Organisasi yang berorientasi pada kekaryaan, yang secara politis menyalurkan aspirasinya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara pada Partai Golongan Karya (Golkar), disebut Majelis Dakwah Islamiyah (MDI). Organisasi MDI didirikan pada 17 Jumadilakhir 1398/24 Mei 1978 di Jakarta, setahun setelah Pemilu 1977.
Organisasi Majelis Dakwah Islamiyah berdiri atas prakarsa para pemuka agama Islam warga Golkar. Latar belakang pendiriannya dapat dipandang dari dua sisi.
(1) Secara ideal, seperti tercantum dalam mukadimah anggaran dasar, MDI merupakan manifestasi dari kesadaran akan rasa tanggung jawab kepada Allah SWT, bangsa, dan negara untuk berperan aktif dalam pembangunan nasional demi mengisi kemerdekaan berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
(2) Pada sisi lain pendirian MDI didasarkan atas pemikiran pragmatis, yakni pembinaan umat Islam yang telah mem berikan partisipasinya pada Golkar dalam Pemilu. Lebih jauh dari itu ingin dihindari kesan negatif dari kalangan umat Islam, khususnya ulama, seolah-olah mereka diperlukan hanya menjelang pemilu. MDI dalam perkembangannya telah melalui tiga tahap, yaitu pembentukan, pertumbuhan, dan kemandirian.
Tahap Pembentukan
Pembentukan MDI dimulai oleh tokoh agama Islam yang ada dalam Golkar. Musyawarah tokoh ini berhasil menunjuk tujuh orang yang memperoleh suara terbanyak, yaitu KH Sapari, KH Tohir Wijaya, Tengku H Ismail Ya’kub, KH Kodratullah, H Kafrawi, KH Cholil Asy’ari, dan Teuku Rasyid Hamzah untuk bersama-sama dengan ketua umum Golkar (ketika itu H Amir Murtono) menyusun Dewan Pimpinan Pusat Sementara (DPPS) MDI.
Lewat Surat Keputusan dan Pengesahan DPP Golkar No. 4007/DPP/Golkar/6/1978 tanggal 17 Juni 1978, KH Tohir Wijaya dipercaya sebagai ketua umum sementara MDI dan Teuku Rasyid Hamzah selaku sekretaris jenderal.
DPPS ini mempunyai tugas pokok, yaitu:
(1) menyusun anggaran dasar dan anggaran rumah tangga (AD dan ART) serta program umum sementara MDI;
(2) membentuk kepengurusan sementara MDI di daerah tingkat I/propinsi dengan nama Dewan Pimpinan Wilayah (DPW), daerah tingkat II/ kabupaten dengan nama Dewan Pimpinan Cabang, daerah tingkat kecamatan dengan nama Dewan Pimpinan Anak Cabang, dan tingkat kelurahan/desa dengan nama Pimpinan Ranting; dan
(3) menyelenggarakan Muktamar I MDI untuk menetapkan AD dan ART, menetapkan program umum, dan memilih Dewan Pimpinan Pusat (DPP) MDI.
Untuk terlaksananya tugas-tugas pokok tersebut, DPPS MDI melakukan berbagai usaha:
(1) Membentuk DPW se-Jawa. Kegiatan ini dimulai sejak Juni sampai Juli 1978. Pada 23–24 Agustus 1978 untuk pertama kalinya diselenggarakan Rapat Kerja Daerah (Rakerda) DPW se-Jawa yang diikuti peserta dari Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.
(2) Membentuk DPW MDI di luar Jawa (kecuali Timor Timur). Upaya ini dilaksanakan dari bulan September sampai Desember 1978. Dalam tenggang waktu pembentukan itu telah terbentuk pula pimpinan cabang di tingkat II di seluruh Indonesia.
(3) Menyelenggarakan Muktamar I MDI. Penyelenggaraan muktamar ini merupakan salah satu tugas pokok DPPS MDI. Muktamar tersebut dilaksanakan pada 13–15 Agustus 1979 di Jakarta.
Tahap Pertumbuhan
Tahap pertumbuhan MDI dimulai setelah berlangsungnya muktamar pertama. Pasca-Muktamar I, MDI telah memiliki perangkat organisasi resmi berdasarkan hasil keputusan muktamar pertama.
Perangkat tersebut meliputi susunan DPP MDI yang secara resmi dipilih muktamar, AD/ART, dan program organisasi. Dalam tahap ini perkembangan MDI tercermin pada 4 pokok seperti yang tercantum dalam AD/ART, yaitu
(1) nama lengkap organisasi adalah Majelis Dakwah Islamiyah Keluarga Besar Golongan Karya;
(2) asas organisasi MDI adalah Pancasila;
(3) hubungan MDI dengan organisasi induk, Golkar, disesuaikan dengan Undang-Undang No. 3 tahun 1975 tentang Parpol dan Golkar; dan
(4) lembaga dan kegiatan MDI berada dalam lingkungan Golkar, dan merupakan kegiatan keluarga besar Golkar. Den gan demikian MDI merupakan bagian integral Golkar.
Adapun tujuan dan tugas pokok MDI seperti yang tercantum dalam anggaran dasarnya adalah
(1) mengambil prakarsa untuk meningkatkan suasana kerukunan antarpenganut agama atas dasar saling menghormati;
(2) mendorong partisipasi ulama serta pemuka agama untuk memberikan bimbingan rohani kepada umat masing-masing;
(3) membina kerukunan dan mempertinggi budi pekerti bangsa Indonesia; dan
(4) melaksanakan kegiatan dakwah Islamiah di kalangan warga Golkar yang beragama Islam pada umumnya.
Tahap Kemandirian
Tahap kemandirian MDI dimulai ber dasarkan Keputusan Muktamar II MDI, 17–20 Desember 1984 di Jakarta, yang menjadikan MDI organisasi kemasyarakatan yang berorientasi pada karya dan kekaryaan.
Secara struktural MDI berdiri sendiri, sehingga kedaulatan organisasi berada di tangan anggota dan dilaksanakan sepenuhnya oleh muk tamar. Orientasi kekaryaan dan kemandirian itu juga terlihat dalam tugas pokok organisasi ini, yakni:
(1) meningkatkan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa;
(2) memperta hankan, mengamankan, serta mengamalkan Pancasila dan UUD 1945;
(3) mewujudkan cita-cita bangsa seperti yang dimaksud UUD 1945; dan
(4) turut aktif membangun manusia Indonesia seutuhnya dalam tata susunan masyarakat yang adil dan makmur baik jasmani maupun rohani; sementara tugas pokoknya adalah melaksanakan dakwah Islamiah ke pada anggotanya dan umat Islam pada umumnya. Hubungan dengan parpol dan ormas dilakukan melalui pelaksanaan program karya dan kekaryaan.
Saat ini ketua umum DPP MDI dijabat oleh Chalid Mawar di. Adapun posisi sekretaris jenderal diduduki Hasanuddin Mochdar. Jajaran pengurus juga dibantu staf ketua dan wakil sekretaris jenderal.
Sebagai organisasi besar yang berorientasi pada karya dan kekaryaan, MDI dalam merealisasi tugas pokoknya telah melaksanakan berbagai usaha baik yang berskala nasional maupun internasional.
Yang berskala nasional meliputi antara lain:
(1) memberikan sumbangan pemikiran tentang materi GBHN (1982–1987); MDI membentuk tim khusus un tuk merumuskannya;
(2) mendukung kebijakan pemerintah terhadap larangan perjudian, minuman keras, dan video game;
(3) menerbitkan buletin MDI di pusat dan di daerah;
(4) memasyarakatkan nilai-nilai Pancasila dengan menggunakan bahasa agama dan bahasa rakyat;
(5) merumuskan pedoman dakwah yang relevan dengan kebutuhan masyarakat modern;
(6) menyelenggarakan penataran bagi kader/mubalig yang meliputi wilayah-wilayah propinsi sebanyak hampir 3.000 kader; ditargetkan untuk P. Jawa sebanyak 9.000 kader dan di luar Jawa sebanyak 4.000 kader; dan
(7) membangun sarana ibadah di berbagai daerah bersama-sama dengan pemerintah setempat dan masyarakatnya.
Adapun kegiatan yang berskala internasional meliputi antara lain:
(1) wakil MDI duduk di kepengurusan Rabiqah al-‘alam al-Islami di Mekah dan di Majelis Dakwah Islamiyah Asia Tenggara dan Pasifik; dan
(2) misi muhibah MDI ke berbagai negara di kawasan Asia Tenggara, Timur Tengah, Afrika Utara, dan Eropa.
Daftar Pustaka