Abdullah bin Nuh adalah seorang ulama, sastrawan, penulis, pendidik, dan pejuang kelahiran Cianjur, Jawa Barat. Salah satu karyanya yang terkenal di bidang perbukuan adalah Kamus Indonesia-Arab-Inggris. Salah satu keistimewaannya adalah kemampuannya menggubah syair secara fasih dalam bahasa Arab yang indah.
Sejak kecil Abdullah bin Nuh memperoleh pendidikan dari ayahnya, KH Raden Nuh, seorang ulama di kota Cianjur. Ia belajar di sekolah I’Anat at-Talib al-Miskin yang didiÂrikan ayahnya. Dengan pendiÂdikan tersebut ia mampu berbicara dalam bahasa Arab. Pada usia yang relatif muda ia sudah menghafal kitab Nahwu Alfiyyah (nahwu berbait seribu)Â. Ia juga mempelajari bahasa Inggris dan Belanda.
Pada masa mudanya Abdullah bin Nuh aktif mengajar di Hadramaut School, sekaligus menjadi redaktur Hadramaut, majalah mingguan edisi baÂhasa Arab di Surabaya (1922– 1926). Karena kemampuannya dalam berbahasa Arab, pada tahun 1926 ia dikirim belajar ke Fakultas Syariah Universitas al-Azhar (Cairo) selama 2 tahun. SekemÂbali dari Cairo, ia mengajar di Cianjur dan Bogor (1928–1943).
Ketika perjuangan kemerdekaan Indonesia meÂmuncak, Abdullah bin Nuh terjun langsung ke kanÂcah perjuangan. Ia menjadi anggota Pembela Tanah Air atau Peta (1943–1945) untuk wilayah Cianjur, Sukabumi, dan Bogor. Sekitar taÂhun 1945–1946 ia memimpin Badan Keamanan Rakyat (BKR) dan Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Pada 1948–1950 ia menjadi angÂgota Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) di Yogyakarta, di samping sebagai kepala seksi siaran bahasa Arab pada Radio Republik Indonesia (RRI) Yogyakarta dan dosen luar biasa pada Universitas Islam Indonesia (UII).
Pada 1950–1964 ia memegang jabatan sebagai kepala siaran bahasa Arab pada RRI Jakarta. Kemudian ia menjabat lektor kepala Fakultas Sastra Universitas Indonesia (1964–1967). Pada tahun 1969 ia mendirikan Majlis al-Ghazali dan Pesantren al-Ihya di Bogor. Di kedua tempat pendidikan ini ia berfungsi sebagai sesepuh.
Di Bogor, Abdullah bin Nuh aktif melaksaÂnakan kegiatan dakwah islamiah dan mendidik kader ulama. Ia juga menyempatkan diri untuk menghadiri pertemuan dan seminar tentang Islam di beberapa negara, antara lain di Arab Saudi, Yordania, India, Irak, Iran, Australia, Thailand, Singapura, dan Malaysia. Ia juga ikut serta dalam Konferensi Islam Asia Afrika (KIAA) sebagai anggota panitia dan juru penerang yang teÂrampil dan dinamis.
Keistimewaan Abdullah bin Nuh adalah kemampuannya menciptakan syair Arab dalam berbagai bentuk dan tujuan, seperti syair pujian dan ratapan. Syairnya telah dihimpun dalam Diwan ibn Nuh, berupa kasidah (118 kasidah) yang terdiri dari 2.731 bait. Semuanya digubah dalam bahasa Arab fushah (fasih) yang bernilai tinggi.
Karya tulis Abdullah bin Nuh yang terkenal adalah Kamus Indonesia-Arab-Inggris yang disusun bersama Oemar Bakry. Karyanya yang dituÂlis dalam bahasa Arab antara lain adalah al-‘alam al-Islami (Dunia Islam), Fi ilal al-Ka‘bah al-Bait al-kiram (Di bawah Lindungan Ka’bah), La Taifiyyata fi al-Islam (Tidak Ada Kesukuan dalam Islam), Ana Muslim Sunniyyin Syafi‘iyyin (Saya Seorang Islam, Suni, Pengikut Syafi‘i), Mu‘al-limu al-‘Arabi (Guru Bahasa Arab), dan al-Lu’lu’ al-Mansur (Permata yang Bertebaran).
Adapun kaÂryanya dalam bahasa Indonesia adalah Cinta dan Bahagia, Zakat Modern, KeutaÂmaan Keluarga Rasulullah SAW, dan Sejarah Islam di Jawa Barat Hingga Zaman Keemasan Banten serta sebuah buku berbahasa Sunda Lenyepaneun (Bahan Telaah Mendalam). Adapun karya terjeÂmahan dari kitab Imam al-Ghazali adalah Minhaj al-‘abidin (Jalan bagi Ahli Ibadah), al-Munqid min ad-dalal (Pembebas dari Kesesatan), dan al-Mustafa li man lahu ‘Ilmi al-Usul (Penjernihan bagi Orang yang Memiliki Pengetahuan Usul).
Daftar Pustaka
Abdullah bin Nuh. Di bawah Naungan Ka’bah Baitul Harom, terj. Koko AKR. Cianjur: Pengurus Masjid Agung Cianjur dan Bogor, 1990.
–––––––. Tiada Sekte dalam Islam, terj. Koko AKR. Cianjur: Majelis Ta’lim al-Mustashfa, t.t.
Iskandar Engku