Amanah

(Ar.: al-amanah)

Secara kebahasaan amanah berarti “tidak meniru”, “tepercaya”, “jujur”, atau “titipan”. Adapun menurut istilah amanah adalah segala sesuatu yang dipercayakan kepada manusia, baik yang menyangkut hak dirinya, hak orang lain, maupun hak Allah SWT.

Pengertian kata “amanah” disesuaikan dengan konteks nya dalam ayat Al-Qur’an yang memuat kata itu. Pertama, kata “amanah” dikaitkan dengan larangan menyembunyikan kesaksian atau keharusan memberikan kesaksian yang benar:

“Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanahnya (utangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah, Tuhannya, dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian…” (QS.2:283).

Kedua, kata “amanah” dikaitkan dengan keadilan atau pelaksanaan hukum secara adil: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanah kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil…” (QS.4:58).

Ketiga, kata “amanah” dikaitkan dengan sifat khianat: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan (juga) janganlah kamu mengkhianati amanah-amanah yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui” (QS.8:27).

Keempat, kata “amanah” dikaitkan dengan salah satu sifat manusia yang mampu memelihara kemantapan (stabil) rohaninya, tidak berkeluh kesah apabila ditimpa kesusahan, dan tidak melampaui batas ketika mendapatkan kesenangan (QS.70:32).

Kelima, kata “amanah” dipahami dalam pengertian yang sangat luas, baik sebagai tugas keagamaan maupun tugas kemanusiaan umumnya: “Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanah kepada langit, bumi, dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanah itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanah itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh” (QS.33:72).

Amanah adalah sesuatu yang diberikan kepada seseorang yang dinilai memiliki kemampuan untuk mengembannya. Namun, dengan kemampuannya itu ia juga bisa menyalahgunakan amanah tersebut. Arti sesungguhnya dari penyerahan amanah kepada manusia adalah Allah SWT percaya bahwa manusia mampu mengemban amanah tersebut sesuai dengan keinginan Allah SWT

Terdapat banyak hadis yang menjelaskan pentingnya amanah. (1) Nabi SAW bersabda, “Serahkanlah amanah kepada orang yang telah mengamanahi kamu dan jangan kamu mengkhianati orang yang mengkhianati kamu” (HR. Abu Dawud dan at-Tirmizi dari Abu Hurairah).

(2) Dalam hadis riwayat Imam Ahmad dan Tabrani, Nabi Muhammad SAW menyebutkan bahwa amanah adalah salah satu hal yang jika dimiliki, pemiliknya sesungguhnya menjadi kaya, sekalipun ia tidak mencapai banyak kemegahan dunia.

(3) Dalam hadis riwayat Bukhari, Nabi SAW menyebutkan bahwa pengabaian terhadap amanah merupakan sebab terjadinya kerusakan (as-sa‘ah). Abdullah bin Amr bin As, seorang yang alim dan banyak mencatat apa yang didengarnya dari Rasulullah SAW, menjelaskan bahwa amanah yang paling penting dalam diri manusia adalah alat kelaminnya. Dalam hubungan ini Nabi SAW bersabda,

“Peliharalah wanita dengan sebaik-baiknya. Sebab mereka telah kamu ambil sebagai amanah dari Allah dan telah halal untukmu farajnya dengan memakai kalimat Allah” (HR. Bukhari dan Muslim).

Dalam hubungan antara sesama manusia, Amanah menjadi jaminan terpeliharanya keselamatan hubungan tersebut. Keselamatan suatu negara dan bangsa terjamin karena pemerintah mengemban dengan baik amanah politik pemerintahan. Rusaknya amanah akan merusak hubungan antarsesama manusia tersebut. Bidang kehidupan yang menyebabkan terjadinya hubungan antarmanusia akan terganggu dan rusak apabila di dalamnya diabaikan amanah.

Penyerahan amanah kepada manusia oleh Tuhan dimaksudkan untuk mengangkat nasib manusia ke posisi lebih tinggi dari malaikat sepanjang amanah itu diembannya dengan baik dan akan menurunkannya ke posisi yang lebih rendah dari binatang ternak apabila amanah itu diabaikan. Demi terpeliharanya hubungan yang harmonis antara sesama manusia, seseorang dibenarkan untuk mempertimbangkan apakah ia mau menerima atau menolak amanah yang diberikan kepadanya berdasarkan besar kecil kemampuannya untuk mengembannya.

Kata “amanah” juga dipakai dalam arti “pesan yang disampaikan seseorang dalam pidato”, “pembicaraan atau tulisan seorang pejabat atau orang yang status sosialnya dianggap lebih tinggi kepada seseorang atau sekelompok orang”. Isi pesan, sekalipun tersirat, dapat terbaca pada seluruh bagian pembicaraan dan suatu tulisan karangan.

Daftar Pustaka

Abdul Baqi, Muhammad Fu’ad. al-Mu‘jam al-Mufahras li Alfaz Al-Qur’an al-Karim. Beirut: Dar al-Fikr, 1992.
Ibnu Kasir, al-Hafidz Imaduddin Abu al-Fida’ Isma’il. Tafsir Al-Qur’an al-‘Azim. Beirut: ‘Alam al-Kitab, 1405 H/1985 M.
al-Maraghi, Ahmad Mustafa. Tafsir al-Maragi. Cairo: Mustafa al-Babi al-Halabi, 1974.
al-Qurtubi, Abu Abdullah Muhammad bin Ahmad al-Ansari. Tafsir al-Qurtubi al-Jami‘ li Ahkam Al-Qur’an. Cairo: Dar asy-Sya’b, t.t.
Qutb, Sayid. Tafsir fi Zlal Al-Qur’an. Beirut: Dar al-Ihya’ at-Turas, t.t.
Shihab, M. Quraish. Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat. Bandung: Mizan, 1992.
–––––––. Tafsir al-Amanah. Jakarta: Pustaka Kartini, 1992.
at-Tabari, Abi Ja‘far Muhammad bin Jarir. Jami‘ al-Bayan fi Tafsir Al-Qur’an. Beirut: Dar al-Ma‘rifah, 1972.

Moch Qasim Mathar