Badan Penasihatan, Pembinaan, dan Pelestarian Perkawinan

(BP4)

Badan ini bertindak sebagai konsultan perkawinan dan perceraian mengenai nikah, talak, dan rujuk. Badan Penasihatan, Pembinaan, dan Pelestarian Perkawinan merupakan perubahan nama pada tahun 2002 dari Badan Penasihat Perkawinan dan Penyelesaian Perceraian yang berdiri pada 3 Januari 1960 sebagai hasil konferensi Depag di Tretes, Jawa Timur.

Perintis berdirinya BP4 adalah H S.M. Nasaruddin Latif, kepala Kantor Urusan Agama Kota Praja Jakarta Raya, dan Arhatha, kepala Kantor Urusan Agama Propinsi Jawa Barat. Secara embrional badan yang berfungsi sama telah lebih dulu berdiri di beberapa tempat yang berbeda.

Misalnya, di Bandung ada Badan Penasihat Perkawinan dan Penyelesaian Perceraian (1954), di Jakarta Panitia Penasihat Perkawinan dan Penyelesaian Perceraian, dan di Yogyakarta Badan Kesejahteraan Rumah Tangga.

Menteri Agama menetapkan kepengurusan dan kedudukan BP4 sebagai badan semi-resmi di lingkungan Departemen Agama dengan Surat Keputusan nomor 85 tahun 1961. Pendirian BP4 dilatarbelakangi terlalu banyaknya perceraian yang tidak sesuai dengan jiwa ajaran Islam di kalangan keluarga muslim, sehingga diperlukan suatu badan yang dapat memberikan bimbingan dan nasihat kepada khalayak ramai secara terus-menerus untuk memelihara keutuhan perkawinan.

Anggaran Dasar (AD) BP4 disahkan dalam Konferensi Nasional BP4 IV di Jakarta (20 Desember 1976) dan Anggaran Rumah Tangga (ART)-nya disahkan oleh Rapat Pleno Pengurus BP4 Pu­sat (18 Mei 1977). AD dan ART BP4 dikokohkan dengan Surat Keputusan Menteri Agama nomor 30 tanggal 18 Juni 1977.

Tujuan BP4 adalah mempertinggi nilai perkawinan, mencegah perceraian sewenang-wenang, dan mewujudkan susunan rumah-tangga yang bahagia dan sejahtera, baik lahir maupun batin. Adapun fungsinya adalah sebagai berikut:

(1) memberi nasihat, penerangan, dan tuntunan kepada yang berkepentingan serta khalayak ramai mengenai masalah nikah, talak, dan rujuk;

(2) mengadakan upaya yang dapat memperkecil perceraian; dan

(3) memberi bantuan moril dalam menyelesaikan kesulitan perkawinan dan kerumahtanggaan secara umum.

Keanggotaan badan ini bersifat terbuka dan terdiri dari tokoh organisasi wanita atau pria, pejabat, tenaga ahli, dan individu yang diperlukan. Persyaratan untuk menjadi anggota BP4 adalah berumur 25 tahun ke atas atau telah menikah, beragama Islam, dan berkelakuan baik.

Daerah operasi BP4 meliputi seluruh Indonesia dengan susunan yang berjenjang mulai dari pengurus pusat di ibukota negara, pengurus tingkat propinsi, pengurus tingkat kabupaten/kota madya, dan pengurus tingkat kecamatan. Tiap jenjang kepengurusan berada di bawah Direktorat Urusan Agama, Departemen Agama, yang terdiri dari bagian penasihat, konsultasi perkawinan dan hukum, konsultasi agama, pendidikan, dan penerangan. Masa jabatan setiap kepengurusan berlangsung selama 3 tahun.

Korps penasihat sebagai tenaga inti badan ini terdapat pada setiap jenjang kepengurusan dari tingkat pusat sampai tingkat desa. Syarat untuk dapat diangkat menjadi penasihat BP4 adalah berusia 30 tahun atau telah menikah, berkelakuan baik, sanggup menyimpan rahasia, dan telah mengikuti latihan untuk menjadi penasihat.

Kedaulatan tertinggi BP4 terletak di tangan anggota dalam bentuk rapat dan konferensi, khususnya konferensi nasional yang diselenggarakan setiap 3 tahun. Konferensi tersebut berfungsi mengevaluasi organisasi secara umum, mengadakan perubahan atau pergantian pengurus BP4 Pusat, dan mengadakan penyempurnaan AD.

Lambang BP4 berbentuk segi lima yang berisi rangkaian kembang melati putih sebanyak 54 buah yang dikalungkan di leher atau dijadikan hiasan pada keris dan sanggul dengan ditopang tiang penyangga timbangan, obor, dan bintang di atas dasar hijau. Kembang melati melambangkan kesucian, keindahan, dan kesetiaan dalam sejarah perkawinan bangsa Indonesia.

Rangkaian melati merupakan amanat orangtua yang sangat mengagungkan nilai perkawinan, mengharapkan kesucian, kebahagiaan, dan kesetiaan. Jumlah kembang melati (54 buah) menunjukkan tahun kemunculan BP4 di Jakarta dan Bandung. Satu tiang tegak ke atas melambangkan keteguhan atau kekuatan yang berurat ke bawah, tidak mudah dirobohkan badai topan yang memukul dari kiri dan kanan.

Papan timbangan yang merata dengan daun timbangan di kiri dan kanan melambangkan keadilan, tidak berat sebelah, dan tegak di tengah untuk mendapatkan penyelesaian yang adil. Obor atau suluh yang tetap menyala bermakna giat memberikan penerangan atau nasihat yang jelas mengenai kehidupan perkawinan, agar suami-istri selalu mengikuti jalan lurus dan terhindar dari malapetaka.

Bintang yang bersinar adalah lambang sila pertama Pancasila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. Dari-Nya-lah semua makhluk memperoleh sinar rahmat dan hidayah. Latar belakang yang berwarna hijau melambangkan kesuburan, cinta kasih, dan kesejahteraan serta kemakmuran jasmaniah dan rohaniah. Dengan kata lain, perkawinan itu diberkati Allah SWT.

Bentuk segi lima di tepi lambang mengacu pada lima rukun Islam atau lima dasar negara Republik Indonesia (Pancasila) yang menyatakan bahwa BP4 berhak hidup terus dan memberikan manfaat kepada masyarakat.

BP4 mempunyai media berupa majalah Perkawinan & Keluarga yang terbit setiap bulan. Adapun sumber pembiayaan BP4 diperoleh dari bantuan pemerintah, sumbangan dan derma dari masyarakat, dan usaha lain yang sah dan halal.

Daftar Pustaka

Amidhan, dkk. BP4: Pertumbuhan dan Perkembangan. Jakarta: Badan Penasihat Perkawinan, Perselisihan, dan Perceraian, 1977.
Latif, H M.S. Nasaruddin. Nasihat Perkawinan, No. 1. Jakarta: Pustaka dan Percetakan Antara, 1972.
___________________. Nasihat Perkawinan, No. 12. Jakarta: Pustaka dan Percetakan Antara, 1973.

Alwan Khoiri