Dahriyah

(Ar.: ad-dahriyyah)

Kaum yang berkeyakinan bahwa masa itu kekal dan antara manusia dan binatang tidak ada perbedaan disebut dahriyah. Menurut mereka, benda itu kekal dan dunia tidak bermula serta tidak berakhir. Mereka­ menolak kembalinya jiwa ke tubuh; adanya kiamat, dosa, dan pahala; serta kebangkitan dan pengadilan.

Kaum Dahriyah tidak mengakui adanya Tuhan sebagai pencipta alam. Mereka mengatakan­ bahwa alam ini ada dengan sendirinya, tidak diciptakan. Menurut me­reka, hewan senantiasa terjadi dalam benih sperma, sedang benih sperma berasal dari hewan, demikian­ seterusnya­. Hal ini disebutkan dalam surah­ al-Jatsiyah (45) ayat 24 yang berarti:

“Dan mereka berkata, ‘Kehidupan ini tidak lain hanyalah kehidupan di dunia saja, kita mati dan kita hidup dan tidak ada yang membinasakan kita selain masa’, dan mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan tentang itu, mereka tidak lain hanyalah menduga-duga saja.”

Aliran Dahriyah hampir sama dengan naturalisme. Menurut paham ini, alam berdiri sendiri, serba sempurna serta beredar dan beroperasi menurut sifat yang terdapat dalam dirinya sendiri dan menurut hukum sebab-akibat. Alam ini tidak berasal dari dan tidak bergantung kepada yang gaib.

Naturalisme timbul setelah ilmu pengetahuan alam bertambah maju. Para ahli di bidang ini melihat bahwa alam berevolusi dan bergerak­ menurut peraturan yang tetap, menurut mekanisme tertentu.

Dengan ditemukannya hukum-hukum alam, menurut naturalisme, tidak ada yang misteri dalam alam ini. Masa depan ditentukan dari sekarang oleh hukum alam yang tidak ber-ubah itu. Di atas hukum alam itu tidak ada lagi sesuatu yang lebih tinggi.

Penganut Dahriyah atau naturalisme berpendirian bahwa setiap hal berasal dari alam dan tidak ada satu pun yang berada di luar alam. Dalam naturalisme hal-hal yang bersifat alami mungkin lebih dari satu jumlahnya.

Pada abad ke-19 mereka yang ingin menyelidiki­ alam dengan gejala fisik juga percaya bahwa alam adalah jumlah seluruh materi. Oleh karena itu semua gejala dapat disimpulkan sebagai gejala materi yang bergerak. Mereka yang mempertahankan pendirian ini disebut materialis. Para penganut naturalisme juga berpendirian, satu-satunya pengetahuan dalam arti kata yang sebenarnya adalah pengetahuan yang bercorak ilmiah.

Para naturalis melakukan penelitian mengenai alam keajaiban hewan dan tumbuh tumbuhan. Menurut mereka, jika sesuatu tidak ada lagi, mustahil akan wujud kembali. Mereka mengingkari  kehidupan yang akan datang, seperti surga dan neraka. Karena itu mereka lalu mengikuti hawa nafsu. Mereka termasuk kafir karena mereka tidak mempercayai Tuhan dan hari akhir.

Paham Dahriyah masuk ke dalam Islam dari Su­riah dan Zarwanist, Iran. Dalam kitab al-Munqidz min adhDalal (Penyelamat dari Kesesatan), al-Ghazali mengelompokkan penganut paham Dahriyah atas tiga bagian.

(1) Yang berpen­ dapat bahwa alam ini tidak ada penciptanya. Menurut mereka, bumi ini akan kekal.

(2) Yang mengakui adanya Tuhan se-bagai pencipta alam. Mereka berpendapat bahwa hi­dup dan jiwa adalah campuran beberapa elemen yang terpisah ketika mati.

(3) Yang mengikuti paham­ filsafat Yunani­. Menurut Ibnu Hazm al-Andalusi, mereka adalah manusia tanpa Tuhan. Me­ reka menolak adanya­ pencipta dan pengatur alam. Namun, ada sebagian yang percaya adanya Tuhan.

Di antara orang Quraisy, Abu Sufyan (sebelum­ masuk Islam) termasuk golongan yang menganut­ paham Dahriyah. Ia putra Harb dan bapak khalifah pertama Bani Umayah, Mu‘awiyah­ bin Abu Sufyan.

Daftar Pustaka

al-Ghazali, Abu Hamid Muhammad bin Muhammad. al-Munqidz min adhalal, ed. Muhammad Mustafa Abu al-‘Ala. Beirut: al-Maktabah asy-Sya‘biyah, t.t.
Gibb, Hamilton A.R. and J.H. Kramers. Shorter Encyclopaedia of Islam. New York: Cornell University Press, 1953.
Hoesin, Oemar Amin. Kultur Islam, Sejarah Perkembangan Kebudayaan Islam dan Pengaruhnya dalam Dunia Internasional. Jakarta: Bulan Bintang, 1964
Kattsoff, Louis O. Element of Philosophy, atau Pengantar Filsafat, terj. Soejono Soemargono. Yogyakarta: Tiara Wacana, 1989.
Nasution, Harun. Filsafat Agama. Jakarta: Bulan Bintang, 1989.

Zainal Arifin Zamzam