Balaghah, Ilmu

(Ar.: ‘ilm al-balagah)

Secara harfiah, al-balagah berarti “sampai” atau “berakhir”. Secara terminologis, balaghah adalah cabang ilmu bahasa Arab yang mempelajari gaya bahasa yang berkaitan dengan kaidah penyusunan kata dan kalimat yang benar. Mampu menyampaikan maksud secara jelas dalam bahasa Arab yang baik dan benar merupakan tujuan balaghah.

Aspek terpenting dalam ilmu balaghah adalah: (1) ungkapan yang baik dan benar sesuai dengan maksud yang ingin disampaikan ingin disampaikan (balagah al-kalam); dan (2) orang yang dengan jelas menyampaikan ungkapan itu (balagah al-mutakallim). Dalam ilmu balaghah kedua aspek tersebut sangat menentukan ketepatan dan kebenaran suatu ungkapan dari seorang pembicara.

Objek pembahasan ilmu balaghah mencakup segala aspek yang berkaitan dengan penyusunan kalimat yang baik dan benar dalam bahasa Arab sehingga kalimat itu sesuai dengan objek yang dibicarakan dan dapat dipahami pihak penerima pesan (kalimat).

Pembahasan dalam ilmu balaghah tidak hanya mencakup balaghah itu sendiri, tetapi juga al-fashah. Al-fashahah yang berarti “jelas dan terang”, adalah ungkapan mengenai lafal yang jelas dan terang, yang pengertiannya jelas, lafalnya mudah diucapkan, dan penggunaannya populer di kalangan para penulis dan penyair Arab. Pembahasan tentang al-fashahah ini mencakup kefasihan kata (fashahah al-kalimah), kefasihan kalimat (fashahah al-kalam), dan kefasihan pembicara (fashahah al-mutakallim).

Ilmu balaghah terdiri dari tiga bagian. (1) Ilmu al-ma‘ani, yaitu ilmu yang mempelajari kaidah yang mengatur lafal Arab yang sesuai dengan tuntutan keadaan dan sesuai dengan maksud pembicara. Objek pembahasan ilmu ini ialah lafal Arab yang berkaitan dengan makna yang dimaksudkan pembicara sesuai dengan tuntutan situasi.

Dengan ilmu ini dapat diketahui: (a) kemukjizatan Al-Qur’an yang berkaitan dengan aspek keindahan susunan kata, kebaikan deskripsinya, keindahan susunan kalimatnya, penggunaan kalimat yang padat, dan lainlainnya dan (b) rahasia balaghah dan al- fashahah dalam prosa dan syair Arab. Peletak dasar ilmu ini ialah Syekh Abdul Qadir al-Jurajani (w. 471 H/1079 M).

(2) Ilmu al-bayan, yaitu ilmu yang mempelajari kaidah yang berhubungan dengan pengungkapan suatu makna dengan berbagai macam cara yang sesuai dengan konteks kalimatnya. Objek pembahasan­ ilmu ialah at-tasybih (menyerupakan sesuatu dengan sesuatu yang lain karena adanya kesamaan sifat), al-majaz (penggunaan kata secara metaforis), dan al-kinayah (penggunaan kata kiasan).

Peletak pertama dasar ilmu ini ialah Abu Ubaidah Mu’ammar al-Musni (w. 211 H/827 M), yang menyusun persoalan ilmu ini dalam kitabnya, Majaz Al-Qur’an. Ulama yang kemudian memperkuat dan mengembangkannya antara lain Abdul Qahir, al-Jahiz, Ibnu Mu’tazz, Ibnu Qudamah bin Ja‘far al-Katib, dan Abu Hilal al-Askari.

Dengan ilmu ini dapat diketahui rahasia bahasa Arab, baik yang terkandung di dalam prosa maupun puisinya, dan keanekaragaman dalam al- fashahah dan balaghah.

(3) Ilmu al-badi‘, yaitu ilmu yang mempelajari berbagai hal yang berhubungan dengan aspek keindahan kalimat seiring dengan kesesuaiannya dengan kondisi dan situasi serta kejelasan pengertian yang dikandungnya, baik menurut lafal maupun maknanya. Peletak pertama dasar ini adalah Abdullah bin Mu’tazz al-Abbasi (w. 278 H/892 M).

Ulama sesudahnya yang mengembangkannya antara lain Ibnu Qudamah bin Ja‘far al-Katib, Abu Hilal al-Askari, Ibnu Rasyid al-Qairawani, Safiyuddin al-Hilli, dan Ibnu Hijjah al-Hamawi.

Dengan mempelajari ilmu ini akan dapat diketahui kaidah yang berhubungan dengan lafal dan kebagusan makna kata Arab.

Sejarah Perkembangan Ilmu Balaghah. Balaghah sebagai pengetahuan pada dasarnya telah tumbuh sejak masa Jahiliah. Balaghah digunakan para ahli bahasa dan sastra pada masa itu untuk menilai karya sastra yang dihasilkan masyarakat, terutama ketika mereka mengadakan perlombaan sastra (misalnya pada Suq ‘Ukaz).

Ketika Islam datang, balaghah sebagai ilmu belum menampakkan dirinya, tetapi sebagai pengetahuan ia tetap hidup dalam masyarakat, apalagi dengan turunnya Al-Qur’an. Keadaan seperti ini berlangsung sampai pada masa al-Khulafa’ ar-Rasyidun (Empat Khalifah Besar), masa ketika agama Islam berkembang ke luar Semenanjung Arabia.

Pada masa pemerintahan Bani Umayah, timbul gagasan dari penguasa untuk mempertahankan bahasa Arab di kalangan keluarga istana. Para guru bahasa Arab yang dinamakan al-Mu’addibin didatangkan untuk mengajar anak khalifah dan pembesar pada waktu itu. Kelompok al-Mu’addibin inilah yang mulai membicarakan pengertian al- fashahah dan balaghah serta berusaha menjelaskannya.

Kelompok ini telah menulis karya tulis sederhana yang mengandung judul balaghah, seperti­ kitab al-Ma‘ani oleh Mu’rij as-Sadusi (hidup abad ke-2 atau ke-3 H), kitab al- fashahah oleh Abu Hatim as-Sijistani (w. 200 H/816 M), dan kitab al-Balagah oleh al-Mubarrad (w. 283 H/896 M).

Pada masa Umayah dan permulaan masa Abbasiyah, sejak akhir abad pertama dan sepanjang abad kedua Hijriah, perhatian terhadap ilmu balaghah mulai muncul. Dengan demikian periode ini dinamakan ad-Daur ad-Dirasi atau ad-Daur at-Ta‘limi (Periode Pengajaran Balaghah).

Pada masa berikutnya, balaghah sebagai suatu ilmu berkembang terus. Balaghah yang tadinya merupakan­ satu bagian yang utuh kemudian berkembang menjadi tiga cabang ilmu, yaitu ilmu al-bayan, ilmu al-ma‘ani, dan ilmu al-badi‘. Hal ini ditandai dengan disusunnya buku dalam tiga cabang ilmu ini, seperti Majaz Al-Qur’an (Metafora Al-Qur’an), Kitab al-Badi‘ oleh Abdullah bin Mu’tazz al-Abbasi, dan buku tentang al-Ma‘ani oleh Ja‘far bin Yahya, Sahl bin Harun, dan al-Jahiz.

Ilmu ini kemudian dikembangkan tokoh-tokoh balaghah berikutnya, antara lain Abu Hilal al-Askari (w. 365 H/976 M), Abu Ahmad al-Askari (w. 382 H/992 M), Ali bin Isa ar-Rumani (w. 387 H/997 M), al-Baqillani (w. 403 H/1013 M), Ibnu Rasyid al-Qairawani (w. 463 H/1071 M), Ibnu Sanan al-Khifaji al-Halabi (w. 466 H/1074 M), Abu Bakar Abdul Kahir al-Jurjani, dan Ibnu Asir Diyauddin (w. 673 H/1275 M).

Buku balaghah yang disusun pada masa ini di antaranya Naqd asy-Syi‘ir Hilal (Kritik Puisi) dan Naqd an-Nadr (Kritik Prosa) oleh Ibnu Qudamah, ash-sina‘atain (Dua Ciptaan: Tulisan dan Syair) oleh Abu Hilal, an-Nakt fi I‘jaz Al-Qur’an (Keindahan Bahasa Al-Qur’an) oleh ar-Rummani, al-I‘jaz (Kemukzizatan Keindahan Bahasa) oleh al-Baqillani, al-‘Umdah (Penopang) oleh Ibnu Rasyid, Sirr al-Fashahah (Rahasia Keindahan Bahasa) oleh Ibnu Sanan, Dala’il al-I‘jaz (Bukti Keindahan Bahasa) dan Asrar al-Balagah (Rahasia Keindahan Bahasa) oleh al-Jurjani, al-Madal as-Sa’ir (Peribahasa, Pepatah) dan al-Jami‘ al-Kabir (Koleksi Lengkap) oleh Ibnu Asir, dan Miftah al-‘Ulum (Kunci Segala Ilmu) oleh as-Sakaki.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul al-Khaliq, Rabi’i Muhammad Ali. al-Balagah al-‘Arabiyyah Wasa’iluha wa Gayatuha fi at-Tashwir al-Bayani. Iskandariyah: Dar al-Ma’rifah al-Jami’iyah, 1989.
Farid, Fathi. al-Madkhal ila Dirasat al-Balagah. t.tp.: Maktabah an-Nahdah al-Misriyah, 1987.
al-Hasyimi, Ahmad. Jawahir al-Balagah fi al-Ma’ani wa al-Bayan wa al-Badi’. Beirut: Dar al-Fikr, 1988.
al-Khaulai, Amin. Manahij Tajdid fi an-Nahw wa al-Balagah wa at-Tafsir wa al-Adabi. t.tp.: Dar al-Ma’rifah, 1961.
Wafi, Ali Abdul. Fiqh al-Lugah. Cairo: Lajnah al-Bayan al-‘Arabi, 1962.

Thib Raya