Secara etimologis kata amin merupakan bahasa Arab dalam bentuk isim fi‘il (kata kerja) yang sepadan dengan kata Arab lainnya, ’istajib dan if‘al (bentuk fi‘il amr atau kata kerja perintah), yang berarti “kabulkanlah” atau “perkenankanlah permohonan kami”.
Dalam ibadah salat, kata “amin” diucapkan setiap kali selesai membaca surah al-Fatihah, surah yang menjadi salah satu rukun yang harus dibaca pada setiap rakaat salat. Kata “amin” dalam salat maupun sehabis memanjatkan doa berarti: “Ya Allah, terima atau kabulkanlah ibadah kami ini dan perkenankanlah doa kami ini.”
Mengucapkannya ada lah sunah, baik pada salat yang dilakukan sendiri maupun berjemaah. Kata “amin” boleh diucapkan dengan suara keras apabila surah al-Fatihah dibaca dengan suara keras atau diucapkan dengan suara pelan apabila surah al-Fatihah dibaca dengan suara pelan.
Kebolehan mengucapkannya, baik dengan suara keras maupun pelan, juga berlaku pada saat selesai membaca surah al-Fatihah di luar salat. Tata cara mengucapkan amin dalam salat berjemaah disebutkan dalam sabda Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim yang berarti:
“Apabila imam membaca amin, hendaklah kamu membacanya pula, (karena) sesungguhnya siapa yang bersamaan bacaan aminnya dengan bacaan amin malaikat, niscaya diampuni dosanya yang telah lalu.”
Dan pada sabdanya yang diriwayatkan oleh Ahmad dan an-Nasa’i:
“Apabila imam telah mengucapkan ayat terakhir dari surah al-Fatihah, ucapkanlah amin, maka sesungguhnya malaikat mengucapkan amin dan imam mengucapkan amin; barangsiapa yang aminnya bersesuaian (bersamaan) dengan amin malaikat, dimaafkan dosanya yang telah lalu.”
Berdasarkan beberapa hadis Nabi SAW, ta’min (mengucapkan amin) dalam salat dipandang sebagai hal yang disyariatkan dalam agama yang hukumnya sunah. Apakah makmum dalam mengucapkan amin harus bersamaan atau sesudah imam tidaklah menjadi hal yang pokok, sebab yang disunahkan oleh syarak (hukum Islam) adalah mengucapkan amin untuk mengiringi sempurnanya bacaan surah al-Fatihah.
Bagi penganut agama Yahudi dan Nasrani, amin diucapkan sebagai suatu penegasan atau penguatan bagi sembah yang atau doa mereka. Secara umum, bagi penganut ketiga agama samawi (Islam, Nasrani, dan Yahudi) kata tersebut diucapkan baik dengan bersuara maupun dalam hati. Pada akhir setiap doa yang dipanjatkan kepada Tuhan diucapkan kata “amin” yang merupakan bukti kesungguhan atau pernyataan ketulusan dengan harapan doa tersebut akan terkabulkan.
Mengucapkan kata “amin” juga merupakan tradisi keagamaan di kalangan umat ketiga agama tersebut, misalnya segenap anggota jemaah yang hadir dalam suatu majelis/ kegiatan/pengajian keagamaan mengucapkannya secara bersama-sama. Ucapan mereka itu mengiringi ucapan “amin” pemimpin acara dalam majelis tersebut.
Hal ini merupakan bukti persetujuan mereka atas isi atau apa yang menjadi harapan pemimpin acara, di samping sebagai permohonan bersama apabila yang disampaikan tersebut adalah doa kepada Tuhan.
Dengan begitu, kata “amin” sering kali terdengar atau diucapkan dalam rumah ibadah ketiga agama tersebut, seperti masjid, musala, surau, gereja, dan sinagoge. Dalam Perjanjian Lama kata ini dipakai sebagai seruan umat sebagai tanda setuju/kerelaan umat. Dalam buku Mazmur 72:19 kata “amin” menyatakan akhir yang ke-2 dari lima buku Mazmur.
Dalam sejarah kelembagaan Islam, kata “amin” dalam pemakaiannya yang lebih luas telah dipakai untuk menyatakan orang yang memegang berbagai posisi yang menuntut kejujuran, khususnya tugas yang memerlukan pertanggungjawaban ekonomi dan keuangan. Seperti di masa pemerintahan Abbasiyah, amin al-Hukm adalah pejabat yang mengurus dan mempertanggungjawabkan administrasi harta anak yatim.
Kata “amin” juga biasa dihubungkan dengan khazanah/harta kekayaan, pejabat bea cukai, dan pengurus tanah. Dalam bentuk jamaknya, aminat, arti kata tersebut di beberapa negara Islam Barat berkembang menjadi “pemimpin suatu persekutuan/organisasi perdagangan”. Di negeri Islam Timur lainnya, misalnya sebelum masa Kerajaan Usmani, mereka lebih suka menggunakan kata ‘Arif untuk maksud yang sama.
Daftar Pustaka
al-Maraghi, Ahmad Mustafa. Tafsir al-Maragi. Cairo: Mustafa al-Babi al-Halabi, 1974.
Qutb, Sayid. Tafsir fi Zilal Al-Qur’an. Beirut: Dar al-Ihya’ at-Turas al-‘Arabi, t.t.
Shihab, M. Quraish. Tafsir al-Amanah. Jakarta: Pustaka Kartini, 1992.
at-Tabari, Abi Ja‘far Muhammad bin Jarir. Jami‘ al-Bayan ‘an Ta’wil Ayi Al-Qur’an. Cairo: Isa al-Babi al-Halabi, 1954.
St Nursiah Hamid