tokoh Islam memprakarsai suatu pertemuan guna membicarakan perlunya pembangunan masjid yang diharapkan dapat memberikan gambaran atau identitas mayoritas umat Islam Indonesia.
Pertemuan pertama diperkirakan dihadiri oleh 200–300 tokoh Islam dibawah pimpinan KH Taufiqurrahman. Pertemuan tersebut berhasil membentuk suatu susunan pengurus Yayasan Masjid Istiqlal dengan H Anwar Tjokroaminoto sebagai ketuanya.
Pada 1953, ide pembangunan Masjid Istiqlal disampaikan kepada presiden pertama RI, Dr. Ir. Soekarno. Ia menyetujuinya dan akan membantu sepenuhnya. Pada 7 Desember 1954, panitia Yayasan Masjid Istiqlal disahkan di depan Notaris Elisa Pondaag, dan Dr. Ir. Soekarno diangkat sebagai kepala bagian teknik.
Dalam proses pembangunan masjid terjadi perbedaan pendapat dalam hal penentuan lokasi. Mohammad Hatta yang ketika itu menjabat Wakil Presiden RI, berpendapat bahwa tempat yang cocok adalah di Jalan Thamrin.
Pendapat lain menginginkan di lapangan Merdeka. Tetapi Hatta tidak setuju karena di sekitarnya merupakan daerah pertokoan dan kantor. Akhirnya diputuskan secara mufakat lokasi masjid di Wilhelmina Park yang merupakan bekas benteng kolonial Belanda.
Maket Masjid Istiqlal diperoleh melalui sayembara yang diadakan oleh Yayasan Masjid Istiqlal dan diumumkan di surat kabar dan media massa lainnya pada 22 Februari 1955.
Setelah tanggal penutupan sayembara, 30 Mei 1955, ada 27 maket yang diterima oleh Yayasan Masjid Istiqlal, 5 di antaranya tidak memenuhi persyaratan. Guna menentukan pemenangnya, dibentuk tim juri yang diketuai Dr. Ir. Soekarno dengan para anggota Prof. Ir. Roosseno, Ir. H Djuanda, Prof. Ir. Suwardi, Ir. R. Bratakusumah, RD. Soeratmoko, HAMKA, H Abu Bakar Atjeh, dan Oemar Husein Amin.
Setelah beberapa kali mengadakan pertemuan, akhirnya tim juri memutuskan bahwa pemenang sayembara “MAKET ISTIQLAL” adalah maket dengan sandi “KETUHANAN” milik arsitek F. Silaban, dengan beberapa catatan penyempurnaan.
Dalam waktu 3 bulan F. Silaban menyempurnakan maket Masjid Istiqlal secara lengkap, namun realisasi maket tersebut baru dilaksanakan pada acara Maulid Nabi Muhammad SAW pada 24 Agustus 1961, yaitu ketika upacara pemancangan tiang pertama pembangunan Masjid Istiqlal dimulai oleh Presiden Soekarno.
Pada 31 Agustus 1967, Masjid Istiqlal dibuka dengan azan pertama untuk salat magrib dan pada 29 September 1967 untuk pertama kali diselenggarakan salat Jumat di Masjid Istiqlal ini.
Dalam proses pembangunan Masjid Istiqlal, sampai 1987, telah terjadi empat kali perubahan panitia pembangunan Masjid Istiqlal, yaitu:
(1) panitia berdasarkan hasil pilihan rapat pada 1953 dengan ketua H Anwar Tjokroaminoto;
(2) panitia berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI Nomor 115 tahun 1961, dengan ketua Dr. Ir. Soekarno dan wakil ketua Jenderal Dr. A.H. Nasution dan Adam Malik;
(3) panitia berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI Nomor 78 tahun 1966, dengan ketua Dr. Ir. Soekarno dan wakil ketua Sultan Hamengku Buwono IX, Adam Malik, dan Jenderal Dr. A. H. Nasution; dan
(4) panitia berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI Nomor 14 tahun 1968, dengan susunan: Dewan Penyantun diketuai oleh Presiden Soeharto, Dewan Pimpinan Harian diketuai oleh KH M. Dachlan, dan Pelaksana Bangunan dipimpin oleh Mayjen Ir. Sudharto. Peresmian penggunaan Masjid Istiqlal ini dilakukan oleh Presiden Soeharto pada 22 Februari 1978.
Guna mengelola, memanfaatkan, dan menangani pembangunan selanjutnya, dibentuklah Badan Pengelola, Direksi Pembangunan, dan Dewan Pertimbangan. Badan Pengelola bertugas menyelenggarakan pengelolaan dan pemanfaatan Masjid Istiqlal sebagai pusat ibadah dan muamalah (hal kemasyarakatan).
Berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 218/M tahun 1981 badan ini terdiri atas pengurus harian dan anggota. Dalam melaksanakan tugasnya, badan ini dibantu oleh Tim Pelaksanaan Ta‘mir (keramaian). Direksi Pembangunan bertugas melaksanakan penyelesaian pembangunan sesuai dengan petunjuk presiden.
Direksi ini diangkat dan diberhentikan oleh presiden dan bertanggung jawab kepada presiden. Dewan Pertimbangan merupakan badan tertinggi yang bertugas mengadakan pembinaan, pengawasan, dan pengelolaan serta pembangunan Masjid Istiqlal, yang dilaksanakan baik oleh Badan Pengelola maupun Direksi Pembangunan. Dewan Pertimbangan ini dipimpin oleh Presiden RI.
Kegiatan ta‘mir Masjid Istiqlal meliputi bidang peribadatan, ibadah sosial, publikasi dan dakwah, pendidikan dan latihan, studi dan kemasyarakatan, serta tamu negara. Untuk melakukan kegiatan ta‘mir tersebut diangkat seorang imam besar Masjid Istiqlal. Yang pertama kali diangkat adalah KH Mukhtar Nasir (mantan kakanwil Departemen Agama DKI Jaya).
Pada 15 Oktober–15 November 1991 diselenggarakan Festival Istiqlal, yaitu festival kebudayaan yang menampilkan hasil kebudayaan Indonesia yang bernapaskan Islam, baik dari masa lalu maupun masa kini. Festival tersebut bertujuan:
(1) meningkatkan kualitas dan peran serta umat Islam Indonesia dalam proses pembangunan;
(2) meninjau tradisi budaya masa lalu dengan kenyataan dan tantangan masa kini;
(3) menggali dan memperkenalkan khazanah hasil budaya Indonesia, khususnya ragam kebudayaan Islam Indonesia, ke masyarakat luas; dan
(4) menampilkan wajah Islam di Indonesia yang ramah, penuh toleransi antara sesamanya dan antara agama lain.
Di luar dugaan, festival ini mendapat perhatian yang melimpah. Hingga berakhirnya festival, tercatat lebih dari enam juta pengunjung, padahal panitia semula menargetkan jumlah pengunjung sejuta orang. Selama 2 minggu pertama, pengunjung rata-rata mencapai 200.000 orang per hari. Pada 2 minggu terakhir, pengunjung per hari meningkat hingga 300.000–400.000 orang.
Program kegiatan Festival Istiqlal 1991 meliputi penulisan Mushaf Al-Qur’an Istiqlal, pameran (arsitektur, seni rupa tradisional dan modern, kitab Al-Qur’an, naskah dan buku, tata boga, dan busana muslimah), seni pertunjukan (seni baca Al-Qur’an, teater, musik, tari, baca puisi, dan film), forum ilmiah (simposium, diskusi, dan ceramah), dan sayembara (azan dan kaligrafi).
Selain menampilkan karya seni Islam Indonesia, festival ini juga makin semarak dengan partisipasi sejumlah negara, seperti Malaysia, Pakistan, Brunei Darussalam, dan Singapura. Seluruh kegiatan ini dilangsungkan di pelataran dan lantai dasar Masjid Istiqlal. Sejumlah pementasan seni dilaksanakan di Taman Ismail Marzuki.
Masjid Istiqlal sehari-harinya memiliki berbagai kegiatan, antara lain Kuliah Zuhur, Ta’lim Magrib, Pengajian Kaum Ibu, Pengajian Bulanan, Bimbingan Qira’atul Qur’an, Pengajian Tinggi Istiqlal, Program Terjemah Alqur’an, Bimbingan Pengislaman, Kegiatan Pemuda, Remaja/Pramuka Istiqlal, Pusat Perpustakaan Islam Indonesia, Shalat Gaib, TK Islam/ RA. Istiqlal, dan Kostiq Istiqlal.
Pada 2020-2021, di zaman pemerintahan Presiden Joko Widodo, telah dilakukan renovasi Masjid Istiqlal. Renovasi dikerjakan selama 14 bulan, melibatkan sekitar 1.000 pekerja, dan memakan biaya Rp511 miliar. Renovasi yang diresmikan pada 7 Januari 2021 ini merupakan renovasi pertama sejak 42 tahun sebelumnya. Menurut Imam Besar Masjid Istiqlal Nazaruddin Umar, renovasi juga ikut membangun terowongan bawah tanah yang menghubungkan Istiqlal dan Gereja Katedral Jakarta.
Daftar Pustaka
Aboebakar. Sejarah Masjid. Jakarta-Banjarmasin: Toko Buku Adil & Co., t.t.
Departemen Agama. Direktori Masjid: Seri Arsitektur/Bersejarah. Jakarta: Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji, 1982.
Rochym, Abdul. Masjid dalam Karya Arsitektur Nasional Indonesia. Bandung: Angkasa,1983.
Selayang Pandang Masjid Istiqlal. Jakarta: Sekretariat Badan Pengelola Masjid Istiqlal, 1987.
https://nasional.tempo.co/read/1570412/peneliti-csis-anggap-saat-ini-bukan-saat-yang-tepat-jokowi-reshuffle-kabinet, diakses pada 15 Maret 2022.
M. Suparta
Data telah diperbarui oleh Tim Redaksi Ensiklopediaislam.id (Maret 2022)