Ahmad Soorkati

(Dunggula, Sudan, 1292 H/1874 M–Jakarta, 16 September 1943)

Ahmad Soorkati adalah seorang ulama pembaru, pendidik, dan ilmuwan yang berasal dari Sudan serta berkarya di Indonesia. Ia mendirikan Jam‘iyyah al-Islah wa al-Irsyad al-Islamiyyah yang lebih dikenal dengan nama al-Irsyad, sebuah organisasi di bidang pendidikan dan sosial keagamaan. Nama lengkapnya adalah Syekh Ahmad bin Muhammad as-Soorkati al-Khazraji al-Ansari.

Ahmad Soorkati adalah putra dari Muhammad, yang berasal dari kabilah al-Jawabirah, keturunan Jabir bin Abdullah al-Ansari, yakni salah seorang sahabat Nabi SAW di Madinah dari golongan Ansar. Walaupun sejak kecil telah banyak mengetahui ayat Al-Qur’an, Ahmad Soorkati tidak dapat memenuhi keinginannya untuk belajar di Mesir setelah ayahnya meninggal. Pada 1314 H/1896 M ia menunaikan ibadah haji ke Mekah.

Setelah bermukim di Madinah selama 4 atau 5 tahun, ia memperdalam pelajaran Al-Qur’an, tafsir, fikih, hadis, tauhid, filsafat, dan juga ilmu ketabiban (at-Tibb al-Yunani). Gurunya antara lain adalah Syekh Saleh Hamdan al-Magribi, Syekh Umar Hamdan al-Magribi, dan Syekh Ahmad al-Barzanji.

Ia melanjutkan pelajarannya di Mekah selama 11 tahun di bawah Guru Besar Syekh Muhammad bin Yusuf al-Khayyat dan Syu’aib bin Musa al-Magribi. Karena prestasinya yang gemilang, pada 1906 ia menerima sertifikat tertinggi guru agama dari pemerintah Istanbul.

Ahmad Soorkati kemudian diangkat menjadi guru di Masjidilharam dan menjadi mufti di Mekah. Di Mekah ia mendalami pembaruan Islam dari karangan Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qayyim al-Jauziyah, pelopor reformisme Islam di Mesir. Ketika itu pulalah ia berkenalan dengan pemikir Muhammad Abduh.

Atas permintaan perkumpulan Jamiat Khaer di Jakarta, pada tahun 1329 H/1911 M Ahmad Soorkati datang ke Indonesia bersama Syekh Muhammad al-Magribi dan Syekh Muhammad bin Abdul Hamid as-Sudani sebagai guru misi dari Mekah. Ahmad Soorkati diangkat oleh organisasi Jamiat Khaer di Jakarta sebagai penilik sekolah yang dimiliki Jamiat Khaer di Krukut, Bogor, dan Pekojan (di sini ia merangkap sebagai kepala sekolah).

Selama 3 tahun Ahmad Soorkati aktif sebagai tenaga pendidik pada Jamiat Khaer. Kemudian ia keluar karena perbedaan pendapat. Jamiat Khaer memang sudah maju di bidang pendidikan, tetapi masih dianggap konservatif dalam pandangan keagamaan.

Ia lalu mendirikan Sekolah al-Irsyad al-Islamiyyah di Jati Petamburan, Jakarta, dengan bantuan para pemuka masyarakat Arab pada 1332 H/1914 M. Untuk menunjang madrasah itu, pada waktu peresmiannya ia mendirikan pula sebuah perkumpulan dengan nama Jam‘iyyah al-Islah wa al-Irsyad al-‘Arabiyyah yang beberapa tahun kemudian berganti nama menjadi Jam‘iyyah al-Islah wa al-Irsyad al-Islamiyyah.

Sejak al-Irsyad berdiri, ia mengajar sambil berdagang bersama-sama Syekh Awad Syahhal (1920–1924) hingga ia wafat. Kemudian ia meninggalkan sekolah ini didasarkan kompromi dengan pihak Jamiat Khaer untuk dapat menciptakan kembali persatuan di kalangan masyarakat Arab di Indonesia. Bersama dengan Jamiat Khaer, ia diakui sebagai salah seorang pelopor gerakan reformasi Islam di Indonesia. Para lawannya di Indonesia menuduhnya sebagai seorang wahabi.

Sebagai mubalig, Syekh Ahmad Soorkati sering tampil dalam berbagai perdebatan terbuka tentang Islam, terutama masalah furuk. Ia berusaha membongkar hadis palsu dan dengan gigih membasmi segala kebiasaan agama yang bersifat bid’ah, seperti pemujaan terhadap orang yang dianggap suci atau pemujaan terhadap makam keramat.

Ia berusaha membawa al-Irsyad bertempur melawan kejumudan. Dalam hal ini terlihat karyanya yang berjudul al-Masa’il ah-Salas Buku ini menggambarkan pertentangan antara aliran lama dan aliran baru mengenai: (1) ijtihad dan taklid, (2) sunah dan bid’ah, dan (3) ziarah kubur dan tawassul (perantara).

Sebagai media dakwah, Jamiat Khaer menerbitkan majalah az-Zakhirah al-Islamiyyah (Pusaka Islam) sejak 1923. Selain dalam bahasa Arab, karyanya diterbitkan juga dalam bahasa Melayu dan bahasa Belanda. Karya tersebut mencakup antara lain Surah al-Jawab yang menyerang pendapat adanya larangan perkawinan antara syarifah (wanita keturunan Nabi SAW) dengan pria dari golongan non-syarifah; al-Wasiyyah al-Amiriyyah yang berisi perintah dan larangan agama;­ al-Masa’il as-Salas; Ze­deleer uit Den Kor’an yang berisi ayat sopan santun serta akhlak; dan Huquq an-Nisa’ yang berisi hak-hak wanita, diterbitkan Persatuan Islam Bandung.

Syekh Ahmad Soorkati wafat pada masa pendudukan Jepang di rumah kediamannya yang kini menjadi pusat kegiatan al-Irsyad.

Daftar Pustaka

Badjerei, Hussein Abdullah. al-Irsyad. Jakarta: DPP Perhimpunan al-Irsyad, t.t.
–––––––. Muhammadiyah Bertanya Surkati Menjawab. Salatiga: Yayasan LPIA Islam dan Dakwah, 1985.
Noer, Deliar. The Modernist Muslim Movement in Indonesia, atau Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900–1942), terj. Jakarta: LP3ES, 1980.
Pijper, G.F. Studien Over de Geschiedenis van de Islam in Indonesia 1900–1950, atau Sejarah Islam di Indonesia 1900–1950, terj. Tudjimah dan Yessy Augus-tin. Jakarta: UI Press, 1985.

Badri Yatim