Amr bin As adalah sahabat Nabi SAW, panglima pasukan muslim, dan pedagang yang sering berkafilah antara Syam dan Mesir. Nama lengkapnya adalah Amr bin As bin Wail bin Hasyim bin Said bin Sahm bin Amr bin Hasis bin Ka‘b bin Lu’ay bin Ghalib al-Qursy. Karena cerdik, ia berkedudukan tinggi di kalangan Quraisy. Amr bin As memeluk Islam pada 7 H/629 M atau sebelum penaklukan Mekah.
Amr bin As termasuk salah seorang sahabat Rasulullah SAW yang setia dan tepercaya. Ia pernah ditunjuk sebagai petugas zakat di Amman dan diperintahkan untuk mengajak penduduk memeluk agama Islam.
Karena kemahirannya memimpin pasukan, ketika Abu Bakar as-Siddiq menjadi khalifah, Amr bin As termasuk salah seorang yang dipilih untuk memimpin pasukan yang akan menaklukkan negeri di luar tanah Arab.
Ketika Umar bin Khattab menjadi khalifah, Amr bin As mengusulkan kepada Khalifah agar Mesir ditaklukkan dan Khalifah menyetujui usul tersebut. Untuk itu diangkatlah Amr bin As sebagai panglima perang penaklukan Mesir dari tangan bangsa Romawi. Pasukan ini bergerak menuju Mesir pada musim dingin 18 H/639 M.
Dalam perjalanannya ke Mesir hingga ke Arisy melalui Gurun Sinai dengan jumlah pasukan 4.000 orang, Amr bin As dapat menduduki Arisy dengan mudah. Dari Arisy, ia dan pasukannya melanjutkan perjalanan ke Farama (Mesir) dan berhasil merebutnya dari bangsa Romawi dan kemudian melanjutkan perjalanan ke Bulbais (Mesir). Kekuatan musuh dapat dipatahkan sehingga kota Bulbais dapat pula diduduki. Dari Bulbais pasukan menuju ke Ummu Dunain (Mesir).
Di sini terjadi pertempuran yang hebat antara pasukan Is-lam dan bangsa Romawi. Pasukan Amr bin As tidak dapat mengalahkan musuh yang kuat dengan 20.000 tentara. Amr bin As meminta bantuan kepada Khalifah Umar. Oleh Khalifah dikirim 4.000 tentara. Akhirnya pasukannya berhasil memenangkan pertempuran ini berkat kemahiran Amr bin As mengatur siasat perang dengan menyerang musuh dari tiga jurusan.
Banyak tentara Romawi melarikan diri ke sebuah benteng yang bernama Babilon untuk berlindung. Tempat perkemahan pasukan Amr bin As di luar tembok Babilon itulah yang menjadi ibukota Mesir yang diberi nama Fustat (dekat Cairo).
Sesudah penaklukan benteng Babilon itu (20 H/641 M), akhirnya dengan perjuangan yang cukup berat kota Iskandariyah yang ketika itu menjadi ibukota Mesir dapat diduduki (21 H/642 M). Pasukan Amr dapat merebut benteng pertahanan kota Iskandariyah. Setelah kemenangannya, Amr bin As diangkat menjadi gubernur Mesir. Pada masa pemerintahannya, Amr bin As mendirikan masjid jami yang sampai sekarang dikenal dengan nama Jami’ Amr atau Jami’ Fustat, yang merupakan masjid tertua di Afrika.
Amr bin As diberhentikan dari jabatannya sebagai gubernur Mesir pada masa Khalifah Usman bin Affan (646). Kemudian ia pergi ke Palestina untuk menetap di sana.
Ketika Ali bin Abi Thalib menjadi khalifah, terjadi pertentangan antara pihak Ali dan kelompok Mu‘awiyah bin Abi Sufyan. Amr bin As berada di pihak Mu‘awiyah dan membantunya melawan Ali bin Abi Thalib pada Perang Siffin (Safar 37/657 M). Keperkasaan pasukan Ali bin Abi Thalib membuat tentara Mu‘awiyah porakporanda dan mereka telah bersiap-siap untuk melarikan diri.
Melihat keadaan demikian, Mu‘awiyah cemas dan meminta bantuan Amr bin As yang sudah diangkat menjadi penasihatnya. Lalu Amr bin As berseru kepada pasukan Mu‘awiyah, “Barangsiapa yang membawa mushaf (lembaran kitab Al-Qur’an) supaya mengangkatnya dengan ujung tombak ke atas!” Mendengar seruan itu beberapa tentara Mu‘awiyah mengangkat Al-Qur’an dengan ujung tombaknya. Kemudian Amr bin As balik berseru kepada pasukan Ali, “Inilah Kitabullah yang akan menjadi hakim antara kami dan kamu!”
Pengangkatan Al-Qur’an itu menimbulkan perpecahan di pihak Ali. Sebagian pengikutnya menghendaki jalan damai dan mendesak Ali bin Abi Thalib agar menerima pengangkatan Al-Qur’an itu. Sementara Ali sendiri dan sebagian pengikut lainnya menginginkan agar perang dilanjutkan supaya terbukti siapa yang menang, apalagi mereka berkeyakinan bahwa pengangkatan Al-Qur’an itu tidak lebih dari siasat dan tipu daya Mu‘awiyah. Akan tetapi, desakan yang kuat dari pengikut yang cinta damai menyebabkan Ali terpaksa menerima pengangkatan Al-Qur’an itu.
Perang Siffin berakhir dengan peristiwa tahkim (arbitrase). Dibentuklah suatu panitia dan kedua pihak sepakat untuk memilih seorang hakim yang akan merundingkan sebab perselisihan dan mencari cara penyelesaiannya. Pihak Ali bin Abi Thalib diwakili oleh Abu Musa al-Asy‘ari, sedangkan pihak Mu‘awiyah menunjuk Amr bin As. Kedua hakim ini bertemu pada bulan Ramadan 37/657 M di Daumat al-Jaudal.
Pada perundingan tersebut Amr bin As memperlihatkan kelihaiannya dalam mempergunakan siasat dengan menetapkan bahwa Khalifah Usman bin Affan telah mati teraniaya. Kemudian wali orang yang mati teraniaya berhak menuntut bela dan Mu‘awiyah adalah orang yang paling berhak menuntut bela atas Usman.
Selanjutnya para perunding mengusulkan kepada kaum muslimin untuk memberhentikan Ali dan Mu‘awiyah. Kemudian kaum muslimin ditugaskan untuk mencari pengganti mereka untuk menjabat sebagai khalifah. Untuk melaksanakan keputusan tersebut, Abu Musa al-Asy‘ari, karena berusia lebih tua, dipersilakan tampil lebih dulu ke hadapan khalayak dan menyatakan bahwa dia telah memakzulkan (menurunkan) Ali dari jabatannya sebagai khalifah dan menyerahkan urusan penggantiannya kepada kaum muslimin. Kemudian berdiri pula Amr bin As menyetujui pemberhentian Ali dan dia menetapkan Mu‘awiyah sebagai khalifah.
Pembicaraan Amr bin As ini melanggar kesepakatan semula yang telah dibuatnya bersama Abu Musa. Keputusan yang tentu saja merugikan pihak Ali ini ditolak Ali. Ia menolak mengundurkan diri dan tetap menjabat sebagai khalifah hingga terbunuh pada 661.
Atas jasa Amr bin As dalam Perang Siffin, ketika menjadi khalifah, Mu‘awiyah menepati janjinya untuk mengangkat kembali Amr bin As menjadi gubernur Mesir pada 659 hingga wafatnya. Ia meninggal dalam usia lebih dari 80 tahun dan dikebumikan di al-Muqattan (Mesir).
Daftar Pustaka
Ali, Fikri. Ahsan al-Qasas. Cairo: Dar Ihya’ al-Kutub al-‘Arabiah, 1962.
al-Asqalani, Ibnu Hajar. Kitab al-Isabah fi Tamyiz as-Sahabah. Beirut: Dar al-Fikr, 1978.
–––––––.Tahzib at-Tahzib. Hyderabad: Majlis Da’irat al-Ma‘arif Nizamiyah al-Ka’inah fi al-Hind, 1327 H/1909 M.
Barr, Ibnu Abdul. Kitab al-Isti‘ab fi Asma’ al-Ashab. Beirut: Dar al-Fikr, 1978.
Hasan, Hasan Ibrahim. Tarikh al-Islam. Cairo: Maktabah an-Nahdah al-Misriyah, 1977.
al-Jazari, Izzuddin bin Asir. Usd al-Gabah fi Ma‘rifah as-Sahabah. Cairo: asy-Syab, t.t.
Abd Karim Hafid