Ali Pasya, Muhammad

(Kawalla, Yunani, 1765 – Mesir, 1849)

Muhammad Ali Pasya adalah seorang pelopor pembaruan dan “bapak pembangunan” Mesir modern. Ia berasal dari keluarga yang kurang mampu. Orangtuanya bekerja sebagai penjual rokok eceran. Keadaan itu mendorongnya untuk bekerja keras sejak masih kecil. Karena itu, ia tidak sempat masuk sekolah sehingga tidak pandai menulis dan membaca.

Muhammad Ali Pasya mulai dikenal sejak menginjak usia dewasa. Ketika itu ia bekerja sebagai pemungut pajak. Karena kecakapan dan keberhasilannya dalam tugas ini, ia menjadi kesayangan gubernur Usmani setempat. Nasib baiknya mulai terlihat ketika gubernur itu mengambilnya sebagai menantu.

Setelah itu ia masuk militer dan di sini ia memperlihatkan kecakapannya. Ia dikirim ke Mesir sebagai wakil perwira yang mengepalai pasukan dari daerahnya. Dalam pertempuran melawan tentara Perancis, ia menunjukkan keberanian yang luar biasa dan sesudahnya diangkat menjadi kolonel.

Ketika tentara Perancis keluar dari Mesir (1801), ia memperoleh kesempatan yang baik untuk merebut kekuasaan, karena terjadi kekosongan politik di Mesir ketika itu. Akibat kekosongan tersebut, muncul tiga kekuatan yang ingin memperebutkan kesempatan itu, yakni Khursyid Pasya yang datang dari Istanbul, Turki; kaum Mamluk yang ingin merebut kembali kekuasaan mereka yang terlepas akibat kedatangan Napoleon dahulu; dan yang terakhir adalah Muhammad Ali sendiri.

Pertama-tama, Muhammad Ali mengambil sikap mengadu domba antara dua kekuatan tersebut di atas. Ia dapat memperoleh simpati rakyat Mesir yang sudah menaruh rasa benci kepada kaum Mamluk. Sementara itu, tentara yang dikirim oleh Turki di bawah pimpinan Khursyid Pasya ternyata tidak berasal dari Turki, tetapi dari Albania. Hal yang terakhir ini juga membuat simpati rakyat kepada Turki berkurang.

Dari kelemahan masing-masing kedua kelompok terdahulu, Muhammad Ali mempunyai kedudukan yang lebih kuat dalam memperebutkan kekuasaan itu. Setelah kondisi politik mulai memperlihatkan hasil yang melemahkan kedua kekuatan tersebut, barulah Muhammad Ali tampil untuk menghancurkan kekuasaan kedua saingannya itu. Pasukan yang dikirim sultan Turki dipaksa menyerah dan kembali ke Istanbul, kemudian pada 1805 Istanbul mengakuinya sebagai pasya.

Muhammad Ali Pasya memulai pemerintahannya dengan menyingkirkan pihak yang akan menentang kekuasaannya, terutama kaum Mamluk. Sekitar 1811, kekuasaan kaum Mamluk tidak lagi bersisa. Setelah merasa aman dari ancaman saingannya, ia memerintah dengan keras.

Pembaruan pertama dilakukannya dalam bidang militer, karena dengan kekuatan militer ia dapat mempertahankan kekuasaannya itu. Akan tetapi, kemajuan dalam bidang militer tidak mungkin dicapai tanpa dukungan ilmu pengetahuan modern yang telah berkembang. Pertama-tama, ia mengadakan reorganisasi dan modernisasi kekuatan militer.

Pada 1819 ia menugaskan Save, seorang kolonel Perancis yang kemudian memeluk agama Islam dengan nama Sulaiman Pasya, untuk membangun angkatan bersenjata Mesir secara modern. Angkatan laut modern juga dibangun dengan dilengkapi kapal perang yang dibeli dari luar negeri dan sebagian lagi diproduksi di dalam negeri.

Di samping itu, pada 1815 ia mendirikan Sekolah Militer di Cairo dan Akademi Industri Bahari serta Sekolah Perwira Angkatan Laut di Iskandariyah. Itu semua dimaksudkan untuk membekali anggota angkatan bersenjata dengan ilmu pengetahuan modern. Selain itu, ia juga mengirim putra Mesir untuk belajar ke Eropa.

Untuk mendukung pembiayaan pembaruan angkatan bersenjata, pembaruan di bidang ekonomi juga mendapat perhatiannya yang serius. Untuk itu, juga diperlukan ilmu pengetahuan modern. Pertama-tama, ia mengambil harta kaum Mamluk yang telah dimusnahkan, sehingga hampir seluruh kekayaan Mesir berada di bawah kekuasaannya.

Ia membuat irigasi baru, mengimpor kapas dari India dan Sudan (1821–1822), dan mendatangkan ahli pertanian dari Eropa untuk memimpin pembaruan pertanian. Untuk mendukung kebijaksanaan pertanian ini, modernisasi di bidang pengangkutan dan industri juga dilaksanakannya.

Walaupun tidak pandai menulis dan membaca, Muhammad Ali Pasya sangat menyadari pentingnya arti pendidikan dan ilmu pengetahuan bagi kemajuan suatu bangsa. Untuk itu, ia mendirikan kementerian pendidikan dan lembaga pendidikan. Secara berturut-turut ia membuka Sekolah Teknik (1816), Sekolah Kedokteran (1827), Sekolah Apoteker (1829), Sekolah Pertambangan (1834), Sekolah Pertanian (1836), dan Sekolah Penerjemahan (1836).

Di sekolah itu digunakan metode modern dengan guru yang didatangkan dari Eropa di samping tenaga dari Mesir sendiri. Di samping itu, antara 1813 dan 1849, sebanyak 311 orang pelajar Mesir dikirim ke Italia, Perancis, Inggris, dan Austria.

Untuk mempercepat pembaruan dalam bidang pendidikan, penerjemahan buku Eropa digalakkan, terutama setelah berdirinya Sekolah Penerjemahan. Usaha penerjemahan ini mulai membawa hasil baik. Bagian penerjemahan dibagi empat: ilmu pasti, ilmu kedokteran, ilmu fisika, dan sastra. Kegiatan tersebut, terutama sastra, membawa masuknya ide Barat ke Mesir.

Penerjemahan ini memberi pengaruh besar bagi penduduk Mesir. Mereka mulai mengenal Eropa dan semakin menyadari bahwa dunia yang digambarkan buku terjemahan itu sudah jauh berbeda dari buku klasik yang sudah mereka ketahui.

Usaha yang dilancarkan Muhammad Ali Pasya tersebut berhasil mengubah wajah Mesir menjadi sebuah negara modern. Para pelajar yang menuntut ilmu ke Eropa kembali ke Mesir sebagai pelopor pembangunan dan pembaruan. Demikian juga dengan lulusan pendidikan di dalam negeri. Karena jasanya itu, dia kemudian dijuluki The Founder of Modern Egypt (Bapak Pembangunan Mesir Modern).

Daftar Pustaka

Amin, Ahmad. Zu‘ama’ al-Islah fi al-‘Asr al-Hadis. Cairo: Maktabah an-Nahdah al-Misriyah, 1965.
Hourani, Albert. Arabic Thought in The Liberal Age 1798–1939. London: Oxford University Press, 1970.
Nasution, Harun. Pembaharuan dalam Islam Sejarah Pemikiran dan Gerakan. Jakarta: Bulan Bintang, 1975.
Syalabi, Ahmad. Mausuah at-Tarikh al-Islami wa al-Hadarah al-Islamiyyah. Cairo: Maktabah an-Nahdah al-Misriyah, 1979.

Badri Yatim