Farq

(Ar.: al-farq)

Secara kebahasaan farq berarti berbeda, berlainan, berpisah, dan bercerai. Istilah farq yang sering pula disebut tafriqah biasa digunakan oleh para ahli tasawuf. Secara terminologis, ada lima pendapat berbeda yang diberikan oleh para ahli tasawuf.

Pendapat pertama mengatakan bahwa farq adalah berbedanya perbuatan seseorang dengan yang dikehendaki hatinya. Dengan demikian, aktivitas yang dilakukannya sebenarnya bukan miliknya.

Menurut pendapat kedua, farq adalah usaha seseorang untuk menjadikan dirinya senantiasa taat kepada Allah SWT dengan sifatnya yang terpuji. Al-Qusyairi (w. 465 H/1074 M) mengatakan bahwa farq adalah keyakinan yang menganggap segala perbuatan yang lahir dari dirinya, baik yang terpuji maupun tercela, bersumber dari dirinya sendiri.

Lawannya ialah jam‘ (penyatuan), yaitu keyakinan seseorang bahwa apa saja yang diperbuatnya terwujud karena kekuatan yang dikaruniakan Allah SWT kepadanya. Lebih jauh dikatakannya bahwa keyakinan farq dan jam‘ itu harus ada, karena orang yang tidak yakin tentang farq tidak dapat mewujudkan ubudiah secara sempurna, dan orang yang tidak yakin tentang jam‘ tidak akan sempurna makrifatnya.

Pendapat ketiga mengatakan, farq adalah pemisahan antara perbuatan yang disukai dan tidak disukai, yang baik dan yang buruk, antara perbuatan Tuhan dan perbuatan makhluk-Nya. Dalam hal ini, Abdullah al-Ansari al-Harawi (396–481 H/1005–1089 M), ahli tasawuf Suni, membagi farq atas tiga bentuk.

Pertama, farq yang didasarkan atas insting (farq tabi‘i), yaitu pembedaan tindakan yang akan diperbuat atau tidak diperbuat atas dasar insting. Farq dalam bentuk ini terdapat pada binatang dan manusia yang tidak menggunakan akalnya.

Kedua, farq yang didasarkan atas syariat (farq syar‘i), yaitu pembedaan antara satu perbuatan dan perbuatan lainnya sehingga diketahui bahwa yang satu baik dan yang lainnya buruk. Yang baik dan yang buruk diketahui atas dasar petunjuk kitab suci. Ketiga, farq yang didasarkan atas keimanan (farq imani), yaitu pembedaan antara perbuatan Tuhan dan perbuatan manusia.

Allah SWT adalah pencipta segala sesuatu. Semua yang ada di alam ini adalah ciptaan-Nya dan terjadi atas kehendak dan kodrat-Nya. Namun, hal ini tidak meniadakan perbuatan manusia. Manusia berbuat atas kehendak dan kodratnya pula, tapi kehendak dan kodratnya itu terbatas.

Menurut pendapat keempat, farq adalah kesadaran tentang perbedaan antara Tuhan dan manusia. Perbedaan tersebut terdapat pada dua kondisi, yaitu

(1) ketika antara Tuhan dan manusia terdapat tabir pemisah yang tidak tertembus dan

(2) setelah terjadinya jam‘.

Pendapat ini didasarkan atas teori hulul ataupun ittihad. Kedua teori ini memandang bahwa dalam diri manusia terdapat sifat ketuhanan (lahut) dan sifat kemanusiaan (nasut). Apabila manusia menyucikan jiwanya sebersih-bersihnya, akan semakin jelas sifat ketu hanan yang ada dalam dirinya. Keadaan demikian disebut jam‘.

Selanjutnya, apabila sifat ketuhanan memudar, niscaya Tuhan akan meninggalkan dirinya. Hal ini disebut farq. Pendapat kelima yang mendasarkan pandangannya atas teori wahdatul wujud membagi farq atas dua bentuk, yaitu farq sifat (farq al-wahf) dan farq jamak (farq al-jam‘).

Farq sifat adalah munculnya Zat Tuhan Yang Maha Esa (al-Ahadiyyah) dengan segala sifatnya pada tahap kedua dari tahap-tahap kemunculan-Nya yang disebut dengan tahap keunikan (al-wahidiyyah). Farq jamak adalah munculnya sifat-sifat Tuhan pada kenyataan empiris, sementara Zat Tuhan sendiri tetap Esa dan transenden.

Daftar Pustaka

al-Jauziyah, Ibnu Qayyim. Madarij as-Salikin. t.tp.: Dar ar-Riyadh al-Hadisah, t.t.
al-Jurjani, Ali bin Muhammad. at-Ta‘rifat. Singapura: al-Haramain, t.t.
al-Kalabazi, Abu Bakar Muhammad. at-Ta‘arruf li Madzhab Ahl at-Tasawwuf. Cairo: Maktabah al-Kulliyah al-Azhariyah, 1968.
al-Qusyairi, Abu al-Qasim Abdul Karim. ar-Risalah al-Qusyairiyyah. Cairo: Mustafa al-Babi al-Halabi, 1959.

Yunasril Ali