Muhammad Husain Haekal adalah seorang sejarawan, sastrawan, dan negarawan Mesir. Haekal berasal dari keluarga aristokrat yang taat beragama. Kakeknya, Salim Effendi, seorang kepala suku yang sangat dihormati sehingga diberi gelar “Sesepuh Negeri”. Ia menulis banyak buku dalam berbagai disiplin ilmu: sejarah, sastra, politik, dan agama.
Setelah belajar mengaji di desanya (Karf), Haekal pindah ke Cairo dan mengawali pendidikan formalnya di Sekolah Dasar al-Jamaliyyah hingga tamat 1901. Kemudian, ia melanjutkan pendidikan menengah ke Sekolah al-Khedewiyyah di kota yang sama hingga lulus 1905.
Atas saran gurunya, Lutfi Sayyid (w. 1973, tokoh pemikir pembaruan Islam dan murid Muhammad Abduh), ia meneruskan pendidikannya ke Sekolah Tinggi Hukum Cairo sampai meraih gelar licence 1909. Karena keinginannya yang kuat untuk mendalami ilmu hukum, Haekal pergi ke Paris melanjutkan pendidikannya di fakultas hukum di Universite de Paris, Perancis.
Kemudian ia melanjutkan ke pascasarjana di universitas tersebut hingga berhasil meraih gelar doktor 1912 dengan disertasi berjudul La Dette Publique Egyptienne (Agama Orang Mesir).
Ia merupakan putra Mesir pertama yang menyandang gelar kesarjanaan semacam itu. Setelah kembali ke Mesir (1912), Haekal memulai kariernya sebagai pengacara dengan membuka kantor pengacara di al-Mansurah 1913.
Di samping itu, ia menyempatkan diri memberi kuliah hukum di almamaternya, Sekolah Tinggi Hukum Cairo. Ia juga meluangkan waktu untuk menulis berbagai artikel tentang masalah sosial dan politik di media massa, misalnya pada surat kabar al-Jaridah, as-Sufur, dan al-Ahram.
Saat rakyat Mesir berjuang menuntut kemerdekaan penuh dari Inggris (pada masa setelah Perang Dunia I), lahir beberapa partai politik sebagai wadah perjuangan rakyat, antara lain al-Ahrar ad-Dusturiyyin (Partai Liberal Konstitusi) yang berdiri 1922. Haekal memilih bergabung dalam partai ini.
Karena kemampuannya di bidang jurnalistik, ia dipercayakan memimpin surat kabar as-Siyasah (Politik) yang merupakan corong partai tersebut. Melalui partai ini Haekal memulai debutnya sebagai politikus.
Karier Haekal di dunia politik terus menanjak. Pada 1937 ia diangkat sebagai menteri negara urusan dalam negeri. Ketika dibentuk pemerintahan baru 1938, Haekal ditawari untuk menjabat sebagai menteri dalam negeri. Namun ia menolak dengan alasan bahwa gurunya, Lutfi Sayyid, dianggap lebih tepat menduduki jabatan tersebut.
Haekal sendiri lebih cocok menduduki jabatan menteri pendidikan. Usulan tersebut dapat diterima dan ia diangkat sebagai menteri pendidikan (1938–1939). Selanjutnya, ia menjabat sebagai menteri sosial (1940–1942) dan kembali menjadi menteri pendidikan (1942–1945). Di samping itu, pada 1943–1952 ia terpilih sebagai ketua Partai Liberal Konstitusi.
Pada 1945 Haekal meninggalkan kabinet karena terpilih menjadi ketua Senat. Jabatan ini dipegangnya sampai 1950. Reputasi Haekal cukup diperhitungkan dalam kehidupan politik. Berkali-kali ia dipercaya sebagai ketua delegasi Mesir di PBB dan berbagai konferensi internasional.
Meskipun menduduki beberapa posisi penting di pemerintahan, Haekal tidak melepaskan diri dari dunia jurnalistik. Jabatan selaku pimpinan redaksi harian dan mingguan as-Siyasah tetap dipegangnya sampai 1951.
Setelah “Revolusi Juli 1952” yang mengubah Mesir dari bentuk pemerintahan monarki menjadi republik, Haekal mundur secara total dari kehidupan politik karena pemerintahan dikuasai kelompok militer di bawah pimpinan Gamal Abdel Nasser (presiden pertama Mesir).
Sampai wafatnya pada 1956, Haekal tetap menyibukkan diri dengan membaca dan menulis. Ia banyak menghasilkan karya dalam berbagai bidang ilmu, terutama dalam bidang sejarah, sastra, politik, dan agama.
Karya Haekal dalam bidang sejarah adalah sebagai berikut: Hayah Mu…hammad (Sejarah Hidup Muhammad), 1935; Fi Manzil al-Wahy (Di Lembah Wahyu), 1937; as-shiddiq Abu Bakr, 1942; al-Faruq ‘Umar, 1944–1945 (2 jilid); ‘Utsman Ibn ‘Affan, 1964; dan al-Amakin al-Muqaddasah (Tempat-Tempat Suci), 1935.
Karyanya dalam bidang sastra meliputi antara lain Yaumiyyat Paris (Beberapa Hari di Paris), 1909; Saurah al-Adab (Revolusi Sastra), 1933; Zainab, 1914; Waladi (Anakku), 1931; Hakadza Khuliqat (Demikianlah Diciptakan), 1959; Fi Auqat al-Firag (Di Waktu Senggang), 1925; ‘Asyarah Ayyam fi as-Sudan (Sepuluh Hari di Sudan), 1927; dan Qishash Mishriyyah (Cerita Mesir), 1969.
Karyanya di bidang politik adalah Jean Jacques Rousseau, 1921–1923 (2 jilid); Tarajim Mishriyyah wa Garbiyyah (Biografi Tokoh Mesir dan Barat), 1929; al-Mishriyyah wa al-Inqilab ad-Dusturi (Mesir dan Perubahan Konstitusi), 1931; al-Hukumah al-Islamiyyah (Pemerintahan Islam), 1935; asy-Syarq al-Jadid (Timur yang Baru), 1963; dan Mudzakkirat fi as-Siyasah al-Mishriyyah (Memori tentang Politik Mesir), 1951–1953 (2 jilid). Sementara dalam bidang ilmu agama karyanya yang terkenal adalah al-Aiman wa al-Ma‘rifah wa al-Falsafah (Iman, Pengetahuan, dan Filsafat), 1965.
Di antara karyanya tersebut, yang paling terkenal di kalangan umat Islam adalah hayah Muhammad. Buku ini diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, termasuk bahasa Indonesia.
Menurut Syekh Muhammad Mustafa al-Maraghi, Haekal adalah sejarawan pertama yang menulis sejarah hidup Muhammad SAW dengan menggunakan metode penulisan ilmiah berdasarkan data empiris. Cara penulisan ini berbeda dengan cara yang umumnya digunakan penulis lain, yaitu merujuk pada mitos yang sulit dibuktikan kebenarannya secara ilmiah.
Di kalangan sastrawan modern Mesir, Haekal dikenal sebagai pelopor penulisan novel modern. Karena itu, karyanya di bidang sastra menjadi rujukan bagi mereka yang ingin mendalami kesusastraan Mesir modern. Novelnya Zainab, yang mengisahkan kehidupan petani Mesir, mendapat sambutan luar biasa. Novel itu kemudian difilmkan.
Dalam festival film internasional di Jerman (1952), film ini terpilih sebagai film yang paling berhasil dan dilukiskan sebagai Egyptische Welturaufuhrung in Berlin (Tradisi Mesir Kuno di Berlin).
Pemikiran Haekal di bidang politik Islam secara jelas dapat dilihat pada bukunya al-Hukumah al-Islamiyyah (Pemerintahan Islam). Judul asli buku ini adalah al-Imbraturiyyah al-Islamiyyah wa al-Amakin al-Muqaddasah fi asy-Syarq al-Ausat (Imperium Islam dan Tempat Suci di Timur Tengah). Pada 1983 buku ini dicetak ulang dengan dua judul, yaitu al-Hukumah al-Islamiyyah dan al-Amakin al-Muqaddasah (Tempat Suci).
Dalam buku yang disebutkan pertama Haekal memaparkan gagasannya tentang Islam dan masalah kenegaraan. Menurutnya, prinsip dasar kehidupan kemasyarakatan yang dikemukakan dalam Al-Qur’an dan sunah Nabi Muhammad SAW tidak ada yang langsung berkaitan dengan ketatanegaraan.
Meskipun demikian, prinsip dasar tersebut digunakan Nabi SAW dalam mengatur perilaku manusia dan hubungan antara sesama mereka. Prinsip dasar yang dimaksud ada tiga, yaitu prinsip tauhid (iman akan keesaan Tuhan), sunatullah (percaya adanya hukum alam), dan prinsip persamaan.
Tentang sistem pemerintahan, Haekal menjelaskan bahwa dalam Islam tidak terdapat sistem pemerintahan yang baku. Umat Islam bebas menganut sistem pemerintahan apa pun, asalkan sistem tersebut menjamin persamaan hak antara para warga negaranya, pengelolaan urusan negara diselenggarakan atas prinsip musyawarah, serta berpegang pada tata nilai moral dan etika yang diajarkan Islam. Pengalamannya di dunia pemerintahan selama kurang lebih 15 tahun turut memperkaya tema tulisannya tentang politik.
Sebagai pengikut Muhammad Abduh, Haekal amat mengutamakan kemerdekaaan individu dan kebebasan berpikir. Menurutnya, ajaran Islam sangat mementingkan kebebasan berpikir, sebab antara agama dan ilmu tidak bertentangan serta tidak akan pernah terjadi pertentangan di antara keduanya. Kalau ada pertentangan, dapat dipastikan bahwa yang bertentangan itu hanyalah antara orang ahli agama dan ahli ilmu. Pendapatnya tentang agama dan ilmu termuat dalam bukunya al-Aiman wa al-Ma‘rifah wa al-Falsafah.
Daftar Pustaka
Haekal, Muhammad Husain. Fi Manzil al-Wahy. Cairo: Dar al-Ma‘arif, t.t.
–––––––. Hayah Muhammad. Cairo: Dar al-Ma‘arif, 1971.
–––––––. as-Shiddiq Abu Bakar. Cairo: Dar al-Ma‘arif, t.t.
–––––––. Tarajum Mishriyyah wa Garbiyyah. Cairo: Dar al-Ma‘arif, t.t.
–––––––. Utsman Ibn ‘Affan. Cairo: Dar al-Ma‘arif, t.t.
Musdah Mulia