Arkoun, Mohammed

(Kabylia, Aljazair, 2 Januari 1928)

Mohammed Arkoun adalah seorang pemikir Islam kontemporer yang mengajukan ide islamologi terapan untuk mengimbangi islamologi Barat, yang menurutnya tidak rasional. Menurutnya, islamologi klasik lemah karena tidak memiliki satu refleksi pemikiran dan metodologi. Ia menawarkan perangkat analisis kritis untuk membuka pemikiran atas banyak hal.

Dalam pendidikannya, Arkoun mengkhususkan diri di bidang teologi, filsafat, dan hukum. Setelah menamatkan sekolah tingkat menengah atas di Oran, Kabylia, pada 1950–1954, Arkoun belajar bahasa dan sastra Arab di Universitas Aljir, sambil mengajar bahasa Arab pada salah satu sekolah menengah atas di daerah pinggiran ibukota Aljazair.

Pada saat terjadi perang antara Aljazair dan Prancis (1954–1962), Arkoun melanjutkan studinya ke Paris, dengan tetap menekuni bidang ilmu bahasa dan sastra Arab. Pada 1956–1959 ia menjadi guru di sebuah sekolah menengah atas di Strasbourg dan member kuliah di Fakultas Sastra Universitas Strasbourg. Setahun kemudian, Arkoun diangkat menjadi dosen pada Universitas Sorbonne di Paris, tempat ia memperoleh gelar doktor pada 1969.

Disertasi yang ditulisnya ialah “Humanisme dalam pemikiran Ibnu Maskawaih”. Ibnu Maskawaih adalah seorang pemikir muslim dari Persia (w. 1030). Pada 1969–1972, Arkoun menjadi dosen di Universitas Lyon, kemudian kembali ke Paris dan menjadi guru besar sejarah pemikiran Islam.

Sebagai seorang ilmuwan, Arkoun juga menduduki jabatan penting, seperti menjadi direktur ilmiah majalah studi Islam yang terkenal, Arabica, dan anggota Panitia Nasional Prancis untuk Etika Ilmu Pengetahuan dan Kedokteran, serta anggota Majelis Nasional untuk AIDS. Pada 1993, Arkoun diangkat menjadi guru besar tamu di Universitas Amsterdam.

Dalam karier ilmiahnya, Arkoun telah banyak menyumbangkan karya ilmiah, yang kebanyakan ditulis dalam bahasa Prancis. Karena baru secara intensif belajar bahasa Arab setelah duduk di sekolah menengah atas, Arkoun sulit untuk memaparkan pemikirannya dalam bahasa Arab.

Ia juga mengatakan kesulitan lain yang dihadapinya. Kemajuan yang paling menentukan yang terjadi dalam pemikiran ilmiah sejak 1950‑an belum tersedia dalam bahasa Arab atau bahasa Islam mana pun. Acuan apa pun pada epistemologi kritis, kritik wacana, atau sejarah dekonstruktif belum mungkin diuraikan dalam bahasa itu karena persoalan seperti ini belum dipikirkan oleh pemakai bahasa tersebut. Itulah sebabnya Arkoun lebih memilih bahasa Prancis dalam memaparkan pikirannya dibandingkan bahasa Arab yang merupakan bahasa ibunya.

Beberapa di antara karya tulis Arkoun tersebut adalah L’humanisme Arabe au IV/Xe Siecle (Humanisme Arab Abad IV/X), J. Vrin, 1970; Essais sur la Pensee Islamique (Esai tentang Pemikiran Islam), Paris, 1973; La Pensee Arabe (Dunia Pemikiran Arab), 1973; Lectures de Coran (Telaah tentang Al‑Qur’an), Paris, 1982; dan Pour une Critique de la Raison Islamique (Untuk sebuah Kritikan Akal dan Pemikiran Islam), Maisonneuve Larose, Paris, 1984.

Dari karya ilmiahnya tampak betapa besar perhatian Arkoun terhadap persoalan Islam yang intinya dapat dikelompokkan atas: soal pemikiran Islam, masalah kemasyarakatan, pemahaman tentang Kitab Suci, pengertian etika, serta kaitan antara Islam dan modernitas.

Dalam studinya, Arkoun menggunakan metode ilmu social untuk memahami Islam sebagai satu agama yang dianut oleh masyarakat majemuk di zaman modern. Ia melihat bahwa pemikiran Islam belum membuka diri pada kemodernan pemikiran dan karena itu tidak dapat menjawab tantangan yang dihadapi umat Islam kontemporer.

Kelemahan pemikiran Islam selama ini adalah pendekatan agama yang dilakukan atas dasar kepercayaan langsung tanpa kritik. Di samping itu, pemikiran Islam tidak sadar akan berbagai faktor sosial, seperti budaya, psike, dan politik, yang mempengaruhi proses aktualisasi ajaran Islam.

Akibat langsung yang dapat dirasakan atas sikap ketidaksadaran pemikiran Islam selama ini terhadap pengaruh faktor di atas adalah pembekuan dan penutupan pemikiran Islam. Yang menonjol dari sikap kesarjanaan Arkoun adalah penolakannya terhadap segala bentuk dogmatisme.

Dalam kerangka ini, ia menolak segala bentuk penggunaan agama sebagai ideologi politik yang mengharamkan kritik, membenarkan rezim yang mapan, dan memaksakan perubahan tertentu. Salah satu alat analisis pemikiran Arkoun adalah “dekonstruksi.” Ia menekankan kaitan erat cara berpikir suatu masyarakat dan aneka waca­na yang beredar di masyarakat itu.

“Dekonstruksi” adalah salah satu cara untuk mengatasi kelemahan tradisi pemikiran, sehingga “yang tak dipikirkan” dan “yang tak terpikirkan” mulai dipikirkan. Pembongkaran aneka aturan tersembunyi dapat menentukan wacana, yaitu cara kelompok tertentu­mengungkapkan diri serta membicarakan kenyataan.

Dalam menghadapi pemikiran orientalis, Arkoun mengatakan bahwa kaum orientalis sering kali bertolak dari prasangka kaku dan negatif terhadap Islam. Kalangan orientalis selama ini keliru dalam mempelajari Islam karena mendekati Islam melalui tulisan pemikir Islam yang mereka anggap besar dan “mewakili”. Oleh sebab itu, Arkoun ingin mengganti islamologi Barat yang klasik dengan suatu “islamologi terapan.”

Pembahasan mendalam atas ide Arkoun tentang “islamologi terapan” tertuang dalam bukunya Pour Une Islamologie Appliquee (Untuk Islamologi Terapan). Islamologi terapan ini antara lain bertujuan untuk menciptakan kondisi yang menguntungkan dalam membebaskan pemikiran Islam dari berbagai tatanan usang dan mitologi yang menyesatkan.

Adapun objek studinya adalah masalah aktual yang hangat dibicarakan dan dibahas dalam berbagai kalangan masyarakat muslim. Sebagai contoh, Arkoun melihat at‑turats (tradisi) yang terkait dengan zaman terbentuknya masyarakat agama. Masa itu sarat dengan turunnya wahyu dan para nenek moyang pemeluk setia yang menjadi teladan. Di sisi lain ada pula masalah modernitas mengenai soal ekonomi, sosial, dan politik, yang menjadi perhatian besar karena menyangkut masa depan kaum muslim sendiri.

Dalam kaitannya dengan masalah yang terakhir ini, ada kesulitan umat Islam untuk mengawinkan sikap yang berorientasi ke masa lalu, yang mendambakan sebuah ideologi Islam yang autentik, dengan sebuah peradaban modern yang bersifat materiil. Persoalan ini harus menjadi perhatian islamologi terapan dengan menggunakan berba­gai disiplin, seperti sejarah, sosiologi, etnologi, dan linguistik.

Gagasan yang dilontarkan Arkoun tidak begitu saja diterima secara mulus oleh para intelektual Islam kontemporer. Namun, pemikiran Arkoun pada situasi intelektual muslim Arab kontemporer semakin penting dengan kian kuatnya gerakan Islam. Arkoun mendefinisikan konsep “jihad personal” sebagai pekerjaan seorang intelektual yang memiliki solidaritas dengan masyarakat tempat ia berada.

Arkoun terus berpikir, merenung dan menulis, serta aktif dalam berbagai seminar keilmuan, bukan saja ilmu keislaman, tetapi juga ilmu sosial. Ia mempelajari berbagai persoalan umat Islam di seluruh dunia dan memberikan jalan keluarnya melalui tulisannya. Menurut beberapa kritikus, karya Arkoun pada umumnya abstrak, sulit dicerna, dan tidak menjawab persoalan konkret yang dihadapi kaum muslim dewasa ini.

Arkoun memang tidak menawarkan doktrin yang serba jadi untuk mengganti doktrin hukum, teologi, dan politik yang dibongkarnya. Di Indonesia, sudah banyak karya Arkoun yang diterjemahkan dan secara perlahan telah pula mempengaruhi para pemikir pembaruan Islam di Indonesia. Arkoun dipandang sebagai salah satu intelektual publik yang paling berpengaruh dalam studi Islam kontemporer.

Daftar Pustaka

Arkoun, Mohammed. Nalar Islami dan Nalar Modern: Berbagai Tantangan dan Jalan Baru. Jakarta: INIS, 1994.
–––––––. al-Fikr al-Islami: Naqdwa Ijtihad, terj. Hasyim Saleh. London: Dar as-Saqi, 1990.
Sa‘id, Bustami Muhammad. Mafhum Tajdid ad-Din. Kuwait: Dar ad-Da‘wah, 1405 H/1984 M.
Tamara, Nasir. “Mohammed Arkoun dan Islamologi Terapan,” Ulumul Qur’an, Vol I, 1989.
https://www.viva.co.id/berita/dunia/177678-pemikir-islam-arkoun-meninggal-dunia, diakses pada 12 Maret 2022.

Nasrun Haroen

Data telah diperbarui oleh Tim Redaksi Ensiklopediaislam.id (Maret 2022)