Secara kebahasaan, al-Hurriyyah berasal dari kata harrara yang berarti “membebaskan atau memerdekakan”. Kebebasan atau kemerdekaan merupakan salah satu hak asasi manusia dan ajaran dasar yang dibawa Islam.
Kebebasan yang diajarkan Islam mencakup berbagai aspek. Pertama, kebebasan berpikir. Al-Qur’an yang dimulai dengan kata iqra’ (bacalah) sarat dengan seruan kepada manusia agar berpikir dan meneliti rahasia ayat Allah SWT di langit dan di bumi, seperti yang dinyatakan dalam surah al-Baqarah (2) ayat 164 yang berarti:
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (kebesaran dan keesaan Allah) bagi kaum yang memikirkan.”
Selain itu hal ini juga dinyatakan dalam surah ath-thariq (86) ayat 5–6 dan surah al-Gasyiyah (88) ayat 17–20. Dalam Al-Qur’an terdapat hampir ratusan kata ya‘qilun, ta‘qilun, yatafakkarun, tatafakkarun, dan yatadabbarun, yang berarti “berpikir dan mendorong manusia agar selalu berpikir”.
Kedua, kebebasan berbicara dan berpendapat. Nabi Muhammad SAW bersabda, “Perbedaan di kalangan umatku adalah rahmat” (HR. al-Baihaqi). Dan dalam hadis lain disebutkan: “Siapa di antara kamu yang melihat kemunkaran (segala bentuk kejahatan, baik perkataan, pendapat maupun perbuatan) maka hendaklah kamu mengubahnya baik dengan tangan maupun dengan lisan dan hati” (HR. Muslim, at-Tirmizi, an-Nasa’i, dan Ahmad).
Ketiga, kebebasan dari kekurangan dan kemelaratan. Hal ini didasarkan pada surah adz-dzariyat (51) ayat 19 dan ayat lain yang memerintahkan dan menganjurkan mengeluarkan zakat harta dan diri, infak, dan sedekah, yang bertujuan untuk membebaskan manusia dari kemelaratan, kekurangan, dan kemiskinan.
Keempat, kebebasan dari perbudakan dan penjajahan. Al-Qur’an mengajarkan persamaan di antara sesama manusia karena mereka diciptakan dari sumber yang satu oleh Allah SWT.
Allah SWT dalam surat al-A‘raf (7) ayat 189 berfirman yang berarti: “Dialah yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan daripadanya Dia menciptakan istrinya, agar dia merasa senang kepadanya”; dan dalam surat al-Hujurat (49) ayat 13 Allah SWT juga berfirman yang berarti: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu”
Dalam hadis yang diriwayatkan Imam Ahmad bin Hanbal, Rasulullah SAW bersabda yang berarti: “Hai manusia, sesungguhnya Tuhan kamu adalah satu dan bapak kamu adalah satu. Kamu sekalian adalah keturunan Adam dan Adam berasal dari tanah.
Yang paling mulia di antara kamu bagi Tuhan adalah yang paling takwa di antara kamu. Tidaklah lebih mulia orang Arab dari orang bukan Arab, orang bukan Arab dari orang Arab, orang berwarna dari orang putih, orang putih dari orang berwarna, kecuali karena takwanya.”
Prinsip ini merupakan upaya untuk membebaskan manusia dari perbudakan dan penjajahan manusia terhadap manusia lain.
Kelima, kebebasan beragama. Al-Qur’an menyatakan: “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam)” (QS.2:256) dan “Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya?” (QS.10:99), karena masalah ini menyangkut kebebasan hati nurani manusia.
Praktek dakwah Islam pada masa Nabi SAW, al-Khulafa’ ar-Rasyidun dan khalifah Islam sesudahnya memberikan kebebasan beragama bagi setiap penduduk. Seandainya terjadi pemaksaan terhadap penduduk Arab, misalnya, untuk menerima Islam, tentu seluruh bangsa Arab menjadi muslim.
Kebebasan melaksanakan adat kebiasaan yang baik bagi setiap golongan, kebebasan dari kemelaratan dan kekurangan, kebebasan dari penganiayaan, kebebasan dari rasa takut, kebebasan berpendapat, dan kebebasan beragama merupakan bagian dari ketetapan Piagam Madinah, yaitu suatu perjanjian tertulis yang dibuat Nabi SAW pada tahun pertama ia menetap di kota Madinah. Perjanjian itu diterima semua golongan penduduk kota itu, baik muslim, Yahudi, Kristen, maupun yang tidak beragama.
DAFTAR PUSTAKA
Arnold, Thomas W. Sejarah Da’wah Islam, terj. A. Nawawi Rambe. Jakarta: Widjaya, 1979.
Azzam, Abdurrahman. ar-Risalah al-Khalidah, atau The Eternal Message of Muhammad, terj. Caesar E. Farah. New York: The Devin Adair Company, 1964.
Wafi, Ali Abd al-Wahid. al-Hurriyyah fi al-Islam. Cairo: t.p., 1968.
J. Suyuti Pulungan