Muslim, Imam

(Naisabur, Iran, 202 H/817 M–261 H/875 M)

Imam Muslim (nama lengkap: Abu al-Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Qusyairi an-Naisaburi) adalah seorang ahli hadis (muhaddits)­ terkenal sesudah Imam Bukhari (810–870). Ia dinisbahkan dengan nama an-Naisaburi karena lahir dan meninggal di Naisabur. Bukhari dan Muslim dalam rawi hadis lazim disebut dengan gelar Syaikhani (Dua Syekh).

Imam Muslim adalah seorang yang sangat mencintai ilmu pengetahuan dan sangat tekun mencarinya, terutama dalam bidang hadis. Sejak kecil, ketika berumur 14 tahun, ia mulai mencari ilmu dan mendengarkan hadis dari syekh (gurunya) negerinya, Naisabur.

Karena ingin mengem­bangkan­ ilmu dan memperluas wawasannya,­ ia melakukan perjalanan ke negeri lain, seperti­ Hijaz, Irak, Suriah, dan Mesir. Dalam perjalanannya ini ia bertemu dan berguru kepada banyak ulama hadis dan penghafal hadis.

Guru Imam Muslim, secara umum, boleh dikatakan sama dengan guru Imam Bukhari, hanya saja bahwa Imam Muslim pernah berguru kepada Imam Bukhari, terutama ketika Imam Bu­khari datang ke Naisabur.

Imam Muslim dikenal sebagai seorang yang memiliki ilmu yang da­lam, terutama dalam bidang hadis, dan karena itu sebagian ulama pada masanya berguru kepadanya. Dengan kedalaman ilmunya ini ia mendapat pujian tidak hanya dari ulama semasanya­ tetapi juga dari ulama yang hidup sesudahnya­.

Di samping itu, Imam Muslim juga dikenal sebagai seorang yang warak, zuhud, tawaduk, dan ikhlas di samping jenius serta tekun dalam belajar. Semua ini membuatnya menjadi seorang pakar hadis pe­ringkat kedua­ setelah Imam Bukhari.

Ia mampu menghafal ribuan hadis dan mewariskannya kepa­da generasi berikutnya melalui karya tulisnya­ dalam bidang hadis dan ilmu hadis, yang mencapai jumlah sekitar dua puluh buku. Kitabnya yang amat terkenal, yang hingga kini tetap menjadi buku rujukan utama hadis sahih, antara lain adalah al-Jami‘ as-sahih Muslim atau yang lebih dikenal dengan nama sahih Muslim.

Menurut pendapat Muhammad Ajaj al-Khatib (guru besar hadis di Universitas Damascus), hadis yang tercantum dalam kitab sahih Muslim berjumlah 3.030 hadis tanpa pengulangan, dan apabila dengan pengulangan berjumlah 10.000 hadis.

Menurut al-Khuli (seorang ulama dan ahli hadis di Mesir), hadis yang terdapat dalam sahih Muslim berjumlah 4.000 hadis apabila tanpa pengulangan, sedangkan apabila dengan pengulangan berjumlah 7.275.

Jumlah ini menurut pendapatnya juga meliputi semua hadis yang sahih. Artinya, di luar kitabnya ini masih banyak lagi hadis yang dinilai sahih.

Hadis yang dimuat dalam kitab sahih Muslim adalah hadis yang “telah disepakati” setelah disaring dari 300.000 buah hadis yang ia ketahui. Untuk memilih hadis sejumlah itu, Imam Muslim telah menghabiskan waktu selama 15 tahun.

Dalam menilai hadis yang dimuat dalam sahih nya, Imam Muslim menggunakan kriteria yang pada dasarnya­ sama dengan yang di-gunakan Imam Bukhari.

Namun, sebagaimana Imam Bukhari, kri­teria umum yang digunakan Imam Muslim adalah bahwa sa­nad (sumber) hadis yang diriwayatkan itu bersambung, diriwayatkan­ orang kepercayaan (tsiqqah) dari permulaan sampai akhirnya, serta ter­ hindar syudzudz (yang menyalahi aturan) dan ‘illat (alasan hukum).

Bedanya, Imam Bukhari menuntut persyaratan yang dapat menunjukkan bahwa seorang rawi harus benar-benar bertemu dengan gurunya yang merupakan periwayatnya,­ sedangkan­ Imam Muslim hanya mensyarat­kan adanya ke­mungkinan bertemunya seorang rawi dengan gurunya­.

Sifat tsiqqah (kepercayaan) seorang rawi serta hidup semasa dengan sumber riwayat­ nya, bagi Imam Muslim, sudah dianggap cukup meyakin­kan bahwa hadis­ yang diriwayatkannya benar-benar berasal dari sumber yang disebutkannya.

Perbedaan kriteria inilah­ yang menyebabkan­ ulama menempatkan sahih Muslim berada pada peringkat kedua, sesudah sahih Bukhari.

Walaupun sahih Muslim berada pada peringkat kedua, sahih Muslim mempunyai keistimewaan pula, antara lain seperti berikut:

(1) Muslim lebih teliti dalam meriwayatkan­ dengan lafal yang diterimanya, karena pada saat menerima hadis, pada saat itu pula ia mencatatnya. Ia lebih banyak meriwayatkan hadis secara bi al-lafz (dengan lafal sama dengan yang disampaikan Nabi SAW), sedangkan Bukhari lebih banyak secara bi al-ma‘na (menyampaikan isi atau makna dari yang disabdakan Nabi SAW).

(2) Da­lam su­sunannya, sahih Muslim lebih sistematis sehingga­ hadisnya­ mudah ditelusuri. Seorang peneliti hadis akan lebih mudah mencari hadis sahih Muslim karena Imam Muslim menghimpun­ hadis berdasarkan topik atau bab yang terdapat dalam kitab fikih, yang mencakup delapan pokok agama, yaitu al-‘aqa’id (akidah), al-ahkam (hukum), as-sair (sejarah), at-tafsir (tafsir), al-fitan (fitnah), asyrayh as-sa‘ah (kemasyarakatan), dan al-manaqib (ibadah).

(3) Dalam sahih nya Muslim tidak memasukkan fatwa sahabat atau tabiin dalam memperjelas hadis yang diriwayatkannya­.

Dalam hal metode penyusunannya, Muslim menerapkan­ prinsip, ‘ilm jarh wa ta‘dil, suatu ilmu yang digunakan untuk menilai cacat atau tidaknya­ suatu hadis.

Ia menggunakan­ sigat at-tahammul (metode penerimaan riwayat), seperti haddatsani (menyampaikan kepada saya), haddatsana (menyampaikan kepada kami), akhbarani (mengabarkan kepada saya), akhbarana (mengabarkan­ kepada kami), dan qala (ia berkata).

Teknik penulisan yang ditempuh Imam Muslim dalam menyusun kitab sahih nya adalah sebagai berikut. Ia memulai kitabnya dengan mukadimah yang memberi gambaran tentang keadaan kitab sahih­ serta ilmu hadis yang digunakannya dalam me­nyaring hadis.

Kemudian ia mencantumkan berbagai tema yang di bawahnya terdapat bagian yang berkaitan dengan topik yang dibicarakan oleh hadis yang dikemukakannya.

Di samping mempunyai kelebihan, kitab sahih Muslim juga dinilai mempunyai kelemahan,­ antara lain sebagai berikut:

(1) di dalamnya terdapat hadis mu‘allaq, meskipun sangat kecil jumlahnya; hadis mu‘allaq adalah suatu hadis yang salah seorang sanadnya atau lebih dibuang pada permulaannya atau hadis yang terputus sa­nadnya;

(2) ada­nya hadis mursal dan munqati‘ di dalamnya; hadis mursal adalah hadis yang dalam sanadnya tidak terdapat para sahabat (hadis yang diriwayatkan tabiin langsung dari Nabi SAW), sedangkan yang hadis munqathi‘ adalah hadis yang di dalamnya tidak disebutkan seorang rawi atau disebutkan­ di dalamnya seorang rawi yang tidak jelas; dan

(3) adanya periwayatan hadis dari rawi yang dinilai lemah.

 

Daftar Pustaka

Abu Rayyah, Mahmud. Adhwa‘ ‘ala as-Sunnah al-Muhammadiyyah. Cairo: Dar al-Ma‘arif, t.t.
al-Atar, Nuruddin. Manhaj an-Naqd fi ‘Ulum al-hadits. Beirut: Dar al-Fikr, t.t.
al-Khatib, Muhammad Ajaj. as-Sunnah Qabl at-Tadwin, Mekah al-Mukarramah: Dar al-Baz, 1963.
–––––––. Usul al-Hadits ‘Ulumuh wa Musthalahuh. Beirut: Dar al-Fikr, 1989.
al-Luknawi al- Hindi, Abu al-Hasanat Muhammad Abdul Hayyi. al-Ajwibah al-Fadhilah li As’ilah al-‘Asyrah al-Kamilah. Beirut: Maktab al-Matbu‘ah al-Islamiyyah, 1984.
Muslim, Imam. sahih Muslim bi Syarh al-Imam an-Nawawi. Beirut: Dar al-Fikr, t.t.
as-Salih, Subhi. ‘Ulum al-Hadits wa Musthalahuh. Beirut: Dar al-‘Ilm li al-Malayiyin, 1988.

A. Thib Raya